“Ya udah, aku pergi dari sini. Tapi aku pergi karena aku mau kasih kamu waktu buat jelasin hubungan kamu sama dia. Kamu itu punyaku, Nis, cuma milik aku!” tegasnya sebelum pergi dari sana. Tapi sebelum itu Dimas masih sempat menatap hangat wajah Nissa yang banjir air mata.
“Maafin aku karena udah buat kamu nangis lagi. Tapi aku janji kalau ini air mata kamu yang terakhir. Jelasin hubungan kita sama dia dan setelah itu cuma bahagia yang bakalan kamu lihat di samping aku. Sampai jumpa, Nissa sayang,” ucapnya lembut sebelum benar-benar melangkahkan kakinya.“Mau ke mana kamu, hei!” Zaky memanggil Dimas. Ia keberatan kalau Adimas pergi dari sana, tapi Nissa menahannya agar membiarkan Adimas pergi.“Biarin dia pergi, Zaky. Aku bakalan jelasin semuanya sama kamu,""Jelasin apa lagi? Jelasin kalau dia memang mantan pacar kamu waktu SMA? Ternyata dia orangnya yang buat kamu selalu nolak kalau aku ajakin nikah? Iya, kan?”Pertanyaan Zaky yang mendesak membuat Nissa diam dan menunduk. Sekalipun Nissa adalah perempuan berkepribadian kuat, tapi masalah kali ini memang salahnya.Zaky memegangi kedua lengan Nissa dan menatapnya serius, “Nissa, lihat aku. Kamu jangan bohong lagi sekalipun aku harap yang diomongin laki-laki tadi cuma bohongan!”“Dia benar mantan kamu?” Zaky mulai bertanya tegas, dan Nissa mengangguk lemah. Ada helaan napas kecewa dari Zaky.“Kalian pernah tidur bareng?”“Dia yang pertama sentuh kamu?”“Dia bilang kalian juga ciuman di saat kamu sadar kalau kita bakalan nikah sebentar lagi?”Nissa menangguk lagi. Kepalanya malah semakin menunduk bersalah. Semua yang dinyatakan pada Nissa benar adanya.Zaky sepenuhnya kecewa. Ia berbalik badan dan memunggungi Nissa. Setelah itu ia berteriak kesal sambil memukul udara, karena tidak mungkin ia melampiaskan kekesalan besar itu pada Nissa.“Zaky, maafin aku. Mungkin semua itu benar, tapi kami memang nggak punya hubungan apa pun lagi sekarang. Semuanya masa lalu,”Nissa mencoba membujuk lagi, tapi tatapan tajam Zaky menegaskan semuanya, “Jangan ngomong apa-apa dulu samaku, Nis. Aku butuh sendiri,”Setelah berucap dingin, Zaky yang kecewa melangkah menjauh dari Nissa dan masuk ke dalam rumah mereka. Sementara Nissa yang tidak berdaya, berjongkok sambil menumpukan kepalanya di lutut, melanjutkan tangis rasa bersalahnya setelah membuat Zaky kecewa.***“Zaky, kamu nggak lagi tidur, kan? Jus wortel kamu udah aku buatin, nih!”Setelah mencoba menenangkan dirinya, ia kembali di depan pintu kamar Zaky, Nissa memanggilnya sembari membawa secangkir jus wortel segar yang rutin diminum Zaky setelah pulang bekerja. Dengan harapan kalau Zaky akan melunak sedikit untuk bisa mendengarkan pengakuannya.Tanpa jawaban, pintu terbuka seketika. Ada Zaky yang membukakan pintu dengan wajah tanpa ekspresi, “Masuk. Aku mau bicara sama kamu,”Nissa menangguk dan melangkah masuk ke kamar Zaky. Di dalam kamar yang tenang dengan nuansa putih bersih itu ternyata tidak membuat hati Nissa ikut tenang. Ia tentu cemas dengan pemikirannya sendiri tentang anggapan Zaky padanya.“Jus kamu,” Nissa menyodorkan jus di tangannya dan Zaky menerima, tapi bukan untuk diminum melainkan diletakkannya di meja kecil sebelah ranjang. Kini mereka duduk berdua di pinggiran ranjang Zaky.Zaky menatap Nissa dengan raut kecewa, “Aku kecewa, Nis,”Nissa mengangkat wajahnya yang awalnya menunduk di depan Zaky. Suara berat Zaky yang menahan marah jelas membuatnya sedih.“Maafin aku, Ky. Aku nggak bermaksud buat kamu kecewa kayak gini. Dia memang mantan pacar aku, tapi kami udah nggak punya hubungan apa pun sampai sekarang,”“Percaya sama aku, kami nggak saling ketemu udah tujuh tahun dan baru hari ini aku ketemu dia di reuni. Aku juga kaget waktu dia balik ke sini dan...”“Dan kalian ngelanjutin hubungan kalian? Mau CLBK lagi?” ucapan Zaky memotong penjelasan Nissa."Ky, nggak gitu. Kamu kan tau selama ini aku cuma jalin hubungan sama kamu,”“Hubungan tanpa cinta ini yang kamu maksud?" ucapan Zaky membuat Nissa terdiam.