LOGINMy name is Helen Fonseca, I am a young girl of the lower-middle class, recently graduated from high school and with the dream of studying nursing, but, my world changes radically when because of a serious illness in my mother, my father forces me to marry a man in a wheelchair; I do not know who he is, I do not know him, but it is said that he is an arrogant, cold, calculating and intimidating man, and that's not all, I will have to deal with that, and around him from this moment, what will happen? I don't know, the only thing that is clear to me is that I hate him with all my strength for forcing me to marry him, when I had a life made, a boyfriend, a life, and now I have to leave my whole life to contract a marriage contract with a paralytic.
View MoreBab 1
"Pergi kamu dari rumah ini, dasar wanita sialan!"Derai air mata menuruni wajah Siti selagi dirinya terjerembab ke tanah basah. Sakit hatinya mendengar makian sang suami yang juga begitu keji mendorong dirinya."Bajingan kamu, Mas! Demi wanita lain kamu membuangku, istri yang sudah melahirkan anak dan darah dagingmu!" Siti berusaha menghentikan suaminya yang ingin berjalan pergi meninggalkannya dengan mencengkeram kaki pria tersebut."Ah, jangan banyak bicara kamu!" Adi yang telah kalap pun langsung menendang Siti sampai wanita itu melenguh kesakitan."Ibu!!" Seorang gadis kecil berlari dari dalam rumah menuju teras, ingin menghampiri Siti yang terlihat begitu menyedihkan di bawah hujan deras. "Ayah nggak boleh jahat sama Ibu! Ayah jahat! Ayah jahat!" Gadis kecil itu memukuli ayahnya tanpa tenaga berarti."Anak sialan!" maki Adi seraya mendorong putri kecilnya sendiri, membuat gadis itu terjatuh di sebelah ibunya. "Sama aja kamu sama ibumu, nggak berguna. Bisanya cuma jadi beban aja."Melihat Putri, anak perempuan semata wayangnya, terjatuh dan terluka, Siti segera memeluk dan melindunginya. Dia menatap marah pada Adi. "Biadab kamu, Mas!" teriaknya dengan pilu.“Eh, jangan sembarangan menghina anak saya, ya!” balas seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu mertua Siti dan juga ibu dari Adi. Dengan angkuh wanita itu memaki Siti, “Semua ini karena kamu mempermalukan suamimu di depan umum! Yang biadab tuh kamu! Bukannya menjaga marwah suami, malah malu-maluin. Memang nggak terpelajar dan rendahan!”Siti menatap wanita tersebut dengan wajah tak percaya. Dia tidak menyangka kalau sang mertua akan menghinanya sedemikian rupa. Tidak terpelajar dan rendahan? Memang keluarganya tidak kaya, tapi paling tidak mereka keluarga baik-baik yang mendapatkan uang dari pekerjaan halal!“Kalau bukan karena Mas Adi berselingkuh dengan wanita lain, apa aku akan bersikap seperti tadi?! Apa Ibu nggak sakit hati kalau mendiang Bapak berselingkuh di depan mata kepala Ibu sendiri?!”Selagi meneriakkan hal tersebut, ingatan Siti melayang kepada kejadian siang tadi."Heh Siti, kamu itu mau ke mana? Sudah selesai belum bersihin dapur dan nyuci bajunya?!" Bu Ningrum kini bersedekap dada sambil menatap tajam menantunya yang saat ini akan pergi dengan membawa sebuah map."Saya mau ke kantor Mas Adi, Ma. Berkas ini tadi ketinggalan di meja, takutnya ini sangat penting dan dia memang kapan membawanya. Semua pekerjaan di dapur sudah selesai dan juga pakaian semua sudah saya jemur. Tinggal mengepel lantai saja yang belum," jawab Siti lirih.Bu Ningrum langsung saja menoyor kepala wanita berperawakan sederhana itu, "Dasar istri nggak berguna! Makanya jika suami akan berangkat kerja itu disiapkan semua dengan baik, jadi nggak ada yang ketinggalan kayak gini! Ngapain saja sih kamu itu dari pagi!?"Tentu saja Siti hanya makin diam menunduk saja, merasa memang dia yang salah karena tak mengingatkan Adi tentang berkas ini."Saya sudah menyiapkan semuanya Ma, tetapi Mas Adi tetap lupa. Seperti yang Mama tahu sejak bangun subuh saya juga sudah langsung melakukan semua pekerjaan rumah.""Eh-eh-eh! Jadi kamu sekarang itu sudah berani menyalahkan Adi ya? Jika ada kesalahan seperti