Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 117. Kepingan Masa Lalu

Share

117. Kepingan Masa Lalu

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-10-31 20:01:18

“Jadi Kakak itu benar-benar Kak Sham?”

“Iya, Lora. Ini aku, Sham, orang yang pernah hadir dan dekat denganmu.” Grissham menjeda sejenak ucapannya untuk melihat raut wajah Naina yang tampak menatapnya serius.

“Waktu pertama kali kita bertemu lagi di rumah sakit, aku memanggilmu Lora. Kau ingat kan? Padahal kau hanya menyebutkan nama lengkapmu saja.”

“Itu karena aku tahu panggilanmu yang dulu adalah Lora. Aku sengaja bilang seperti itu agar kau ingat,” ceritanya.

Naina mengangguk membenarkan. “Aku sebenarnya ingat, Kak. Tapi aku nggak ingin menanggapi lebih jauh dan mungkin memang hanya kebetulan semata.”

Grissham sudah bisa menebak itu mengingat kembali ekspresi Naina saat itu yang tampak terkejut. “Awalnya aku juga ragu apakah kau adalah Lora yang kukenal dulu atau bukan.”

“Sebelumnya aku sudah pernah melihatmu lewat postingan dengan wajah yang tertutup. Aku juga tahu, banyak yang memiliki nama Lora. Banyak juga yang menggunakan nama Naina.”

“Namun, perempuan yang bernama Naina Leonor
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   322. Pelukan Ternyaman

    Tok tok tok“Lora, ini Ayah. Apa Ayah boleh masuk?”Lora yang baru saja mengusapkan kedua tangan ke wajah usai berdoa menoleh ke arah pintu kamar. Mukena berwarna cokelat susu bermotif bunga masih melekat rapi di tubuhnya. “Masuk aja, Ayah. Pintunya nggak dikunci.”Tak lama kemudian, daun pintu terbuka perlahan dari luar dan muncullah Pak Raynald. Ia mengenakan baju koko berlengan pendek dipadukan dengan sarung batik.Langkahnya tenang saat memasuki kamar, lalu matanya langsung menangkap sosok putrinya yang tengah melipat mukena. Kemungkinan baru saja selesai sholat Maghrib.Lora beranjak dari tempat duduknya, menyampirkan mukena yang telah terlipat ke hanger, kemudian menggantungkannya di belakang pintu.Setelah itu, ia berjalan menghampiri sang ayah yang telah duduk di sofa dan ikut duduk di sampingnya.“Ada apa Ayah ke sini?” tanyanya pelan.Pak Raynald menggeser posisi duduknya sedikit lebih dekat ke arah Lora. “Ayah ingin memeriksa keadaanmu sekaligus ingin ngobrol banyak. Apa t

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   321. Antara Percaya dan Ragu

    Dhafin tertawa kecil. Bukan tawa bahagia, melainkan tawa getir yang menyimpan banyak luka. Pandangannya kosong, terarah pada gelas di depannya. Jari-jarinya bergerak memutar sedotan dalam minuman, seperti mencari pelarian dari kekalutan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. “Bahkan sejak bercerai dari Lora, saya sudah hancur, Grissham,”ucapnya lirih, “hidup saya berantakan. Tidak ada arah, tidak ada tujuan.” Matanya sedikit berkaca, tapi ia cepat mengedipkannya. Ia tidak ingin terlihat rapuh. “Sekarang yang tersisa hanyalah anak-anak. Si kembar… mereka satu-satunya hal paling berharga yang saya punya.” Ia menghela napas, panjang dan berat. “Yang penting bagi saya, saya masih diperbolehkan bertemu mereka, masih bisa memeluk mereka, menjadi seorang ayah yang baik. Itu sudah lebih dari cukup.” Grissham menyandarkan tubuh di sandaran kursi, melipat tangan di depan dada. Satu kakinya disilangkan di atas yang lain, sikapnya tenang tapi tak sepenuhnya dingin. Tatapannya menyorot pe

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   320. Apa Kau Pelakunya?

    Ngotea AjaTempat yang dipilih oleh Grissham untuk memenuhi janji bertemu dengan seseorang. Kafe teh yang berlokasi di pusat kota ini sedang naik daun dan menjadi primadona di berbagai kalangan.Nuansanya kekinian dengan interior bergaya hangat dan nyaman, sangat cocok untuk tempat berkumpul bersama teman, keluarga, maupun untuk sekadar me time. Meski terbilang baru berdiri, kafe ini telah berhasil menarik banyak pengunjung berkat strategi pemasaran yang jitu dan atmosfer yang menyenangkan.Setiap hari, kafe ini selalu ramai. Pengunjung datang silih berganti, apalagi saat sore seperti ini.Bukan hanya anak muda, para pekerja kantoran pun kerap menyempatkan diri mampir untuk melepas penat selepas bekerja seharian penuh.Grissham termasuk salah satu pelanggan di kafe ini. Ia sudah beberapa kali datang kemari, terutama saat ingin menyendiri atau mengerjakan proyek-proyek yang bersifat rahasia. Contohnya seperti sekarang.Laki-laki itu duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela kac

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   319. Saatnya Bertindak

    Grissham tidak langsung menjawab, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan. Ia terdiam, menyusun kata-kata yang tepat sebagai jawaban. “Karena aku belum menemukan waktu yang tepat, Ayah. Aku berencana mempertemukan Lora dan Annelies, lalu menceritakan semuanya.”“Ayah tahu sendiri akhir-akhir ini kami sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga belum sempat,” ucapnya menjawab pertanyaan sang ayah.Pak Albern mengangguk perlahan, tetapi sorot matanya penuh penilaian. “Kali ini Ayah tidak setuju dengan tindakanmu itu.”“Seharusnya sejak awal kau sudah menjelaskannya. Ketika kau memutuskan untuk meminang Lora, di situlah seharusnya kau membuka semuanya tentang Annelies.”“Bukannya menunda-nunda yang justru memberi celah bagi musuh untuk menghancurkanmu,” balasnya.Grissham menghela napas panjang, lalu mendongak menatap langit-langit kamar. “Aku juga tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini.”“Kedatangan Annelies ke sini, awalnya memang aku rencanakan untuk mempertemukan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   318. Kebenaran yang Terlambat

    “Grissham!”Grissham yang tengah merapikan rambutnya di depan cermin meja rias menoleh ketika pintu kamarnya di buka dengan keras.Ia meletakkan sisir, lalu membalikkan badan hanya untuk mendapati sang ayah yang berjalan cepat ke arahnya dengan raut menahan amarah.Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya.“Kau ini benar-benar membuat malu!” bentak Pak Albern tajam. Di tangan kirinya tergenggam sebuah iPad yang menyala, menampilkan sebuah tayangan.Grissham memegang pipinya yang terasa panas menyengat. Matanya menatap ayahnya penuh keterkejutan. “Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah menamparku?”“Ada apa, katamu? Lihat ini!” Pak Albern menyodorkan iPad itu kasar ke arah Grissham. Rahangnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat, menahan diri agar tidak kembali melayangkan tangan pada sang anak yang sepertinya belum tahu apa-apa.Grissham memperbaiki posisi iPad dan mulai menyimak tayangan di dalamnya. Seketika, bola mata abu-abunya membulat.Ia dibuat sangat terkejut menonton video berdurasi

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   317. Runtuh di Tengah Sarapan

    Lora menghembuskan napas, lalu mengangguk patuh. “Iya, Ayah.”Melawan pun percuma. Mereka pasti akan tetap memaksanya untuk istirahat di rumah. Jika dilanggar, ayahnya pasti akan menyuruh bodyguard untuk membatasi pergerakannya.“Mama!”Lora menoleh dan mendapati dua buah hatinya berlari ke arahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar. Ia segera berpindah posisi menjadi berlutut sambil merentangkan tangan, bersiap menyambut keduanya.Bersamaan dengan itu, para pelayan dari dapur mulai mengantarkan sarapan yang sudah matang. Aroma sedap langsung memenuhi ruangan saat makanan ditata di atas meja.“Mama!” Dua balita itu menghambur ke pelukan ibunya, seolah baru saja bertemu setelah berpisah lama.Lora membalas pelukan mereka erat-erat, mencium kepala keduanya satu per satu. Sejak kemarin, ia sama sekali belum bertemu dengan si kembar. Rasa rindu disertai perasaan bersalah menyelinap di hatinya.Masalah yang terjadi benar-benar menguras emosi dan pikirannya. Ditambah lagi kondisi tubuh ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status