Dua kemudian tidak ada kejadian yang berarti. Setelah Raelina menceritakan tentang apa yang dikatakan Leah pada Yosua, pria itu sangat marah.
Awalnya dia ingin menuntut Leah karena melakukan ancaman pada Raelina, namun mereka tidak memiliki bukti fisik untuk menuntut Leah selain ucapan Raelina yang tidak berdasar dan bisa saja Leah tidak mengaku karena tidak ada bukti.
Jadi pasangan itu mengawasi putri mereka 24 jam selama seminggu penuh dan tidak pernah mengalihkan perhatian mereka dari Zenith.
Bukannya mereka paranoid, namun mereka terlalu overproktetif pada putri mereka satu-satunya.
Raelina selama dua minggu penuh berada di rumah, pekerjaannya mengurus Zenith dan rumah menjadi ringan karena bantuan Yosua yang bergantian mengurus rumah dan Zenith setelah dia pulang dari pekerjaannya.
Dia tidak mengkhatirkan apa pun karena bisa berbagi beban dengan sang suami.
Segala beban pikiran tentang ancaman Leah terlempar ke belakang kepa
“Kamu sudah selesaikan? Aku akan kembali tidur.” Yosua mengambil bantal di sofa dan naik ke lantai dua tanpa peduli dengan Raelina lagi.Raelina berbalik memandang punggung Yosua yang menjauh. Sikap pria itu menjadi ketus. Ini pertama kali dia melihat Yosua marah padanya dan bertengkar. Jauh di lubuk hatinya merasa tersentil.Raelina menggigit bibir bawahnya. Dia mencoba untuk berpikir positif.Namun Yosua tidak mendengarnya dan tetap naik ke lantai dua sampai menghilang ke kamarnya.Raelina menarik napa mencoba untuk tenang. Mungkin Yosua benar-benar lelah, gumamnya dalam hati saat mengingat wajah lelah sang suami.Raelina mengalihkan pandangannya pada Zenith yang asyik bermain sendirian di kamarnya. Anak itu masih aktif dan bergerak ke sana kemari. Raelina mengalihkan pandangannya ke jam dinding dan melihat sudah pukul jam sebelah.Raelina ingat Yosua pulang jam sembilan pagi, dia jadi merasa bersalah karena sudah
“Apa kamu gila! Siapa yang mengizinkan kamu membawa anak haram itu ke rumah ini!”Yosua berhenti di depan ganda yang tertutup rapat. Dia melirik gadis di sampingnya.Gadis itu menundukkan kepalanya sambil meremas tangannya gugup.Dia semakin menundukkan kepalanya mendengar pertengkaran di balik pintu itu dan mendengar suara yang menyebutnya anak haram.“Aku tidak peduli kamu punya selingkuhan dan anak haram di luar, tapi jangan pernah coba-coba membawa mereka ke rumah ini!” Suara wanita itu semakin mengeras dan penuh emosi.“Lalu apa yang harus aku lakukan? Kamu bahkan tidak bisa memberiku anak! apa kamu ingin aku menyerahkan harta warisanku pada keponakanku?!”Suara Tuan Stephan balik membentak wanita yang diduga istrinya.Tidak terdengar lagi suara pertengkaran di dalam ruangan itu. Tak lama kemudian pintu terbanting terbuka dan sosok wanita paruh baya keluar dengan wajah penuh amarah.Dia
Suara dering ponsel membangunkan Yosua dari tidurnya. Dia membuka matanya menahan kantuk dan mengambil ponselnya di atas nakas, lalu melirik nama penelepon di ponselnya.Dia seketika bangun dan mengucek matanya.“Halo, Tuan Asrif.”“Yosua, kamu di mana sekarang?”“Aku di rumah.”“Nona Fiona kabur setelah mendengar berita kematian ibunya. Kamu cepat ke rumah duka sekarang!”Yosua terkejut mendengar Diana meninggal.“Sekarang?” Yosua melirik ke luar jendela melihat matahari sudah tingga. Tampaknya dia tidur kesiangan.Namun dia sedang cuti.“Tapi Pak, saya sedang cuti. Apa tidak bisa menyuruh orang lain?”“Aku sudah menyuruh orang lain, namun mereka kesulitan menangani Nona Fiona. Kamu harus datang sekarang! ini sangat penting,” balas suara pria di ujung telepon tegas.“Baik Pak,” balas Yosua hormat sebelum m
“Syukurlah kandunganmu tidak apa-apa. Kamu hanya tertekan dan itu berpengaruh pada janin di perutmu.”Raelina menghela napas lega mendengar hasil diagnosis dokter kandungan yang merupakan rekan dokter.“Banarkah? Terima kasih, Dokter Alina,” ucapnya dengan penuh syukur sambil mengelus perutnya.Dokter Alina tersenyum dan menunduk menulis resep di catatannya.“Aku memberimu resep untuk memperkuat kandunganmu. Lain kali kamu harus menjaga mood-mj agar tidak sampai stres dan tertekan. Berusahalah untuk menjaga pikiranmu tenang,” ujar Dokter memberi Raelina nasihat kemudian memberikan kertas resep obat pada Raelina.“Aku mengerti, terima kasih Dokter Alina,” balas Raelina mengambil kertas dari Dokter Alina.“Ke mana suamimu? Mengapa dia tidak menemanimu?” Dokter Alina bertanya penasaran karena tidak melihat Yosua menemani Raelina.Senyum di wajah Raelina menghilang, itu hanya ses
