GALIH benar benar datang menjemputnya di pagi buta. Dia bahkan datang jam satu pagi, lalu kisruh sendiri di rumah Dara untuk menggotong koper koper besar bawaan ibu dan adiknya.Dia sudah seperti kurir pengangkut barang alih alih orang yang datang untuk carmuk di depan keluarga Dara.Saat sampai stasiun kereta api, Galih bahkan tetap di sana sampai keretanya benar benar berangkat. Dia hanya melambaikan tangan dan membiarkan Dara pergi bersama keluarganya menuju kampung halaman mereka.Galih menghela napas kasar. Satu minggu berhubungan jarak jauh dengan pujaan hatinya, apakah dia sanggup melakukannya?Sanggup atau tidak, dia harus bisa melakukannya.Sebenarnya, Galih sudah bisa resign dari pekerjaan sementaranya mulai bulan depan, karena sumber masalah sudah ditemukan juga calon penggantinya sudah didapatkan.Hanya saja dia belum mau pergi, karena Dara bekerja sebagai bawahannya. Dia masih ingin tebar pesona, cari kesempatan, dan pedekate ulang dengan mantan pacar cantiknya ini. Setid
"BESOK pagi-pagi banget aku ke sini lagi, soalnya aku mau anterin kalian ke stasiun kereta api," kata Galih sebelum dia benar-benar pergi."Kamu nggak usah repot-repot gitu, deh. Kami bisa berangkat sendiri kok," tolak Dara mentah-mentah."Aku enggak repot, Dara. Besok kantor juga libur. Jadi nggak masalah kalau aku nganter kalian pagi-pagi banget kayak gitu." Galih tetap kukuh dengan niatnya."Tapi aku berangkatnya jam dua pagi, Aji." Dara mengembuskan napas kasar.Kenapa Galih kukuh sekali mau mengantarnya pergi, sih?"Kamu nggak usah aneh-aneh gitu, deh. Aku kan bisa nyewa gocar atau taksi online, jadi kamu nggak harus antar jemput segala."Galih menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Kamu harus mau dianterin sama aku atau aku bakal larang kamu buat pergi besok?" ancamnya dengan raut wajah serius.Dara langsung mencibir, "Kamu mau larang aku kayak gimana coba? Bukannya kamu udah kasih izin aku buat cuti dari kantor, ya?""Nurut aja kenapa, sih, Ra? Aku yang nganter nggak ngerasa ud
JIKA semalam Dara bisa membawa motornya berkelit memasuki jalanan sempit untuk mencegah Galih mengikutinya, kali ini dia tidak bisa melakukannya. Bahkan hanya untuk menang kecepatan saja dia tidak mampu melakukannya.Motor vespa keluaran lama miliknya jelas bukan saingan motor harley Galih yang terlihat gagah. Sebenarnya mengusir pria itu sekarang cukup mudah. Dara hanya perlu menerima tawarannya untuk balikan, lalu memaksa Galih untuk pulang.Sayang, Dara masih merasa enggan untuk balikan dengannya. Selain perbedaan kasta yang membuatnya ragu, juga karena pria itu memiliki kini masa lalu yang sedikit membuat hati Dara terluka saat membayangkannya.Dara masih tidak bisa menerima fakta, Galih telah merusak dirinya dengan sengaja. Perbuatannya itu membuat jarak baru yang begitu lebar di antara mereka. Dara bahkan mulai ragu, apakah dia masih mengenal sosoknya atau tidak.Galih memang berkata dia sudah berubah, tapi tidak ada kepastian jika dia kembali berulah. Jika dia berulah sebagai k
DARA keluar dari ruangan Galih dengan keadaan berantakan. Dia hanya membasuh wajah dengan air di kamar mandi sekenanya. Kelopak matanya terlihat bengkak dan matanya terlihat merah. Wajahnya juga tampak merah sampai ke telinga-telinganya.Penampilannya membuat semua teman-temannya langsung menatapnya curiga."Ra, lo abis diapain aja sama Pak Bos?" Dira langsung bertanya, raut wajahnya menunjukkan jika dia khawatir pada sahabatnya."Lo nggak habis ditunggangi sama dia di ruangannya, kan?""Hah?!"Pertanyaan itu sontak saja membuat semua orang menoleh dan memelototi Agus, sang tersangka yang punya mulut tidak disaring sebelumnya."Lo ngomong apa sih, Gus? Mana mungkin mereka sampai kayak gitu di sana? Pagi-pagi juga, otak lo udah jelek aja!" Farhan langsung memukul bahu teman kantornya yang kadang menjadi sangat tidak waras itu."Penampilan si Dara lo liat lah, Han! Acak-acakan kayak gitu, kayak abis diperkosa tahu!" selorohnya tanpa mengerem mulutnya sedikit pun.Dara langsung bergidik
"KAMU benar-benar menjadi terlalu percaya diri, ya?" Dara mendengkus pelan. "Aku tidak menangis karena kamu."Dara menepis tangan Galih yang sejak tadi menyentuh matanya layaknya hendak menghapus jejak air mata di sana. Padahal dia tidak sedang menangis. Matanya memang merah dan sedikit bengkak, tapi itu terjadi bukan karena dia menangisi pria yang berdiri di depannya saat ini.Galih menatapnya curiga. "Benarkah? Jangan coba-coba membohongiku, Dara. Aku tidak menyukainya.""Buat apa aku melakukannya?" Dara menghela napas lelah. "Tidak ada untungnya membohongimu, karena kamu sudah tahu semua rahasia yang kusimpan rapat selama ini."Benar, jika dia memang ingin membohongi Galih, dia tidak akan mengakui apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak akan mengaku soal keraguannya untuk menerima Galih kembali menjadi kekasihnya. Dia hanya akan menolak dan menghindar tanpa memberinya penjelasan apa-apa."Kalau begitu, apa yang sudah membuatmu menangis? Jika dilihat dari keadaannya, kamu baru
"RA, lo dipanggil Pak Bos ke ruangannya!"Dara baru saja menaruh tasnya di atas meja saat Dira mengatakan hal itu. Dia memejamkan mata, kemudian menghela napas berat. Dalam hati dia sedikit mengumpat, sepertinya Galih sama sekali tidak sabar untuk melihatnya setelah apa yang terjadi semalam."Apa udah terjadi sesuatu sama kalian semalam? Nggak biasanya banget dia sampai manggil lo sepagi ini." Dira kembali bertanya, raut wajahnya terlihat penasaran juga heran di saat bersamaan."Sedikit."Benar, hanya sedikit terjadi sesuatu di antara mereka. Mereka hanya mengurai benang kusut, tapi sepertinya Galih menemukan alasan untuk kembali mendekatinya mati-matian.Dara melangkah pergi menuju ruangan Galih sebelum Dira kembali bertanya padanya. Walaupun sekarang dia bisa lari, tapi ia yakin setelah ini Dira tidak akan melepaskannya.Dara mengetuk pintu ruangan Galih dan meminta izin untuk masuk seperti biasa. Setelah mendapat izin, Dara melangkah masuk dan menutup pintunya rapat-rapat. Dia tida