Share

Rindu Tak Tertahan

Penulis: Money Angel
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-12 10:42:50

‘Untuk apa kamu datang lagi?’ tanya Annisa dalam hati.

 

Seakan mengerti, Dimas juga terdetak di hati, ‘Aku kangen banget sama kamu, Nis. Aku nggak tahan lagi,’

 

Tapi Annisa hanya sesaat menatap Dimas sebelum hatinya jatuh lagi. Ia hanya mengangguk dan tersenyum singkat sebelum beralih menoleh pada Pak Rangkuti.

 

“Apa kabarnya, Pak?” Annisa menyapa ramah sebelum duduk di samping Novellin, tepatnya di seberang tempat duduk Pak Rangkuti dan Adimas yang dipisahkan oleh meja bundar.

 

“Kabar saya sehat, Annisa. Kamu yang gimana kabarnya? Sudah lama kita nggak ketemu, ya?” Pak Rangkuti menjawab senang. Semua mantan murid beliau pun ikut mendengarkan obrolan yang dimulai pada Annisa.

 

“Kita belum banyak ngobrol di telepon kemarin karena sama-sama sibuk. Jadi, kemarin kamu bilang kamu sekarang jadi perawat magang di rumah sakit Grand Healthy, kan? Kenapa nggak ikut kuliah jurusan kedokteran aja, Annisa? Kamu, kan, jenius banget,” Pak Rangkuti bertanya karena peduli. Annisa memang murid yang membanggakan bagi sekolah mereka saat itu.

 

“Nggak apa-apa, Pak. Saya memang milih jadi perawat. Saya suka, kok, sama kerjaan saya sekarang,” Annisa juga menjawab seadanya, jujur, tanpa basa basi atau meninggikan kemampuannya.

 

Semuanya ikut senang mengetahui tentang Annisa yang jarang terekspose di grup chat alumni. Obrolan kemudian dilanjutkan dengan ramah-tamah sebelum semuanya terdiam ketika Maya bertanya pada Annisa.

 

“Tapi, Nis. Aku dengar-dengar kamu mau nikah, ya? Calon kamu dokter mata di rumah sakit tempat kamu kerja, kan? Udah tentuin tanggal belum? Jangan lupa ngundang kita semua, dong!”

 

Sengaja. Maya jelas sengaja mengangkat topik panas ini di depan semua orang, terlebih di depan Adimas agar status Annisa yang kini sudah memiliki calon suami jelas didengarnya.

 

Bagaikan petir menyambar hatinya, Dimas langsung terkesiap. Tatapan kini semakin tajam tertuju pada Annisa seakan meminta jawaban kalau semua itu bohong.

 

“Hmm, iya. Tahun ini kami punya rencana nikah. Tapi belum tahu tepatnya kapan. Orang tua kami belum mutusin tanggal yang baik. Nanti bakalan dikabarin ke grup alumni kalau memang tanggalnya udah disepakati bersama,” dengan agak takut Annisa menjawab. Jelas ia menyadari kalau Dimas terus menatapnya tajam, maka dari itu Annisa tidak berani menghadapnya ketika bicara.

 

“Kamu masih muda, Annisa. Nggak usah terburu-buru nikah,” Pak Rangkuti mengalihkan percakapan ketika menyadari ada aroma hangus di sana, tapi itu jelas bukan makanan. Ada hati yang terbakar mendengar status Annisa.

 

Sebagai wali kelas mereka dulu, Pak Rangkuti yang paling tahu seberapa naifnya cinta di masa muda yang ditunjukkan Adimas pada Annisa. Bahkan dulu, Pak Rangkuti seperti malu melihat cinta anak remaja seperti Adimas yang begitu memanjakan Annisa sebagai kekasihnya, dibandingkan dirinya yang masih melajang saat itu.

 

“Dengan kepintaran kamu, kamu bisa jadi dokter juga, Annisa. Menikah memang harus dan penting, tapi masa depan yang cemerlang juga harus jadi pertimbangan kamu. Kamu itu kebanggaan saya, dan dulu saya punya mimpi kalau kamu akan jadi dokter seperti cita-cita kamu,”

 

Menanggapi nasihat sang guru, Annisa hanya tersenyum legowo tanpa bantahan, “Saya akan dengar nasihat Bapak. Kami juga nggak terburu-buru. Kami juga punya cita-cita besar ke depannya, Pak. Terima kasih nasihatnya, saya jadi pengen balik sekolah dan jadi murid Bapak lagi,” ucapnya santai sambil sedikit terkekeh.

 

“Ya, saya juga rindu masa-masa kebandelan kalian semua, haha!” Pak Rangkuti tertawa bebas, diikuti tawa mantan muridnya yang duduk mengelilinginya.

 

“Pak, sepertinya saya izin pulang duluan. Saya dapet shif sore, jadi mau beres-beres dulu,” Annisa yang meminta izin pamit membuyarkan nostalgia masa lalu yang menyenangkan.

 

Banyak yang menyayangkan pamitnya Annisa saat ini. Tapi Pak Rangkuti sebagai orang yang bijak, tidak akan memaksakan acara santai ini untuk mengganggu waktu Annisa yang penting. Jadi beliau mengizinkan Annisa untuk undur diri dari sana.