ini, yang salah itu bukan Adi, tapi kamu! Mau bagaimana lagi ya, memang nggak pernah kerja kantoran sih, jadi kurang berpendidikan!" Bu Ningrum kini meletakkan hari telunjuknya tepat di dahi Siti, menandakan jika dia memang sangat tak menyukai menantunya itu.Seperti biasa, Siti hanya bisa diam saja menerima penghinaan dan juga perlakuan buruk dari sang mertua yang memang tak menyukainya. Lagi pula, apa yang bisa dia lakukan? Wanita paruh baya itu adalah ibu Adi, mertuanya. Demikian, Siti harus selalu menghormatinya."Sudah cepat sekarang antar berkas itu ke kantor! Jangan pakai lama! Awas saja jika nanti Adi dimarahi atasannya karena berkas itu. Kamu yang harus menanggung akibatnya!"Sesuai niatan awalnya, Siti pun pergi ke kantor Adi untuk mengantarkan dokumen sang suami yang tertinggal di rumah. Tak pernah seumur-umur dia menginjakkan kaki di tempat tersebut. Bukan hanya karena tidak memiliki keperluan, tapi sang suami pun selalu menolak menunjukkan tempat kerjanya dengan jelas kepada Siti.“Apa Pak Adi Winata ada di tempat?" tanya Siti pada resepsionis yang bertugas.Sang resepsionis melihat penampilan Siti dari atas ke bawah, lalu dia balas bertanya, “Maaf, Ibu siapa ya? Ada urusan apa mencari Pak Adi?” Melihat penampilan Siti yang sedikit lusuh, resepsionis itu menjadi merasa curiga.“Saya istrinya, Mbak. Mau antar dokumen yang ketinggalan di rumah,” jawab Siti, masih menahan senyum sembari menunjukkan amplop cokelat dengan stempel kantor.Mata sang resepsionis membesar, terkejut dengan kenyataan Adi memiliki seorang istri. Namun, melihat stempel kantor memang tertera di amplop dokumen, dia pun langsung tersenyum. “Sepertinya beliau baru saja keluar untuk makan siang, Bu. Itu di kantin sebelah,” jawab sang resepsionis dengan senyum simpul penuh arti.Setelah mengucapkan terima kasih, Siti pun langsung berjalan menuju ke kantin yang letaknya tepat ada di sebelah gedung kantor. Jam makan siang membuat tempat tersebut begitu ramai.Mata Siti yang terus menyusuri kantin itu kemudian menemukan Adi, tapi ketika dia ingin memanggil pria itu, wanita tersebut membeku di tempat. “Siapa … perempuan itu?” gumam Siti ketika melihat sosok Adi sedang menggenggam tangan seorang wanita muda nan cantik yang duduk di seberangnya.Hati Siti menjadi panas ketika melihat Adi menyuapi wanita tersebut dengan mesra.Tak kuat melihat kemesraan itu, Siti langsung menghampiri mereka. Dia menggebrak meja dengan keras dan berseru, “Siapa wanita ini, Mas?!”Adi dan teman wanitanya itu langsung terkaget. “Siti?! Kok kamu di sini, Dek?” Pria itu terlihat gelagapan.Siti melempar berkas yang sejak tadi dibawanya ke wajah Adi. "Berkas ini yang membawa aku ke sini!” Dia melirik teman wanita Adi yang terlihat kaget. “Ternyata selama ini kamu berselingkuh dengan wanita ini ya, Mas?! Keterlaluan kamu!"Adi melirik wanita di seberangnya, kentara bahwa wanita itu sedang menahan emosi. "Sebentar, Dek. Jangan terlalu emosi dulu. Dia ini atasanku, Bu Yayuk."Walau ingin sekali menampar Siti, tapi Adi berusaha menenangkan sang istri. Dia sudah sangat malu menjadi tontonan semua pengunjung kantin ini, tidak mungkin dia menambah skandal dengan berlaku kasar di depan publik.“Jelasin sama aku sekarang, kenapa kamu bisa suap-suapan sama wanita ini kalau kalian hanya sekadar atasan dan bawahan, hah?!” balas Siti dengan keras, membuat orang yang mendengar ucapannya langsung berdesas-desus.Melihat situasinya kurang baik, Adi langsung berseru keras selagi tersenyum canggung kepada semua orang, “Maaf ya, semuanya. Ini adik saya kurang sehat kejiwaannya, jadi dia selalu kira saya ini suaminya.”