Share

Bab 3

"Pak Wijaya, hati-hati di jalan..." Nina mengantarkan sampai depan pintu, sambil menatap kedua orang ayah dan putri itu pergi dengan mobil mewahnya, kemudian berbalik ke lobi dengan kesal dan memutuskan bahwa Kevin harus dipersilakan keluar secepat mungkin! Tapi di manakah orang itu?

Tempat di mana Kevin berdiri sekarang sudah tidak ada orang dan Nina mulai mencurigai Kevin. 

Mungkinkah anak ini merasa malu dan pergi dengan diam-diam dari Bank itu? Ketika Nina memikirkannya, dia merasa tenang bahwa Dia tidak harus mengusir orang miskin itu, kemudian ketika dia hendak pergi bekerja, dia melirik ke sebuah sosok bayangan.

Anak itu! Tidak heran bahwa Nina tidak melihatnya tadi, karena dia sudah berjalan ke pintu ruang VIP.

Pilar di lobi tadi telah menghalangi sosok bayangannya. Ruang VIP diperuntukkan bagi nasabah dengan status yang lebih tinggi dan setidaknya memiliki deposito sebesar Satu milyar rupiah!

Kevin bahkan tidak punya kartu, bukannya ini menjadi kewajiban manajer operasional untuk memarahinya ketika membiarkannya masuk?

"Hey.. berhenti dan jangan masuk kesana…!" Nina berteriak keras.

 Nasabah lainnya menatapnya dan sepertinya tidak puas dengan suara teriakannya karena mengganggu aktivitas mereka. Nina hanya bisa tersenyum sambil meminta maaf dan pada waktu yang bersamaan Nina berjalan mendekati Kevin dengan cepat, sedangkan Kevin sudah membuka pintu ruang VIP dan masuk.

"Mengapa orang ini begitu tidak tahu malu dan membuat pekerjaanku berantakan saja…!" Nina berjalan ke depan pintu dengan ekspresi kecewa di wajahnya. Dia mencoba untuk membuka pintu ruang VIP, tetapi pintunya telah terkunci di dalamnya. "Halo selamat siang pak..." Di dalam ruang VIP, manajer operasional bersandar di sofa dengan santai sambil melihat ponsel. 

Ketika mendengar pintu tiba-tiba terbuka, dia segera duduk dengan tegak. Biasanya ketika nasabah VIP datang, manajer lobi depan Nina akan memberitahukannya terlebih dahulu, tetapi apa yang terjadi pada hari ini? Manajer tanpa sadar berdiri dan berjalan mendekati Kevin. Sebagai manajer operasional, dia telah mengetahui semua nasabah VIP di tangannya yang berjumlah 50 orang. 

Dia ingin menyapanya untuk menghilangkan pengaruh postur tubuhnya yang tidak senonoh dan tidak sopan, tetapi ketika dia melihat Kevin, ekspresinya malah menjadi lambat. Dia sangat yakin di dalam hatinya, bahwa Kevin bukanlah nasabahnya, ataupun kerabat dari nasabahnya. 

"Maaf, anda ini dengan siapa…?" 

Ketika melihat anak muda yang berusia 20 tahun itu, manajer benar-benar tidak dapat memahami siapakah dia, dalam hatinya kenapa anak muda ini sangat berani masuk ke dalam ruangannya? Karena Dia benar-benar ingat siapa saja nasabah terpentingnya itu. Tapi manajer operasional itu tidak langsung berkata yang aneh-aneh, dia menanyakannya dengan sangat sopan.

"Aku datang ke sini untuk menarik uang…" Kevin langsung membahas ke topik pembicaraan dan melaporkan tujuannya datang ke Bank itu tanpa basa basi. "Apakah Anda memiliki kartu khusus kami…?" Ekspresi Kevin yang tenang membuat manajer merasa semakin curiga. 

Karena para nasabah VIP yang menangani bisnis di ruang VIP memiliki setoran setidaknya lebih daru satu milyar rupiah, sedangkan anak muda ini jelas tidak memilikinya, tetapi mengapa dia masih begitu tenang? "Tidak ada…" Kevin mengakuinya dengan terus terang.

"Maaf, Tuan, kami tidak bisa memprosesnya tanpa kartu, apakah Anda masih punya hal lainnya yang dapat kami bantu…?" Manajer benar-benar merasa lega ketika mendengar tidak ada dan sapaannya diubah menjadi anda secara langsung. 

Berbicara dalam hati, "Anak muda ini pasti sudah gila, mengapa Nina berani sekali untuk membiarkan dia masuk? Pada saat nanti rapat di hari Senin, masalah ini harus segera dibicarakan agar hal seperti ini tidak terulang kembali…"

"Apakah kalian memiliki pengenalan melalui sidik jari di sini, bukan…?" Kevin tiba-tiba bertanya demikian."Benar sekali yang anda tanyakan, kami disini memiliki fitur terlengkap dibandingkan dengan bank-bank lainnya..."

Manajer itu terkejut. Sistem pengenalan sidik jari yang diperkenalkan oleh bank digunakan oleh keluarga dengan serikat perusahaan yang terkaya. Hanya ada segelintir orang yang dapat menggunakan sidik jari ke dalam sistem ini. Setidaknya di cabang kota Bengkulu, belum pernah ada orang yang menggunakannya sampai sekarang.

"Apakah Anda ingin menggunakannya…?" Manajer itu menyapanya dengan "Anda" secara tidak sengaja. "Iya aku akan menggunakannya..." Kevin mengangguk.

Manajer itu kembali begitu curiga terhadap orang ini, dia berfikir bahwa Kevin sama sekali tidak terlihat seperti orang kaya dan tidak mungkin dia bisa menggunakan sidik jari tersebut, mungkinkah dia benar-benar orang yang bisa menggunakan "Sistem pengenalan sidik jari…"

Jujur saja, manajer itu masih merasa sangat tidak percaya, tetapi setelah memikirkannya selama beberapa detik, akhirnya dia memutuskan untuk membiarkan Kevin mencobanya, tetapi bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Dengan segera manajer mengeluarkan perangkat identifikasi sidik jari itu dari dalam ruangan khusus, yang tidak pernah digunakan dari brankas.

"Anda bisa meletakkan jari tangan anda disini..." Manajer itu menunjukkannya kepada Kevin. Dengan segera Kevin pun meletakkan ibu jari tangannya di area verifikasi. "Tit…!" Tiba-tiba, ekspresi manajer itu menegangkan dan matanya melontarkan rasa curiga kepada Kevin.

Ponsel yang berada di tangannya bersiap untuk menelepon dan melapor polisi. "Tunggu dulu jangan panik…!" Kevin berkata dengan cepat, "Mungkin aku telah salah meletakkan jariku, aku akan mencoba dengan jari telunjuk sebelah kanan..."

Manajer mulai menyeringai, berpura-pura lagi, apakah bisa dengan trik ini? Jika tidak bisa, maka harus diganti dengan jari telunjuk dan jika jari telunjuk tidak bisa, alasan apalagi yang akan dia pakai? Jika sepuluh jari tangan telah dicoba, apakah dia akan memakai jari kakinya? Apakah begitu? Tentu itu tidak mungkin, dia berpikir harus segera menelpon polisi agar orang ini segera keluar dari Bank nya.

Manajer mengambil keputusan, bahwa jika mengulang beberapa kali lagi juga masih tidak bisa, dia akan langsung melapor polisi untuk menangkap Kevin. Saat dia memikirkan cara itu, Kevin telah menekan jari telunjuknya ke area verifikasi. "Tit…!" Perangkat menyalakan lampu hijau dan layar LCD menampilkan tulisan "Verifikasi berhasil, nomor akun keluarga adalah 01 dan nomor akun verifikator Kevin adalah 100327".

Wajah manajer langsung menjadi sangat terkejut. Dia menatap Kevin dengan sangat tidak percaya bahwa Kevin adalah orang pertama yang memakai verifikasi sidik jari di Bank tersebut, kemudian berdiri sambil memaksakan senyumannya, "Tuan Kevin, maaf, saya tadi sedikit tidak sopan terhadap anda". 

"Saya adalah manajer operasional di cabang Bank ini, saya berharap kita bisa jadi partner kedepannya nanti, maafkan saya sudah curiga kepada Anda."

Kevin dengan tersenyum mengatakan "Tidak apa-apa…" dengan rasa malu manager pun menanyakan kepada Kevin, "Tuan, apalagi yang bisa kubantu…? "Bisakah aku melihat sisa saldo di dalam rekening itu…?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status