 

Tanpa diikuti Novellin yang masih ingin menghabiskan waktu di sana, Annisa keluar dari aula reuni. Dia tidak tahu kalau seseorang juga ikut meninggalkan acara tahunan itu.

 

Annisa berjalan linglung, tidak memperhatikan orang yang berlalu lalang di sana. Tepat di lorong toilet yang sebelumnya ia masuki, tangan Annisa tertarik ke ruangan di sebelah toilet, tempat di mana peralatan kebersihan berada.

 

Jantungnya hampir melompat ketika tubuhnya didekap erat dari belakang.

 

“Nis, aku kangen kamu...” suara berat dan lirih itu jelas ia tahu siapa pemiliknya. Tubuhnya semakin bergetar, tapi itu bukan takut melainkan sedih.

 

“Lepasin aku,” Annisa yang sekuat tenaga menahan sesak tangis yang hampir keluar, hanya bisa mengucap penolakan singkat. Tapi sepertinya Adimas tidak peduli.

 

Ia menjatuhkan hidungnya untuk bersandar di pundak Annisa untuk menghirup aroma parfum yang masih sama seperti tujuh tahun ia meninggalkannya.

 

“Sebentar aja, Nis, tolong... Biarin aku peluk kamu kayak gini sebentar,” mohon Dimas pada wanita yang dicintainya sejak dulu. Ia benar-benar merindukan Annisa hingga sakitnya rindu seakan ingin membunuhnya.

 

Ingin terlarut dalam pelukan rindu Adimas, tapi akal sehat Annisa yang merespon cepat membuatnya tidak berani menerima rindu itu. Ia langsung ingat pada Zaky kekasihnya, terlebih pada sakitnya ditinggalkan Adimas tujuh tahun lalu.

 

Annisa cepat membuka kuncian tangan Adimas ketika terasa melonggar, dan ia pun berbalik mendorong Adimas.

 

“Kamu jangan gila! Kamu nggak—“ belum lagi Annisa selesai, tubuhnya terdorong Dimas hingga membentur dinding. Dimas mengunci Annisa dengan tangan yang disandarkannya ke dinding.

 

Jarak wajah mereka diperpendek Dimas tanpa mengalihkan tatapan mata sayunya ke seluruh wajah Annisa yang panik.

 

“Stop, kamu mau apa?”

 

Tidak menjawab, tapi Adimas malah lebih mendekatkan wajahnya hingga hanya tertinggal beberapa inci saja sebelum berucap, “Aku nggak kuat lagi tahan kangen ini, Nis... [kiss]

 

Sedetik kemudian Dimas tanpa malu dan bersalah mendaratkan miliknya untuk disatukan dengan daging lembut beraroma peach milik Annisa. Dimas akhirnya bisa mengurangi rasa rindu yang seakan membunuhnya.

 

‘Mulai hari ini kamu pacarku, kamu hanya milikku. Aku janji, akan selalu buat kamu bahagia, Annisa,’

 

Kalimat manis pertanda hubungan mereka yang baru saja dimulai dulu, kembali terngiang di benak Annisa yang saat ini memejamkan mata, menikmati sentuhan daging lembut dingin yang dirinduinya.

 

‘Kamu mau berapa banyak? Dua puluh juta? Lima puluh juta?’

‘Lupakan Adimas dan hidup dengan baik selayaknya anak perempuan miskin yang tahu diri. Kamu dan Adimas itu masih kecil. Yang kalian sebut hubungan, itu cuma cinta monyet. Pasti nanti akan bubar kalau kalian sama-sama dewasa. Adimas akan kami bawa ke Amerika, jadi jangan ingat-ingat dia lagi!’

 

Mata Annisa membuka lebar. Air matanya seketika jatuh ketika ingatan lain yang menyakitkan ikut terbawa di momen haru ini. Annisa langsung menarik wajahnya dari rengkuhan Dimas dan… [Plak!!!]

 

Sebuah tamparan keras di pipi Dimas membangunkannya dari mimpi indah ketika ia bisa memeluk dan mencium Annisa lagi seperti dulu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mantanku Gagal Move On   Mantanku Gagal Move On TAMAT

    Hari membosankan di rumah sakit berakhir, hingga tibalah semuanya di hari ini. Tepatnya di hotel bertaraf Internasional milik keluarga Sunny. Saat ini sedang diadakan acara yang meriah tapi itu hanya dihadiri orang-orang tertentu saja, bahkan tidak ada peliput media di sana. Pasalnya, hari ini merupakan hari bahagia Adimas dan Nissa yang sejak awal memang belum mengadakan resepsi pernikahan mereka. Para tamu yang datang tidak hanya dari kalangan pebisnis terdekat saja. Ada juga beberapa petinggi keamanan negara seperti kakek dan keluarga Rama lainnya. Dan juga, beberapa orang dengan penampilan serba hitam yang merupakan kerabat Sunny dan itu jelas bukan orang sembarangan. Tempat resepsi pernikahan dan juga para tamu undangan yang terbuat khusus ini juga atas saran dari Sunny. Itu karena setelah Nissa mengungkapkan apa yang ia dengar dari Akbar tentang identitasnya memiliki ayah yang tidak biasa. Setelah berdiskusi dengan keluarganya, Sunny menyarankan pada Adimas agar istrinya itu be

