Share

9. Fakultas Impian

Tiba di gerbang Trisakti.

Aku tertegun. Rasa kagum menyelimuti. Sungguh kuasamu Ya Allah. Aku bisa sampai di titik ini. 

Dengan langkah gugup aku memasuki fakultas impianku.

Aku memasuki gerbang fakultas kedokteran Umum. Netraku kesana kemari. Bingung harus kemana. Akhirnya memberanikan diri aku bertanya kepada mahasiswa yang kebetulan lewat.

"Maaf, mas. Bagian akademik dimana?" Tanyaku sopan.

"Oh, disana mbak. Mbak belok kiri, nanti lurus, ketemu pojokan terus belok kanan lurus aja. MABA ya mbak?," ucapnya.

"Iya Mas," jawabku.

"Pokoknya ikuti saja yang saya katakan. Mahasiswa baru udah rame koq disana," ucapnya lagi.

"Ma kasih ya,mas...," ujarku menggantung kalimatku.

"Dewa Permana," ucapnya seolah tahu apa yang aku pikirkan.

"Saya Abella, mas, "ucapku seraya mengulurkan tanganku.

Dia menerima salamku. Aku bergegas ke tempat yang dimaksud. Kulihat disana sudah ramai yang antri. Kepalaku celingak celinguk menandakan aku bingung harus ngapain dulu.

Tiba disana, aku bertemu dengan beberapa mahasiswa baru juga dari berbagai SMU.

"Permisi," ucapku. "Benar disini bagian akademiknya?" Tanyaku kepada salah satu cewek yang berada di dekatku.

Maaf mba," tanyaku pada salah satu gadis yang sedang berdiri.

"Iya," jawabnya.

Manis sekali gadis ini, batinku.

"Enggg..anu, ini bagian akademik?" tanyaku lagi.

"Iya betul Teh. Teteh MABA juga?" tanyanya.

"Iya," jawabku.

"Beasiswa apa jalur mandiri?" tanyanya lagi.

"Beasiswa mba," ucapku sopan.

"Saya juga dari jalur beasiswa Teh. Saya Anggi Nahara dari Bandung," ujarnya sambil mengulurkan tangan.

"Abella, mba", balasku.

"Teteh ambil dulu antrian disana Teh, kalo udah dapat, Teteh balik lagi sini sama saya. Kita sama-sama atuh. Terus terang Teh, Anggi mah bingung kalau gak ada temen," pintanya dengan logat Sunda yang kental.

"Owh iya...iya...Ma kasih ya. Saya kesana dulu," ucapku.

Dan dengan susah payah menerobos, aku mendapat antrian juga. Nomor 54. Lumayanlah. Setelah itu, aku kembali ke tempat di mana Anggi duduk.

"Sini, Teh," ujarnya sambil menepuk bangku kosong di sebelahnya. 

"Teteh asli mana?" tanyanya.

"Saya asli Jakarta mba," ucapku.

"Jangan panggil mbak, atuh. Anggi saja, gak pake Nahara," guraunya.

Aku tertawa.

"Nomor berapa,Teh?" tanyanya lagi.

"Ini, 54," ucapku.

"Wah... deketan kita mah. Saya 52. Barengan ya Teh, terus terang saya deg degan. Baru pertama ke Jakarta," ucapnya.

Aku menggangguk setuju.

"Iya...iya.. boleh. Saya juga bingung dari tadi sendirian. Saya duduk disini ya," jawabku sambil menunjuk bangku kosong di sebelahnya. 

"Sok atuh. Mangga, sini teh," jawab Anggi mengajakku duduk.

"Antrian 52," ucap petugas.

"Giliran saya, Teh," ucapnya.

"Iya, silahkan. Tapi ntar selesai tungguin saya ya," pintaku.

Anggi mengangguk.

Dan tiba juga giliranku menyerahkan berkas administrasiku.

"Alhamdulillah, kita resmi jadi Mahasiswa Kedokteran ya Nggi," ucapku.

"Iya Teh, alhamdulillah," balasnya.

"Lapar, ke kantin yuk," ajakku.

"Boleh," balasnya.

Kami ke kantin. Disana banyak mahasiswa yang sedang makan siang. Entah yang mana mahasiswa baru dan lama tidak tampak perbedaan. Tapi minggu depan setelah masuk dan menggunakan seragam barulah saling mengenal.

Pesanan kami datang dan kami menyantapnya dengan lahap.

Gawaiku berbunyi.

"Halo," ucapku.

"Udah selesai Abella?" Yang ternyata Rangga.

"Udah ngga. Elo dan Mira gimana?" Tanyaku.

"Gue udah, Mira lagi otw. Gue jemput ya abis ini," ajaknya lagi.

"Iya, tapi gue lagi di kantin," ucapku.

"Sama siapa?" Tanyanya.

"Sama temen baru," jawabku.

"Hah...cowok apa cewek?" Tanyanya kaget.

"Ceweklah," ucapku.

"Ya udah, ntar gue kesana," ujar Rangga menutup pembicaraan kami.

"Pacar Teteh?" Tanya Anggi.

"Bukan, temen seperjuangan beasiswa," jawabku sambil menghabiskan makan dan minumku.

"Owh," ucap Anggi.

Gawaiku berbunyi.

"Gue ma Mira di depan, elo kantin yang mana?" Rangga ternyata.

"Gue udah selesai koq, gue ke depan sekarang ya," ucapku.

"Nggi, sorry, jemputan gue udah datang. Duluan ya," ucapku kepada Anggi.

"Silahkan Teh. Anggi juga mau balik ke kost," balasnya.

"Eh...eh... Teh Abel, bagi wa nya donk," pintanya.

"Eeh iya... sini HP elo," jawabku.

Dan aku mengetikkan no wa ku kemudian melakukan panggilan ke nomor ku sendiri.

"Udah ya, ini nomor elo juga udah gue save, bye... sampai ketemu minggu depan, "ujarku sedikit berlari karena Mira dari tadi memisscalled ku.

"Hai, sorry lama. Udah pada makan?" Tanyaku.

"Udah...makan angin," ucap Rangga.

Aku tertawa.

"Trus mau kemana?" Tanyaku.

"Ngadem ke Mall yuk," ajak Mira.

Rangga mengangkat bahunya.

"Serah deh pada mau kemana. Pokoke refreshing otak dulu," ucap Rangga.

"Gila aja, belom resmi masuk kampus gue udah di gandrungi cewek-cewek. Senior pula," ucapnya PD sambil melirikku.

"Elo kan playboy Ngga, jadi wajar aura ketampanan elo dan ke playboy an elo muncul di saat kek gini, " jawab Mira kesal.

Aku tersenyum mendengar pertengkaran kecil mereka.

Mira dan Rangga. Mereka berdua lah yang menjadi teman karibku sekarang. Meski hati ini masih menyimpan rasa terhadap Rangga, tapi aku tepis jauh-jauh. Pertemanan akan lebih berumur panjang dibanding hubungan hati.

Di mall.

"Gue ke food court dulu ya," ucap Rangga.

"Eh...barengan donk. Gue juga lapar," ucap Mira.

"Tapi kan udah ada yang kenyang," jawab Rangga ketus.

Aaa.. aku mengerti sekarang. Ternyata merek ngambek gara-gara aku makan siang duluan.

"Gue ikut, gue masih lapar," ucapku asal.

"Hah??" Ucap Rangga dan Mira bersamaan.

"Yang elo makan tadi lari kemana?" Ucap Mira.

"Tadi siang maksud kalian?" Tanyaku pura-pura bego.

"Tadi gue cuma makan roti bakar sama jus aja, mana mempan kalo sekarang gue gak makan nasi, laparlah," ucapku sedikit berbohong.

"Owh, ya udah buruan," ujar Rangga. 

"Cacing udah gak bisa diajak kompromi nih," tambahnya lagi.

Kami memasuki foodcourt. Aku memesan nasi ayam bakar. Mira masih dengan hoby lamanya, soto betawi+nasi. Dan Rangga kulihat dia memesan bakso dan somay.

Minumnya seperti biasa es legenda. Es teh, ha...ha...ha...

"Ngga, elo makan apa kesurupan?" Tanya Mira.

Aku hampir saja menyemburkan air dari mulutku.

"Makan lah, ada titisan gendoruwo nih di dalam badan gue, jadi kalo ada yang bikin kezzzzzzeeeellll neh, porsi makannya pasti dobel," jawab Rangga asal sambil melirikku tajam.

"Sorry deh, tadi gue kan kenalan ma Anggi, anak Bandung. Jadinya ke kantin nungguin dia selesai makan juga tadi. Trus kita tukaran no HP," jelasku akhirnya mengaku salah.

"Anggi pa Angga?" Tanya Rangga ketus.

"Cie...cie... ada yg jeolus," goda Mira.

"Siapa juga yang jeolus. Eh...kita kan pergi barengan ya. Ntar ada apa-apa, kan gue pasti yang disalahin. Jemput pake mobil gue, pergi ma gue. Mikir deh," jawab Rangga semakin ketus.

Aku cuma menggeleng ke arah Mira. Menandakan supaya jangan diladeni lagi omelan Rangga. Ntar tambah ribet.

Pukul 4 sore.

"Udah sore, balik yok," ajak Rangga.

"Gue mau bantuin nyokap kesayangan gue lagi. Ntar malam hang out ke kafe Mama yuks," ajaknya.

"Ogah ah... gue mau ngabisin waktu ma papa. Mumpung dia disini. Minggu depan udah berangkat proyek lagi dia," jawab Mira.

Rangga menolehku.

"Gue...eng...," ucapku.

"Gak mau juga gak apa-apa," ucap Rangga memotong ucapanku.

Ini anak kenapa, batinku.

Ya udah, kami pulang deh ke rumah masing-masing.

Setibanya dirumah, setelah mengucapkan terima kasih, dan melambaikan tangan kepada Rangga, aku memasuki rumah.

Ibu sudah menunggu ku disana.

Ah...bidadariku. Selalu setia di depan pintu disaat aku belum pulang. Menunggu harta karun, jawabnya jika kutanya kenapa.

Love you Bu. Kasih sayangmu tak tergantikan dengan apapun.

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Hai...hai...Abella sudah mulai tahap memasuki perkuliahannya. Rangga sudah mulai menampakkan sikap posesifnya. Mira cuek bebek aja kayak biasa.

Penasaran kan gimana kelanjutannya.

Malam ini Thor akan Up lagi semampunya.

Mohon maaf atas segala kekurangan ya.

Love you bye Mom Nury

💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status