Share

Ceraikan aku!

Darwin kembali ke rumah sekitar pukul sembilan pagi bersama Rania yang ikut serta. Namun, saat tiba di rumah pemberian papinya, dia tidak mendapati siapa pun termasuk sang istri.

"Rumahmu sepi, pada ke mana? Selena juga gak keliatan." Rania mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu. Pandangannya mengelilingi seluruh rumah yang ditempati adik tirinya selama satu tahun terakhir.

Rasa iri selalu menggelapkan hati perempuan itu. Baginya, Selena sangat beruntung, sebab bisa menikah di usia muda dan mendapatkan suami tajir. Lalu, keinginan untuk merebut apa yang dimiliki oleh Selena tak bisa terbendung. Rania mulai merayu Darwin, dan berhasil membuat pria itu menidurinya selama tiga bulan ini.

Darwin yang baru saja mengecek kamar untuk mencari keberadaan Selena, melangkah menuju dapur. Mengambilkan minum untuk Rania karena di jam segini biasanya asisten rumahnya sedang pergi ke pasar.

"Lagi pergi kali," sahut Darwin, sambil melangkah ke ruang tamu. Di tangannya ada dua minuman kemasan kaleng. "Minum, Ran." Dia menyodorkan salah satunya ke depan Rania.

"Makasih." Rania mengambilnya, dan tak perlu susah payah membukanya karena Darwin sudah membukanya lebih dulu.

Darwin duduk di sebelah Rania, dan tidak merasa takut sama sekali jika ada orang yang bisa saja memergoki kedekatannya dengan kakak tiri istrinya. Kaleng minuman dia teguk isinya sedikit-sedikit, sambil merentangkan satu tangannya ke pundak kekasih gelapnya.

Sudut mata Rania melirik tangan Darwin, yang menempeli pundaknya. "Santai, ya, Pak. Mumpung gak ada orang di rumah." Dia berseloroh lalu terkekeh. Kaleng di tangan dia letakkan di meja. Rania lantas menyenderkan kepalanya ke dada Darwin.

"Kalo gitu, bisalah kita main sebentar. Mumpung belum pada pulang." Hasrat Darwin selalu tidak bisa dibendung apabila Rania sudah menempel-nempel macam lintah. "Mau 'kan?" bisiknya serak, lalu menciumi pipi Rania.

"Gak, ah! Bahaya! Nanti tau-tau Selena pulang, gimana?" Meski menolak ajakan Darwin, tetapi telunjuk Rania tak berhenti menggoda lelaki itu. Malah sengaja menelusuri rahang, sampai tengkuk.

Darwin berdecak keras, sebab hanya sentuhan sebatas itu saja, dia sudah kembali on. "Ayolah, Ran. Aku janji mainnya sebentar," bujuknya sambil menelusupkan telapak tangannya ke rok mini ketat Rania. Telunjuknya dengan mudah menemukan titik kelemahan setiap wanita. "Punya kamu juga udah basah." Darwin menekan celah lembab kenikmatan itu dengan telunjuknya, hingga Rania mengeluarkan erangan.

"Darwin ..." Sekujur tubuhnya dengan cepat merespon, lalu meminta lebih dari sekadar usapan dan belaian. "Kamu emang paling bisa." Tatapan Rania mulai sayu.

"Ya udah, ayo. Kita gas di kamar bentar. Mau 'kan?" Bibir Darwin tak berhenti mengendusi lekukan leher Rania yang wangi.

Lagi-lagi, Rania tak bisa menolak rayuan itu. "Iya-iya. Cepetan. Keburu ada orang."

Dalam sekejap, Rania sudah berada di dalam gendongan Darwin. Lelaki itu membawa masuk Rania ke kamarnya. Padahal, kamar itu adalah tempatnya bersama Natasya.

Saking tak sabarannya, Darwin bahkan sampai lupa tidak menutup pintu kamar atau menguncinya. Pikirannya sudah tertutup kabut gairah yang harus segera dituntaskan saat ini juga. Darwin mencumbu bibir Rania dengan tergesa dan rakus sambil melucuti satu persatu kain yang menempel di tubuh berisi itu.

Beberapa saat kemudian, mereka pun sudah sama-sama polos. Darwin tengah memacu tubuh Rania dengan gerakan sangat cepat. Desahan, erangan menggema di dalam kamar itu. Kedua sejoli itu tidak sadar dengan kedatangan seseorang.

Di tengah-tengah aktivitas panas tersebut, mulut Rania pun tak pernah berhenti mendesah dan meracau. Dia tidak tahu jika suaranya itu mengundang rasa penasaran bagi seseorang yang memiliki status dengan Darwin.

"Mas Darwin! Kak Rania!" pekik Selena dengan mata menyalak tajam. Perempuan itu berdiri di depan pintu kamar, seraya mengepalkan tangan.

Darwin dan Rania seketika menoleh, lalu menyebut nama Natasya bersamaan. "Selena!"

Seperti maling yang terpegok, keduanya kelabakan dan kebingungan. Darwin menggeram rendah, kesal karena kesenangannya terganggu. Dia lekas mencabut miliknya dari milik Rania, lalu meraih selimut yang sempat dia singkirkan ke lantai, kemudian menutupi tubuh telanjang Rania. Selesai dengan urusan Rania, baju yang berceceran di lantai, Darwin pungut satu persatu. Dia masuk ke dalam kamar mandi, lalu membanting pintunya.

bruakk!