“Benar, kan, hubungan kita ini tanpa cinta? Cuma aku yang sayang sama kamu dan kamu jelas enggak. Sekalipun hubungan kita hampir sampai ke pernikahan, tapi satu kali pun kamu nggak pernah bilang kalau kamu cinta sama aku, Nis,”“Kamu tau? Di sini sakit. Hati aku sakit. Mungkin kalau berdarah itu rasanya mendingan, tapi nyatanya enggak!”“Dari dulu waktu aku kejar kamu sampai detik ini. Aku selalu berharap kalau kamu satu kali aja. Satu kali aja, Nis, kamu bilang sama aku kalau kamu juga cinta sama aku. Apa itu berlebihan banget?”Semua ucapan Zaky semakin membuat Nissa merasa bersalah. Ia mencoba meraih tangan Zaky untuk digenggamnya, tapi Zaky menolak.“Kamu masih cinta sama mantan kamu, kan?” satu pertanyaan lagi kini membuat Nissa semakin berat. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, suara mengiyakan terdengar meronta, tapi akal dan sebagian besar dirinya jelas menolak.“Dia, kan, alasan kamu kenapa selama ini kamu nggak bisa terima aku seutuhnya? Jujur aja, Nis. Udah ketahuan juga, kok. Buat apa kamu nyangkal lagi?” kini nada bicara Zaky lebih kesal dari sebelumnya. Pertanyaan berbau tekanan bisa Nissa rasakan.“Apa maksud kamu?”“Maksudku jelas, Nis. Dia alasan kamu nggak pernah mau kalau hubungan kita ini jelas. Kamu nggak bisa terima aku seutuhnya. Kamu selalu nolak aku cium, nolak aku sentuh dengan alasan kalau tidur bareng itu bakalan lebih indah waktu kita udah nikah nanti,”“Tapi nyatanya di hati kamu masih dia. Kamu tau nggak, gimana rasanya ditipu waktu hubungan kita udah sejauh ini? Muka aku kayak dilempar kotoran, tau nggak?!”“Nggak gitu, Zaky. Aku udah terima kamu sebagai pasangan aku. Kalau enggak, kenapa aku mau kamu ajakin nikah? Kita juga satu rumah dan udah di titik ini. Kenapa kamu masih raguin aku? Aku udah bilang kalau dia itu masa lalu yang nggak ada sangkut pautnya sama aku. Pasangan aku cuma kamu, Ky. Percaya sama aku dong!” Nissa mencoba menjelaskan.“Kalau gitu buka baju kamu dan cium aku!”Nissa seketika menghentikan penjelasannya. Wajah Nissa membatu kala ucapan Zaky begitu tidak pantas didengar.“Zaky, kamu...”“Kenapa diam? Heran?” dengan nada yang meremehkan, Zaky semakin menjadi-jadi, “Kalau kamu memang ngerasa bersalah udah khianatain aku dan hubungan kita. Kenapa nggak bisa ngelakuin yang aku minta, sih?”“Kalau kamu memang udah terima aku sebagai pasangan kamu, apa susahnya sih, buka baju terus tidur sama aku? Lagian kamu, kan, udah bekasnya dia. Harusnya aku dong yang rugi karena capek-capek nungguin kamu sampai nikah nanti tapi yang aku dapet malah bekasnya laki-laki lain,”“Anggap aja itu bukti cinta kamu ke aku dan anggap juga kalau aku bakalan ngilangin bekas dia di tubuh kamu. Jadi kalau kamu bener-bener peduli sama hubungan kita, tunjukkin, Nis!”Hari membosankan di rumah sakit berakhir, hingga tibalah semuanya di hari ini. Tepatnya di hotel bertaraf Internasional milik keluarga Sunny. Saat ini sedang diadakan acara yang meriah tapi itu hanya dihadiri orang-orang tertentu saja, bahkan tidak ada peliput media di sana. Pasalnya, hari ini merupakan hari bahagia Adimas dan Nissa yang sejak awal memang belum mengadakan resepsi pernikahan mereka.Para tamu yang datang tidak hanya dari kalangan pebisnis terdekat saja. Ada juga beberapa petinggi keamanan negara seperti kakek dan keluarga Rama lainnya. Dan juga, beberapa orang dengan penampilan serba hitam yang merupakan kerabat Sunny dan itu jelas bukan orang sembarangan.Tempat resepsi pernikahan dan juga para tamu undangan yang terbuat khusus ini juga atas saran dari Sunny. Itu karena setelah Nissa mengungkapkan apa yang ia dengar dari Akbar tentang identitasnya memiliki ayah yang tidak biasa. Setelah berdiskusi dengan keluarganya, Sunny menyarankan pada Adimas agar istrinya itu ber