  • Mantanku Gagal Move On   Bangun dan Bersama Lagi

    Setelah tiba di rumah sakit, Dimas harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Jay dan Nyonya Risti, hanya Rama yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Dimas melihat wajah Rama ketika menjenguknya dan itu membuat Dimas tersenyum.Rama yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Dimas. "Lo nggak apa-apa, Ram?" tanya Dimas dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Nggak terbalik nih pertanyaannya? Yang lagi rebahan siapa, bro?” Rama menjawab dengan candaan, “Gimana keadaan Lo, Mas? Gue senang lihat Lo bangun. Gue takut karena udah semingguan ini Lo koma dan lemah terus.” Sambungnya mulai berucap sedih.“Gue masih kuat bercanda sama Lo, kok. Tapi

  • Mantanku Gagal Move On   Benci Dan Terima Kasih

    Rama dan Dimas tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Akbar yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Akbar menendang tubuh Dimas dan Rama berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Nissa punya aku. Nissa milik aku. Kalian harus mati!” kalimat ini terus Akbar gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Nissa, Akbar tidak sedikitpun menaruh ampun pada Rama dan Dimas yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas banget pelurunya tinggal dua. Cukup buat bunuh Lo berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya nggak pakai peluru Lo juga, sebentar lagi Lo pada mati.”“Tapi kayaknya gue nggak mau ambil resiko kalau nanti Lo berdua jad

  • Mantanku Gagal Move On   Tertembak

    Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Akbar dan Nissa.Dengan petunjuk yang Jay berikan, Dimas dan Rama tiba di tempat tersebut.“Apa nggak berlebih banget ngepung Akbar sampai beginian?” Rama bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini gue pribadi nggak punya masalah sama Akbar.” Sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau Lo cuma mau tanya doing, ngapain Lo yang heboh pakai acara minta bantuan militer juga?” Dimas mengomentari, “Lagian ngapain dia kabur waktu anggota Jay mau periksa mereka sesuai protokol keamanan? Kalau nggak punya salah, si brengsek itu ngapain lari sampai ke sini?” Dimas memberikan penilaian tepat.“Gue mau turun sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Rama, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan sana.“Jay, gimana?” Dimas langsung bertanya pada Jay saat

  • Mantanku Gagal Move On   Tersudutkan

    Akbar baru saja membantu Nissa untuk berpindah langkah dengan hati-hati. Tidak lupa juga ia membenahi jaket tebal dan penutup kepala Nissa agar tidak terkena angin pelabuhan yang berhembus kencang.“Terima kasih.” Nissa berucap singkat dan mulai berjalan. Tapi langkahnya terhenti dan ia menoleh pada Akbar yang diam di belakangnya, “kamu kenapa?” tanyanya.“Ngapain kamu balik lihat aku? Aku cuma pengen lihat punggung kamu waktu jalan. Sama kayak yang kamu lakuin ke aku tiap kali kamu tinggalin aku. Aku mau mastiin perasaan aku kali ini. Kenapa rasanya beda banget kayak gini.” Akbar menjawab dengan senyumnya yang putus asa. Entah mengapa ia merasa kacau dan bimbang, padahal ia sudah membawa Nissa sampai ke daratan ini.Nissa hanya tertegun tidak mengerti. Hatinya juga kacau saat ini. Melangkahkan kakinya lagi di daratan Pulau Jawa itu membuatnya bimbang. Ia ingin sekali kabur dan meminta tolong untuk dijauhkan dari Akbar dan kembali ke Dimas, tapi mengingat kondisinya yang tidak memungk

  • Mantanku Gagal Move On   Setitik Cahaya Di Langit Mendung

    ‘Adimas, aku baru saja mendapatkan informasi tentang kapal asing yang terdaftar dengan nama Akbar Lesmana memasuki perairan Teluk Jakarta. Diduga kapal tersebut akan menuju Tanjung Priok.’‘Anak buahku mengkonfirmasi kapal tersebut berisi kurang dari sepuluh awak di antaranya terdapat seorang wanita mengandung. Anak buahku tidak mengenal wanita itu karena wajahnya ditutupi topi berpenutup. Tapi itu sangat mencurigakan.’‘Laporan anak buahku kali ini mereka anggap penting karena sebelumnya Akbar Lesmana tidak pernah membawa wanita keluar pulau, tapi ini malah membawa wanita dengan perut yang besar. Kusarankan kau segera ke sana bagaimana pun caranya. Aku juga akan memerintahkan pasukanku yang berada di sana untuk mengintai pria berbahaya itu.’Itu adalah beberapa pesan dari Sunny, sahabat Adimas yang memiliki koneksi tidak terbatas. Selama ini para anak buah yang ditugaskannya mengintai Akbar Lesmana yang dicurigai berkaitan dengan hilangnya Nissa, tidak mendapatkan informasi apapun ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status