Share

14. Jadwal Berubah

Penulis: Difanah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 15:50:04

Pagi datang dengan sunyi yang lembut. Udara masih dingin, dan langit di luar jendela menggantungkan awan-awan kelabu. Tak ada sinar matahari yang menyapa pagi ini, hanya cahaya samar yang menyusup dari sela tirai kamar Aluna.

Perlahan, Aluna membuka matanya. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk benar-benar tersadar dari tidurnya yang sempat gelisah.

Ia bangkit perlahan dari ranjang, menarik selimut dari tubuhnya, dan berjalan ke arah jendela. Dengan gerakan tenang, dia membuka gorden dan kemudian membuka jendela lebar-lebar.

Angin pagi langsung menyapa wajahnya. Dingin. Menyegarkan. Tapi tak cukup untuk mengusir keheningan di hatinya.

Langit mendung seperti mencerminkan pikirannya yang berat. Ia menatap langit itu lama… seakan mencari jawab atas segala yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.

Pikirannya kembali pada malam sebelumnya.

Percakapan di restoran. Tatapan mata Reyhan. Penjelasan yang selama ini ia tunggu, dan akhirnya datang juga.

Tentang kesalahpahaman, tentang permainan y
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   16. Merayakan

    Tepat jam setengah 4 sore. Bunyi klik yang halus dari pintu besar ruang rapat membuat Reyhan dan Kirana serempak menoleh. Udara di koridor seakan ikut menegang saat daun pintu terbuka perlahan.Satu per satu para pemegang saham keluar dari ruangan dengan raut wajah serius, sebagian mengangguk kecil pada staf yang berdiri di luar, sisanya langsung melangkah cepat ke lift eksekutif tanpa berkata-kata.Mereka tampak elegan dalam setelan jas dan gaun formal, membawa aura kekuasaan dan keputusan besar yang baru saja diambil.Reyhan berdiri dari duduknya. Kirana refleks merapikan blouse-nya. Keduanya menatap ke arah pintu yang masih terbuka, berharap sosok yang mereka tunggu segera muncul.Dan akhirnya, dari balik pintu, Aluna muncul.Wajahnya sedikit pucat, tapi senyum merekah dengan tulus di bibirnya. Tangannya mendorong kursi roda sang Kakek, yang duduk tenang dengan sorot mata penuh bangga.Di belakang mereka, Pak Yono berjalan sambil membawa map rapat, dan dua petugas medis ikut menyer

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   15. Rapat Pemegang Saham

    Pintu lift di depan Aluna terbuka pelan, langsung menghadap lorong berkarpet tebal dengan lampu-lampu gantung bergaya klasik.Di ujung lorong, sebuah pintu besar dari kayu jati terbuka sebagian. Dari sana, suara diskusi ringan terdengar, para pemegang saham tengah menunggu.Langkah Aluna tanpa keraguan. Setelan biru muda dan biru tua yang dikenakannya membuatnya terlihat anggun dan profesional, meski wajahnya masih menyimpan jejak ketegangan.Seorang staf berdiri di dekat pintu masuk, tangannya membawa sebuah tablet dengan layar yang menampilkan profil Aluna. Begitu melihat sosok yang ada di layar tabletnya, ia segera membuka pintu besar itu."Selamat siang, Nona. Silakan masuk. Semua sudah berkumpul."Aluna menganggukkan kepalanya pelan. “Selamat siang.”Beberapa pasang mata menoleh saat Aluna masuk. Para pria dan wanita paruh baya berpakaian rapi itu berhenti bicara, beberapa di antara mereka mengangguk ramah, sementara lainnya hanya menatap tanpa ekspresi.Saat melihat di ujung mej

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   14. Jadwal Berubah

    Pagi datang dengan sunyi yang lembut. Udara masih dingin, dan langit di luar jendela menggantungkan awan-awan kelabu. Tak ada sinar matahari yang menyapa pagi ini, hanya cahaya samar yang menyusup dari sela tirai kamar Aluna.Perlahan, Aluna membuka matanya. Butuh waktu beberapa detik baginya untuk benar-benar tersadar dari tidurnya yang sempat gelisah.Ia bangkit perlahan dari ranjang, menarik selimut dari tubuhnya, dan berjalan ke arah jendela. Dengan gerakan tenang, dia membuka gorden dan kemudian membuka jendela lebar-lebar.Angin pagi langsung menyapa wajahnya. Dingin. Menyegarkan. Tapi tak cukup untuk mengusir keheningan di hatinya.Langit mendung seperti mencerminkan pikirannya yang berat. Ia menatap langit itu lama… seakan mencari jawab atas segala yang belum bisa ia pahami sepenuhnya.Pikirannya kembali pada malam sebelumnya.Percakapan di restoran. Tatapan mata Reyhan. Penjelasan yang selama ini ia tunggu, dan akhirnya datang juga.Tentang kesalahpahaman, tentang permainan y