Setelah tiba di rumah sakit, Dimas harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Jay dan Nyonya Risti, hanya Rama yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Dimas melihat wajah Rama ketika menjenguknya dan itu membuat Dimas tersenyum.Rama yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Dimas. "Lo nggak apa-apa, Ram?" tanya Dimas dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Nggak terbalik nih pertanyaannya? Yang lagi rebahan siapa, bro?” Rama menjawab dengan candaan, “Gimana keadaan Lo, Mas? Gue senang lihat Lo bangun. Gue takut karena udah semingguan ini Lo koma dan lemah terus.” Sambungnya mulai berucap sedih.“Gue masih kuat bercanda sama Lo, kok. Tapi
Rama dan Dimas tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Akbar yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Akbar menendang tubuh Dimas dan Rama berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Nissa punya aku. Nissa milik aku. Kalian harus mati!” kalimat ini terus Akbar gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Nissa, Akbar tidak sedikitpun menaruh ampun pada Rama dan Dimas yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas banget pelurunya tinggal dua. Cukup buat bunuh Lo berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya nggak pakai peluru Lo juga, sebentar lagi Lo pada mati.”“Tapi kayaknya gue nggak mau ambil resiko kalau nanti Lo berdua jad
Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Akbar dan Nissa.Dengan petunjuk yang Jay berikan, Dimas dan Rama tiba di tempat tersebut.“Apa nggak berlebih banget ngepung Akbar sampai beginian?” Rama bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini gue pribadi nggak punya masalah sama Akbar.” Sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau Lo cuma mau tanya doing, ngapain Lo yang heboh pakai acara minta bantuan militer juga?” Dimas mengomentari, “Lagian ngapain dia kabur waktu anggota Jay mau periksa mereka sesuai protokol keamanan? Kalau nggak punya salah, si brengsek itu ngapain lari sampai ke sini?” Dimas memberikan penilaian tepat.“Gue mau turun sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Rama, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan sana.“Jay, gimana?” Dimas langsung bertanya pada Jay saat
Akbar baru saja membantu Nissa untuk berpindah langkah dengan hati-hati. Tidak lupa juga ia membenahi jaket tebal dan penutup kepala Nissa agar tidak terkena angin pelabuhan yang berhembus kencang.“Terima kasih.” Nissa berucap singkat dan mulai berjalan. Tapi langkahnya terhenti dan ia menoleh pada Akbar yang diam di belakangnya, “kamu kenapa?” tanyanya.“Ngapain kamu balik lihat aku? Aku cuma pengen lihat punggung kamu waktu jalan. Sama kayak yang kamu lakuin ke aku tiap kali kamu tinggalin aku. Aku mau mastiin perasaan aku kali ini. Kenapa rasanya beda banget kayak gini.” Akbar menjawab dengan senyumnya yang putus asa. Entah mengapa ia merasa kacau dan bimbang, padahal ia sudah membawa Nissa sampai ke daratan ini.Nissa hanya tertegun tidak mengerti. Hatinya juga kacau saat ini. Melangkahkan kakinya lagi di daratan Pulau Jawa itu membuatnya bimbang. Ia ingin sekali kabur dan meminta tolong untuk dijauhkan dari Akbar dan kembali ke Dimas, tapi mengingat kondisinya yang tidak memungk
‘Adimas, aku baru saja mendapatkan informasi tentang kapal asing yang terdaftar dengan nama Akbar Lesmana memasuki perairan Teluk Jakarta. Diduga kapal tersebut akan menuju Tanjung Priok.’‘Anak buahku mengkonfirmasi kapal tersebut berisi kurang dari sepuluh awak di antaranya terdapat seorang wanita mengandung. Anak buahku tidak mengenal wanita itu karena wajahnya ditutupi topi berpenutup. Tapi itu sangat mencurigakan.’‘Laporan anak buahku kali ini mereka anggap penting karena sebelumnya Akbar Lesmana tidak pernah membawa wanita keluar pulau, tapi ini malah membawa wanita dengan perut yang besar. Kusarankan kau segera ke sana bagaimana pun caranya. Aku juga akan memerintahkan pasukanku yang berada di sana untuk mengintai pria berbahaya itu.’Itu adalah beberapa pesan dari Sunny, sahabat Adimas yang memiliki koneksi tidak terbatas. Selama ini para anak buah yang ditugaskannya mengintai Akbar Lesmana yang dicurigai berkaitan dengan hilangnya Nissa, tidak mendapatkan informasi apapun ka