Share

Pak Kevin Jalan ke Sini

Drt ... drt ... drt ....

Benda pipih itu kembali bergetar.

"Aish." Aku mengumpat.

Brak.

Aku membanting keras benda pipih itu ke lantai. Semuanya hancur berantakan. 

Lalu aku menuju kamar mandi untuk melakukan kewajiban dan bersiap-siap berangkat sekolah.

****

Saat aku sedang mengenakan jilbab hitam, lonceng yang ada di dekat jendela berbunyi.

Kulihat Nana sudah selesai, lalu aku membuka jendela.

"Yuk," ajaknya untuk berangkat sekolah.

"Aku belum sarapan, Na" ucapku padanya.

"Kalo udah selesai, kamu paggil aku ya," ucapnya lalu menenteng tas.

"Oke," ucapku menutup jendela kamar kembali.

****

"Pagi Ayah, Bunda dan Bibi," seruku melihat mereka yang sedang menghidangkan makanan dan Ayah sedang duduk dimeja makan.

"Pagi, Sayang," sapa Ayah dan Bunda barengan.

"Pagi, Non Ifa," sapa Bibi tersenyum padaku.

Aku segera duduk di samping Bibi dan kami menyantap sarapan dengan khidmat.

***

Setelah sarapan, aku pamit pada Bunda, Ayah dan Bibi.

"Bunda, Ayah, Bibi. Ifa berangkat ya, sama Nana," ucapku menenteng tas dan menyalami mereka.

"Hati-hati," ucap Ayah.

"Uang jajan kamu masih ada?" tanya Bunda, Aku menggelengkan kepala.

"Nih," Bunda menyodorkan uang 35 ribu padaku.

"Makasih Bundaku, Sayang." Aku berucap dan menyalami tangan Bunda, Ayah dan Bibi.

****

Aku berjalan sampai depan pintu pagar rumah Nana dan melihatnya sedang mengikat tali sepatu.

"Udah datang?" tanya Nana melihatku dan segera membuka pintu pagar.

"Yuk," ajakku menggandeng tangannya dan pergi sekolah dengan berjalan kaki.

Sekolah kami tidak terlalu jauh. Hanya menempuh dalam waktu 30 menit.

****

Kami sudah memasuki pekarangan sekolah, ada sebuah mobil Lamborghini Aventador bertengger di depan kelas kami.

"Wah bangus banget mobilnya, Fa. Warna hijau kesukaanku," ucap Nana.

"Kamu kayak gak pernah liat deh mobil butut kayak gitu," ucapku ke Nana karena dia terlalu lebay.

"Ifa, ini bukan mobil butut. Ini mobil kayak Rafi Ahmad tahu," ucap Nana girang.

"Ayo, ke kelas," ucapku menarik tangan Nana menuju kelas.

"Kapan ya, aku punya mobil itu? Kapan aku bisa duduk di samping supirnya? Kalo itu punya seorang pria, pasti dia tampan," cerocos Nana melihat ke mobil itu.

"Halumu keterlaluan, Nana. Kamu bisa gila dan nanti aku yang jadi korban ledekan." Aku berucap ketika sampai di tempat duduk kami.

Teng ... teng .... teng ...

Bel masuk berbunyi.

****

Kami segera menuju lapangan walau hari rabu karena, ini apel pagi sekolah.

Aku dan Nana sampai di lapangan. Kami duduk di barisan paling depan dan diikuti dengan siswa lain.

"Baik anak-anak. Hari ini Bapak akan memperkenalkan guru baru kita yaitu Pak Kevin Kurniawan Syarief. Kepada beliau kami persilahkan," ucap Pak Nopri dengan gembira. Tapi, seketika itu juga Aku memalingkan wajah.

"Assalamualaikum warhmatullah wabarokatu," ucapnya dengan muka datar.

"Waalaikum salam warahmatullah wabarokatuh," jawab semua siswa.

"Perkenalkan nama saya Kevin Kurniawan Syarief. Kalian bisa memanggil saya dengan sebutan Pak Kevin," ujarnya memperkenalkan diri.

"Maaf, Pak. Namanya kepanjangan, kalo saya panggil 'sayang' boleh?" tanya kakak kelas dengan genit.

Tapi, Pak Kevin hanya diam tak merespon. Sementara siswa yang lain, merespon dengan menyoraki perempuan tersebut.

"Bapak masih single atau sudah berkeluarga?" tanya salah satu siswa.

"Saya sudah menemukan gadis yang akan dijadikan istri. Jadi, kalian tak perlu bersusah payah untuk mendapatkan perhatian saya, karena jujur saja. Saya merasa jika perempuan itu sama saja dengan mematikan harga dirinya sendiri." Pak Kevin berucap dengan kata lugas, pedasnya dan membuat semua yang ada dilapangan menjadi hening.

"Wah, beruntung sekali gadis itu ya," ucap Nana pada Winda Mey yang ada dibelakangnya.

"Pasti dia menjadi wanita paling istimewa di dunia. Karena sudah mendapatkan laki-laki yang mapan juga tampan," jawab Elvi Dwiyanti yang mendengar kata Nana.

"Kamu tersaingi." Doni berucap menyindir Juwita.

Lalu, Pak Kevin memberikan microphone ke Pak Nopri yang ada di sampingnya.

“Baik, kita sudah korupsi waktu 1 menit. Silahkan masuk ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran pagi ini.”

Pak Nopri mengakhiri pembicaraannya lalu kami berjalan masuk ke kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran pagi ini.

***

Teng ... teng ... teng.

Bel istirahat berbunyi.

Assyifa menyimpan buku di dalam tas dan menatap Nana yang masih sibuk sendiri.

“Kantin yuk,” ajak Nana.

Assyifa menganggukkan kepala seraya tersenyum manis padanya.

“Fa, boleh gabung gak?” Assyifa menoleh ke belakang. Ternyata Elvi dan Mey.

“Boleh.”

Ia menggandeng tangan mereka dan Nana tersenyum bahagia karena anggota kami bertambah 2 orang.

Mereka berjalan menuju kantin Bu Ita. Sampai di kantin, dia duduk di bangku panjang.

Tempat biasa yang sering dia duduki bersama Nana. Di mana lagi kalo bukan di dekat jendela kantin.

“Kalian pesan apa?” tanyaku pada Elvi dan Mey.

“Kalian biasanya pesan apa?” tanya Mey pada mereka.

“Aku dan Nana biasanya pesan bakso dengan es teh manis,” ucapnya pada mereka.

“Boleh deh,” ujar Elvi. Sepertinya dia menyukainya.

“Bu, kayak biasa ya. Tapi, masing-masing 4 porsi.”

Assyifa menghadap ke belakang untuk menatap Bu Ita yang tengah sibuk menyiapkan makanan.

“Oke, deh.”

“Oh iya, kalian berdua aku lihat deket banget. Sahabatan udah berapa lama?” tanya Elvi padanya dan Nana.

“Kami sahabatan waktu masuk SMA dan ternyata kami setetangga,” tutur Nana seraya memeluk Assyifa.

“Iya, bahkan kami juga buat lonceng yang menghubungkan antara jendelanya dan jendela Nana.” Assyifa membalas pelukannya.

“Gak perlu nelfon atau SMS lagi dong,” terka Mey.

“Cukup gerakin loncengnya dari kamarku. Pasti kamar Ifa menimbulkan bunyi yang sangat berisik,” ujar Nana.

Tibalah pesanan mereka yang dibawakan Bu Ita.

“Di habiskan yo.” Bu Ita meninggalkan mereka.

“Ayo, dimakan.”

Assyifa memasukkan kuah bakso ke dalam mulutnya dengan menggunakan sendok.

Uhuk ... uhuk ....

Nana terbatuk-batuk karena tersendak kuah bakso.

"Hati-hati dong.”

Assyifa memberikan instruksi plus segelas es teh manis padanya.

Nana meminumnya dengan tergesa-gesa. Lalu meletakkan kembali gelas tersebut di atas meja.

“Pak Kevin jalan ke sini.”

Nana menunjuk ke arah luar jendela. Mey dan Elvi melihat ke arah tunjuk Nana. Benar saja, Pak Kevin berjalan menuju kantin. Assyifa langsung merongoh saku bajunya.

Deg!

Tubuhnya membeku seketika.

“Kenapa Fa?” tanya Mey pada Assyifa.

“Aku lupa kalo ponselku pecah,” jawabnya dan membuat mereka terkejut bukan main.

“What? Kamu banting?” tanya Nana sambil memegang pundaknya. Pak Kevin berdiri tepat di dekat meja mereka.

“Assyifa, nanti kamu keruangan saya,” ucap Pak Kevin padanya. Nana, Elvi dan Mey menatap Pak Kevin dengan mulut terbuka. Mereka sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di depan mereka.

Pak Kevin itu terlihat sangat dekat di depan mata. Ralat, di depan wajah Assyifa sehingga mereka bisa dengan jelas melihat lekuk garis wajah tampan itu bak dewa Yunani. Tak berselang lama, lalu Pak Kevin berlalu pergi dari kantin.

“Kamu buat kesalahan apa lagi, Fa?” tanya Elvi menatapnya dengan iba.

“Ya udah, aku ke ruangan dia dulu.”

Assyifa berdiri dari kursi hendak melangkah. Tapi, di tahan oleh Nana.

“Jangan keluarkan taekwondomu,” nasihat Nana pada sang sahabat.

Assyifa menganggukkan kepalanya. Pastinya dia berbohong, jika terdesak dia akan menggunakan jurus andalannya. Ia lalu berjalan menuju ruang majelis guru dengan tergesa-gesa.

Sampai di sana, dia tak melihat ada guru di sana. Mungkin karena ini jam istirahat. Jadi, mereka meninggalkan ruangan ini, pikir gadis itu. Assyifa kembali melangkahkan kakinya menuju ruang Pak Kevin. Ruang guru killer tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status