“Mas!” teriak Siti dengan nada tak percaya.Adi langsung mencengkeram pundak Siti dengan kuat hingga wanita itu meringis. “Kamu pulang sekarang kalau masih ingat Putri di rumah,” ancam Adi.Yayuk di sisi Adi tersenyum tipis, seakan mengasihani. “Oh, ini adik kamu yang gila itu ya, Mas. Kasihan,” ujarnya sinis, tahu kebenaran tapi tak mungkin membongkarnya. Dia pun berkata, “Baiknya kamu antar dia pulang, deh. Nanti dikira orang aku pelakor lagi, padahal dianya yang kurang sehat.” Wanita itu pun melenggang pergi meninggalkan Adi yang memasang wajah khawatir.Tanpa memikirkan apa pun lagi, Adi pun menarik Siti dengan kasar. Namun, wajahnya memasang senyum sembari meminta maaf kepada semua orang di kantin untuk kekacauan yang terjadi.Saat itu pun Siti menyadari bahwa pria yang dia nikahi adalah pria bermuka dua dengan kulit tebal!Sesampainya di rumah, Adi dan Siti bertengkar hebat. Ternyata pria itu sedari awal memang berniat menceraikannya untuk menikahi Yayuk yang notabenenya adalah manajer Adi dan wanita pekerja yang cukup kaya.“Demi uang kamu ingin membuangku dan Putri!” teriak Siti, masih memeluk putrinya yang menangis sedih. “Tega kamu, Mas!”“Alah, berisik!” balas Adi seraya melangkah masuk ke dalam rumah bersama ibunya. Sebelum menutup pintu, Adi memperingati Siti, “Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi. Pergi dan jangan pernah kembali!”Masih dalam posisi terduduknya di tanah, Siti menangis pilu. “Ya Allah, cobaan apa ini.” Dia memeluk anaknya erat, merasakan tubuh mungil nan rapuh itu bergetar.Tak bisa terus terdiam diguyur hujan, Siti pun berdiri dan membawa Putri pergi dari tempat jahanam tersebut. Dia berjalan dan terus berjalan sembari memutar benaknya.‘Ke mana aku harus pergi?’ tanya Siti.Keluarga Siti yang tersisa hanyalah nenek beserta tante dan pamannya, sedangkan orang tua Siti sendiri telah meninggal beberapa tahun silam. Mengesampingkan dirinya tak punya uang untuk ke kampung, Siti juga tidak ingin membuat keluarganya sedih dan khawatir dengan situasinya.Setelah terduduk lama di halte bis bersama dengan Putri yang telah tertidur dalam pelukannya, Siti pun teringat akan satu orang. Walau hubungannya dengan orang tersebut tidak begitu baik, tapi dia tidak memiliki cara lain lagi.“Aku … hanya bisa meminta bantuannya.”Everyone in the end lived their own story. Each one had difficulties, but they managed to be happy until the last moment of their lives, until the last breath of their breath.Even though each one had their own life, every year they met in the house in Dublin, where they celebrated as a family. Dylan spent hours reading the book Helen had written; he loved telling that story, he wanted to capture that feeling in his words, just as Helen had written it.All his grandchildren sat listening to him, while Helen rocked in a chair next to him, knitting an outfit or two; Despite the fact that they had all been great businessmen, they were still her children, and when she had to scold them, she did, and they all paid attention to her.Now they lived a life of old people, they sat down every afternoon to read the newspaper with a cup of coffee in hand, and despite their age, they always made love, and with this I am not talking about sex, no, that is very basic I'm talking about understanding
Helen narrates.The flowers in the garden fluttered in all magnitude, so much so that the breeze was going to detach it from its roots. I was sitting looking at my beautiful children as I watched them play with them. There was so much peace in that place, it seemed like we had never suffered so much, the scars were there, but dry.Dylan caressed my belly with all the love in the world. He had finally agreed to let me eat some pizza, so he was taking advantage of it. I had understood that all pregnancies were not the same, and I was very happy that he was a bit sick."You can never have a boyfriend Camila, it may be that dad will leave you, maybe when you turn eighty" Dylan Junior said tenderly to Camila, who looked at him with her blue eyes without understanding.Dylan and I started laughing.“Could it be possible that Dylan Junior is one of those overprotective brothers?" I asked Dylan as he looked into his eyes. "You're not going to be like that, are you, Dylan?” I questioned while