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   13. Salah Paham

    Mobil berhenti perlahan di depan rumah utama. Gerimis mulai turun, menimbulkan aroma tanah basah yang samar menyusup ke udara sore.Begitu mesin dimatikan, Aluna langsung membuka pintu dan melangkah cepat menuju rumah. Langkahnya tegap namun jelas terburu-buru.“Kayaknya Nona mau langsung kerja lagi,” ucap Kirana sambil membuka pintu mobil.Reyhan hanya mengangguk singkat. Ia menunggu Kirana berjalan ke kamarnya yang berada di halaman belakang, sebelum mulai memundurkan mobil perlahan ke dalam garasi.Suasana di halaman belakang sepi. Cahaya dari rumah utama dan kamar-kamar yang terpisah membuat kesan temaram yang menenangkan. Setelah menutup pintu garasi, Reyhan berjalan pelan menuju bangunan kecil tempat ia tinggal. Saat membuka pintu kamarnya, udara lembab langsung menyambut.Ia meletakkan jasnya di gantungan, kemudian membuka jendela besar di sisi kiri. Dari sana, terlihat jelas ruang kerja Aluna yang berada di lantai dua rumah utama. Tirai jendela ruangan itu tidak ditutup sepenu

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   12. Rencana Perjodohan

    Ketiga gelas es teh di atas meja tinggal separuh. Obrolan ringan telah cukup membuat suasana mencair, meskipun sesekali Reyhan hanya menanggapi dengan anggukan kecil atau senyum yang dipaksakan.Aluna menatap jam di pergelangan tangannya, lalu menoleh ke arah Ibu Reyhan dengan senyum sopan.“Bu, saya pamit dulu, ya. Masih ada acara yang harus saya hadiri siang ini di kota,” ucapnya sambil bangkit perlahan.Kirana mengikutinya berdiri.“Iya, Bu. Kami juga sekalian pulang. Terima kasih banyak untuk es teh dan jamuannya.”Ibu Reyhan ikut berdiri, menepuk tangan Aluna pelan dengan hangat.“Aduh, padahal Ibu masih pengen ngobrol lebih lama. Tapi nggak apa-apa. Lain waktu mampir lagi, ya. Anggap saja ini rumah sendiri.”“Terima kasih, Bu. Ibu baik sekali,” ucap Aluna sambil tersenyum ramah.Reyhan berdiri di belakang mereka, belum berkata apa-apa. Sorot matanya terus mengamati Aluna, mencoba membaca sesuatu dari ekspresi wajah yang kini begitu tenang.Namun sebelum mereka benar-benar melang

  • Mantanku Pengawal Pribadiku   11. Hanya Dimanfaatkan

    Mobil itu melewati jalanan yang diapit pepohonan rindang. Di ujung jalan, berdiri sebuah rumah tua peninggalan masa kolonial, berarsitektur tinggi, jendela-jendela besar dengan daun kayu lebar, dan tiang-tiang penyangga besar yang mulai dimakan usia.Cat putihnya sudah memudar, namun bangunan itu masih memancarkan kesan anggun dan mewah di masanya.Di sekeliling rumah, halaman luas terbentang, dengan pohon mangga dan jambu tumbuh lebat di beberapa sudut. Bangunan kamar mandi berdiri terpisah beberapa meter dari rumah utama, seperti rumah-rumah zaman dulu. Udara terasa sejuk, dan hanya suara burung serta gesekan angin di dedaunan yang terdengar.“Wah... ternyata masih ada ya, rumah peninggalan jaman Belanda di pinggiran Jakarta,” ucap Aluna takjub.“Waktu pertama kali saya melihatnya, saya juga sama terkejutnya seperti Nona,” sahut Kirana.Saat Reyhan mematikan mesin dan turun dari mobil, pintu depan rumah terbuka. Seorang wanita paruh baya muncul dengan wajah terkejut.“Reyhan? Tumbe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status