Yosua kembali ke rumah duka Diana usai menyelidiki kematian Diana di rumah sakit. Yosua mengulang kata-kata perawat yang memberi kronologi kematian Ibu kandung Fiona.“Ibu Diana memang sudah melewati masa kritis setelah operasi semalam. Ini tidak ada hubungannya dengan dampak dari operasi semalam. Awalnya dia terlihat baik-baik saja saat saya memeriksanya. Tapi .....” Suster itu menjeda kalimatnya sesaat, dia terlihat ragu-ragu ingin melanjutkan kalimatnya. Ekspresi wajahnya tampak cemas.Yosua menyilangkan tangannya di depan dada, matanya menatap suster itu tenang.“Apa yang terjadi setelah itu?”Suster itu menelan ludah gugup.“Sebenarnya aku tidak yakin, saat kembali untuk mengecek kondisi Ibu Diana, seorang pria asing keluar dari ruang rawat Ibu Diana. Aku pikir itu kerabat yang mengunjungi Ibu Diana. Tapi saat aku masuk ke ruangan itu, Ibu Diana terbaring kaku di atas ranjangnya. Ventilator yang menopang hid
Raelina menatap kosong langit malam yang tak berbintang. Putrinya sudah tertidur dalam gendongannya. Sudah tiga puluh menit dia menunggu namun Yosua belum juga datang. Bahkan satpam yang berjaga di parkiran sampai menanyakannya beberapa kali dan menyuruhnya menunggu di dalam gedung rumah sakit. Namun Raelina menolak dan akan menunggu Yosua. Dia takut Yosua datang dan melihatnya tidak ada. Raelina mencoba untuk berpikir positif Yosua pasti akan datang dan pasti ada yang membuatnya lama. Namun sejam kemudian Yosua masih belum juga datang. Menghubunginya pun tidak. Dia mencoba menelepon, namun telepon Yosua tidak aktif. Raelina mencengkeram ponselnya erat. Ekspresinya sangat muram, menatap layar ponselnya. Raelina lelah dan sangat kecewa, dia tidak ingin menunggu Yosua lagi dan memutuskan naik taksi pulang sendiri dengan hati penuh kekecewaan. Saat dia hendak memanggil taksi, ponsel di tangannya bergetar dan sebuah notice masuk ke m
“Aku memilih kamu bekerja kembali menjadi tentara. Meski aku merasa kesepian, aku tidak akan merasa sakit hati seperti ini.” Raelina menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya. Raut wajah Yosua berubah muram. “Aku juga tidak ingin melakukan ini dan membuatmu terabaikan! Kamu pikir aku ingin melakukan pekerjaan remeh ini, tapi demi kamu dan anak-anak kita, aku terpaksa! Aku juga ingin kembali ke tentara!” Suaranya sedikit keras dan tidak senang. Raelina tersentak mendengar bentakannya. Ekspresi Yosua melembut. “Maaf aku tidak bermaksud membentakmu. Kamu tahu aku sangat lelah hari ini.” Namun Raelina hanya mendengus. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Dia menatap Yosua dengan ekspresi muram. “Kamu bahkan tidak bertanya apa yang terjadi pada bayi kita. Apa kamu tahu aku nyaris kehilangan anak ini,” kata Raelina menunjuk perutnya. “Kamu berjanji akan menjaga kami dan selalu di sisi kami.
Yosua tersenyum menatap wajah Raelina lembut. Dia memejamkan matanya dan memeluk pinggangnya membalas ciumannya.Setelah beberapa saat Raelina mendorongnya dan berkata cemberut, “Kamu menyebalkan tahu,” ujarnya masih tidak puas meski Yosua menghiburnya dengan kejutan ulang tahunya.Dia memukul dadanya kesal.“Jangan pikir hadiah ini bisa membuatku memaafkanmu,” ujarnya terisak cemberut.“Aku tahu, maaf.” Yosua mengusap air matanya dan tersenyum lembut.“Maaf sikapku belakangan ini membuatmu kesal dan sedih. Lain kali aku tidak akan seperti ini lagi. Aku akan berusaha untuk mendahulukanmu di atas pekerjaanku, aku bersumpah.” Dia membuat sumpah dengan ekspresi serius.Raelina menarik napasnya dalam-dalam, rasa kesal dan sedih di hatinya perlahan-lahan memudar.Dia mendongak menatap Yosua, mendengar ucapan membuatnya sedikit terharu, memeluk tubuh pria itu.“Kamu tahu aku hanya