Helen narrates.Dylan junior had started school. Luckily, he got along excellent with his friends, in addition to the fact that he practiced soccer in a beautiful academy where Dylan accompanied him without fail; He even said that he wanted to become a coach.I laughed aloud because he meant it very seriously, and unlike Dylan Junior he was terrible at soccer. I had gotten a part-time job as a nurse, Dylan insisted that he could buy me a clinic if I wanted, but I said no, I liked it simple. He was getting used to it, because he had made friends with some neighbors and every weekend we would have a barbecue while having a few beers -although always with his glamor ahead-; Besides, he spent all his time organizing tours of museums, parachute rides, and so on, and well, he let it be that way, because there were things that he couldn't force him to change.Dylan junior left school early that day. I had decided to go look for him, since Dylan was having a stomachache and horrible dizziness
Helen narrates.The day after arriving in Dublin they had all come down with the flu. I spent all my time making hot soups and homemade cough syrup, it was what my mother had taught me to do, and even though it was Christmas, and they had the flu, we were all arranging the beautiful tree that Dylan had bought.Dylan my husband had filled the tree with many different toys. He had bought a horrible doll for Camila, I told him that she was ugly, and that the girl was not going to like it; she this she had yellow eyes and red hair, she looked like Chucky. However, since my husband was so foolish, she said that she was beautiful; but aside from that, as Dylan junior was already growing up and he wanted to cultivate his knowledge, he bought him a chess set.We sat at the table for Christmas dinner, while I turned on the computer to see my mother."Hi Mom!” I told him waving on the screen, it wasn't Christmas there yet, so I assumed that for the following month he would make his dinner.I ha
Helen narrates.We were all sitting in the garden of the mansion, saying goodbye to New York. It wasn't that we weren't going to see each other anymore, no, we just knew that with the load of work that Gonzalo would have, in addition to the food business that my mother and José had set up, and the distance we were going to be, it would be almost impossible to see each other. frequently.That hurt my soul for my mom, but it comforted me to know that she would not be alone, since she had found someone who would take care of her and protect her as she deserved.The atmosphere was nice. We had hired a karaoke while we enjoyed some cocktails. Our flight to Dublin would leave at six in the evening, we had chosen that time to prevent Camila from feeling uncomfortable due to the dizziness she got when we traveled by plane. Well, at least when we were traveling by plane, because she had recently gone to Disney and Dylan went by helicopter, while the girl had to make a stop at the hospital for
Dylan narrates.What Marina had done still hurt in my soul, she was my sister and despite everything I kept my pain alone. She didn't want anyone to see me fall, she hoped that little by little those wounds would heal, because she didn't want to show anyone how much my soul hurt.I looked out the window as I remembered the day, I had gone to visit her. She was so lost in time that she didn't know what she was saying, she told me that she wanted half of her fortune that corresponded to her while she cried like a madwoman.I was so worried about her health, and it is that, although I had given a lot of money for her to be cared for, I could not do anything for her; The officers told me that she was totally crazy, because she only talked about money, about companies. I was sorry how her ambition had completely blinded her.Soft hands take me by the back, so I turned to see my beautiful wife.“What are you doing up so early, my love?” She told me giving me kisses on the lips."I have a su
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments