Resepsi pernikahan Gevan-Aluna akhirnya selesai setelah acara tersebut berlangsung dari siang hingga sore hari. Satu persatu tamu yang hadir pun pamit pulang, hingga hanya menyisakan beberapa orang serta kerabat dari pihak pengantin. "Van, Lun. Aku pamit dulu ya... Sekali lagi selamat atas resepsi pernikahan kalian," Tommy menyalami Gevan yang saat ini sedang memijat pelan bahu Aluna. Ketika istrinya tadi mengeluh karena merasa lelah, tanpa berkata-kata Gevan langsung berdiri dari kursinya dan berdiri di belakang Aluna. Tangannya mulai mengusap-usap pundak dan bahu wanita itu serta memberikan pijatan-pijatan yang lembut dan berhasil menenangkan syaraf-syaraf Aluna yang tegang."Terima kasih ya, Tom. Pesawatmu jam berapa ke London?" Tanya Gevan basa-basi saat menyambut jabat tangan Tommy."Jam 12 malam. Sengaja pilih malam banget karena aku mau mampir dulu ke rumah."Gevan mengangguk. "Salam buat keluarga di rumah ya.""Iya, mereka juga minta maaf hari ini nggak bisa datang karena
"Apa ada suami dari Nyonya Aluna?"Gevan segera berdiri ketika seorang dokter memanggilnya. Dengan wajah kusut--sekusut bajunya yang dipenuhi darah serta debu, Gevan pun menatap dokter itu dengan penuh pengharapan. "Saya suami nyonya Aluna, dokter. Bagaimana kondisi istri saya??!""Situasi ibu dan bayinya sangat kritis, Pak. Dengan sangat terpaksa kami harus mengoperasinya sesegera mungkin," ucap dokter itu sambil menghela tersenyum simpati."Tolong lakukan yang terbaik, dokter!" Pinta Gevan dengan wajah semakin mengeruh dan tak karuan. "Kami akan melakukan semuanya semaksimal mungkin, Pak. Namun seandainya terjadi yang terburuk, saya minta Bapak untuk memilih antara ibu atau--"BRAAAKKK!!Dokter itu dan perawat yang baru saja lewat terkejut bukan main, saat lelaki tampan namun dengan penampilan yang berantakan itu tiba-tiba saja memukul pilar besar di sampingnya dengan sekuat tenaga. Hingga membuat dindingnya ringsek dan darah segar pun mengucur dari sela-sela buku jari Gevan."BA
"Hosh... hosh..." Dengan napas yang mulai ngos-ngosan, Flora memasuki gedung Samudra Corporation tempatnya bekerja dengan masih mengenakan baju olah raga, sepatu kets, serta ransel yang berisi pakaian ganti untuk bekerja. Rambutnya yang ikal kemerahan dan diikat tinggi ke atas itu terlihat berkilau-kilau ditimpa cahaya mentari pagi. Kulitnya yang putih kini merah merona karena habis jogging dari tempat kosannya menuju ke kantor. Jarak antara kos dan kantor yang lumayan dekat--hanya tiga kilometer--dimanfaatkannya untuk sekalian olahraga. Lumayan, ngirit ongkos plus juga sehat. "Pagi, Mbak Flora." Gadis itu pun menoleh dan tersenyum pada Pak Dodi, salah satu sekuriti perusahaan yang menyapanya di depan pintu masuk gedung."Pagi, Pak! Jaga dari semalem ya?" Sahutnya ramah."Iya, Mbak. Ini juga sudah mau pulang."Flora pun memberikan sebungkus nasi uduk untuk lelaki yang telah berusia lima puluhan tahun itu."Eeh? Apa nih, Mbak?" Tanya Pak Dodi bingung ketika kantong plastik berisi
"AAARRGGHHH!! FLORAA!!!"Flora pun terkesiap mendengar jeritan frustasi yang menyebut namanya. "P-Pak Adam?!" Cetusnya gelagapan, saat akhirnya ia membuka mata yang terpejam sejak pintu kamar mandi itu terbuka.Adam pun mendelik kesal pada gadis berambut kemerahan yang dikuncir satu itu. "APA-APAAN SIH KAMU??!" Sentaknya sambil memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. 'Sialan nih cewek! Dateng-dateng malah main pukul aja!'Flora pun menjatuhkan payung yang barusan menghantam kepala bos-nya dengan panik. Gawat! Bisa-bisa ia dipecat karena memukul kepala Direktur Pemasaran! "Maaf, Pak! Saya kira tadi ada penyusup atau mata-mata yang masuk ke ruangan Pak Gevan! Sa-saya hanya ingin menjaga rahasia perusahaan agar tidak bocor, Pak!" Kilah Flora.Sontak, Adam pun mengernyitkan keningnya heran. Apa tadi katanya? Penyusup? Mata-mata? Rahasia perusahaan??? Fix, nih cewek pasti kebanyakan nonton film!Adam menghembuskan napas lelah. "Keluar," ucapnya sambil menatap Flora datar."Ta-tapi Pak,
"Kamu berani juga ya," cetus Adam sambil menyandarkan bahunya dengan santai di sandaran kursi. "Good. Saya suka itu." Flora yang masih belum paham dengan perubahan mood tiba-tiba dari atasan bulenya itu, hanya bisa terdiam mematung dan tidak tahu harus berkata apa. "Uhm, Pak. Maaf, jika dokumennya sudah selesai ditandatangani, boleh saya ambil lagi? Mbak Karla sudah menunggu di luar.""Hm... kalau begitu obati dulu luka di kepala saya, baru kamu boleh bawa dokumen ini."Flora mengangguk. Itu memang salahnya karena memukul Adam dengan payung, dan ia pun sama sekali tidak keberatan jika harus mengobati kepala atasannya yang terluka karenanya. Dengan cekatan, Flora menyibakkan rambut pirang gelap yang lebat di pelipisnya, dan melihat kulit pucat Adam yang kemerahan dan sedikit tergores serta berdarah."Lho, belum diobati sama sekali ya, Pak?" Tanya Flora kaget. Lukanya kan tadi pagi, sementara ini sudah sore."Itu gara-gara sekretaris saya yang membangkang, disuruh tunggu di luar mal
"Selamat pagi, Pak." Flora menyapa Adam yang baru saja datang dan langsung meliriknya dengan tajam, namun lelaki itu sama sekali tidak menyahutnya. Langkah kakinya yang panjang terus saja berjalan hingga masuk dan menghilang ke dalam ruang CEO. Flora pun menghembuskan napas pelan. Sejenak tadi ia sedikit takut kalau Adam akan marah padanya atas kejadian semalam di apartemen lelaki itu, tapi sepertinya apa yang ia takutkan tidak terjadi. Entah karena Pak Adam tidak ingat karena pengaruh mabuk, atau karena ia memang hanya tidak ingin mengingatnya. Yah, bisa dimaklumi sih. Pasti Pak Adam malu karena sempat mengajak Flora pacaran! Gadis itu sangat yakin kalau ucapan si cowok bule itu semalam hanya karena efek mabuk. RIIIINNNGGG!!! "Eh, ayam-ayam...!!" Suara dering interkom yang nyaring membuat Flora yang sedang melamun jadi kaget, dan refleks latahnya pun keluar. Sekilas ia melirik nomor yang menelepon, dan langsung mencelos saat menyadari bahwa si bos bule yang men
"Kamu lagi ngapain?"Flora menoleh pada Adam yang sekarang berdiri di sampingnya dengan wajah bulenya yang terlihat kepo. Sebelumnya, Adam meninggalkan Flora di Divisi Trial and Sample sesaat setelah mereka memasuki Gedung Samudra Innovation Center atau SIC. Ada beberapa hal yang perlu ia diskusikan dengan Kepala Eksekutif yang bertanggung jawab atas pengelolaan laboratorium ini. Dan ketika diskusi mereka berakhir, Adam pun memutuskan untuk kembali ke divisi Trial and Sample untuk menjemput Flora.Gadis itu sedang duduk di kursi yang dirancang khusus dengan teknologi yang bisa memungkinkan seseorang dapat melakukan video call secara tiga dimensi. Sebuah elektroda terhubung kabel tertancap di pelipis kirinya, dan Flora terlihat serius menatap layar dua arah 40 x 40 cm di hadapannya. "Ini Pak... saya penasaran dengan reality video call," sahut Flora wajah berbinar antusias. "Tadi Pak Jordy sudah menunjukkan bagaimana caranya." Jordy adalah karyawan yang bertanggung jawab untuk sem
Selama di perjalanan kembali menuju kantor, Flora hanya duduk dalam diam. Ia masih benar-benar kesal karena Adam telah menciumnya meskipun melalui virtual, ditambah lagi dengan seenaknya lelaki itu mengatakan kalau mereka telah berpacaran. Hah, mengingat yang telah terjadi benar-benar membuat Flora gusar! Perasaan Flora pun sangat berbanding terbalik dengan lelaki yang berada di sebelahnya, Adam James Wrighton. Suasana hati lelaki itu sepertinya sedang gembira, dilihat dari senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya dan siulan pelannya yang terdengar sangat menyebalkan bagi Flora. Bahkan ketika mereka telah sampai di gedung Samudra Corp., Flora masih saja tetap diam dan menekuk wajahnya. "ADAAM!" Flora mengernyitkan keningnya dalam-dalam, saat melihat sesosok wanita seksi berambut ikal panjang yang barusan memanggil Pak Adam telah ikut masuk ke dalam lift VIP, tepat ketika pintu lift hampir menutup. "Hei, handsome." Seuntai senyum cantik pun terurai dari bibir berli