Selena berjengit kaget, tetapi amarahnya belum sirna. Dia lantas melangkah menghampiri Rania yang bangkit dari ranjang dengan selimut melilit tubuhnya. Kakak tirinya itu menatap remeh sambil tersenyum miring.

"Kakak tega! Kakak tega sama aku! Hah? Kenapa Kakak tega tidur sama suamiku? Kenapa!"

Selena membentak Rania, sekuat tenaga dia menahan diri agar air matanya tidak tumpah. Meskipun pandangannya mulai mengabur, dan dadanya semakin terasa sangat sesak. Ditambah dengan bercak merah di sekitar area leher kakaknya, membuat kewarasan Natasya makin tak terkendali. Dia maju, mendekati Rania, lalu menarik paksa selimut yang menutupi tubuh telanjang Kakak tirinya itu.

"Lepas! Lepasin selimut itu! Itu selimutku! Kakak jahat! Kakak murahan! Minggir! Jangan duduk di ranjangku! Awas!" Selena terus menarik paksa Rania hingga terseret dan terjatuh di lantai.

"Auw! Sakit!" Rania meringis saat bokongnya menyentuh lantai. "Kurang ajar kamu, Selena!" Rania tak terima diperlakukan seperti itu.

Selena a tertawa sarkas. "Apa kakak bilang? Aku kurang ajar? Gak salah? Kakak yang gak punya otak! Kakak yang gak tau malu!"

"Selena!" Darwin yang sudah berpakaian lengkap menegur istrinya dengan suara lantang. Dia marah dan tak terima mendengar Selena menyebut Rania demikian.

Selena menatap sinis Darwin. "Apa? Kenapa, Mas? Kamu gak terima kalo aku manggil dia dengan sebutan itu? Kamu gak terima, hah! Lalu, sebutan apa yang cocok untuk perempuan murahan kayak dia? Apa? Jalang? Atau—"

"Selena! Jaga mulutmu! Dia kakakmu!" Darwin melangkah maju, melewati Selena begitu saja, lalu membantu Rania memakai pakaiannya.

Pemandangan tersebut membuat Selena makin tidak waras. Bisa-bisanya Darwin malah membantu Rania, bukannya malah menenangkannya. Baik! Sekarang Selena mengerti, jika Darwin memang tak pernah menganggapnya sebagai istri. Lalu, untuk apa lagi dia mempertahankan suami yang sudah tidur dengan kakak tirinya.

Tidak! Selena tidak bisa menerima pengkhianatan sebesar ini. Masa depannya masih sangat panjang. Masa mudanya pun tak boleh berakhir sia-sia hanya karena laki-laki brengsek seperti Darwin.

"Dia memang kakakku. Tapi kakak tiri! Kami bukan saudara kandung! Kalian berdua menjijikan! Cuih!" Selena berdecih, dan tiba-tiba ...

plak!

Muka Selena terlempar ke samping ketika telapak tangan Darwin mendarat sempurna di pipinya. Sakit bercampur rasa perih tentu mendominasi kulit mulusnya saat ini. Akan tetapi, dia tidak boleh menangis. Tidak!

Darwin mendekat, lalu mencengkeram kuat-kuat rahang Selena. Maniknya mengilatkan amarah yang begitu besar. Dia terkejut saat mengira jika istrinya itu akan menangis atau merintih memohon ampun. Justru sebaliknya, Selena menatapnya dengan tanpa rasa takut sedikitpun.

"Kamu itu harus jaga sikap di depan suamimu. Ngerti!"

Bibir Selena tersenyum sinis. Meski kulitnya terasa perih karena kuku-kuku Darwin menancap di pipinya. Walupun mulutnya susah payah untuk bicara. Dia tetap menjawab perkataan suaminya dengan berani. "Mungkin aku akan bersikap demikian kalo suamiku bukan laki-laki brengsek kayak kamu, Mas! Buat apa aku hormat sama laki-laki brengsek dan menjijikan kayak kamu, hah?"

"Sialan!" Darwin mengumpat, lalu menghempas Selena. Istrinya itu jatuh menelungkup di atas tempat tidur. "Kenapa Daddy harus nikahin aku sama perempuan gak waras kayak kamu. Sial!"

"Darwin." Rania mendekat, mengamit lengan Darwin. Dia berbisik pelan, "Tahan emosi kamu. Jangan sampe kamu lukain dia. Daddy-mu pasti akan marah besar."

Benar. Daddy-nya pasti akan marah karena sudah membuat menantu kesayangannya terluka. Akan tetapi, Darwin tidak peduli. Dia sudah tidak kuat dengan pernikahan terpaksa ini.

"Biarin. Aku juga udah muak sama pernikahan ini."

"Bagus!" Selena yang sudah berdiri tegak, dan terlihat baik-baik saja menyahut lantang.

Darwin dan Rania menatap tak percaya.

Selena melangkah dengan dagu terangkat tinggi. Ini kesempatan untuknya terbebas dari manusia tak beradab seperti Darwin. Maka dia pun akan mengambil keputusan.

"Kalo menurut Mas pernikahan ini udah memuakkan, lebih baik kita akhiri. Ceraikan aku! Dan kalian bisa melanjutkan hubungan tanpa perlu repot sembunyi-sembunyi kayak maling!"

_

bersambung ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Raudlatul Jannah
bagus selena kamu harus kuat... jangan lemah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status