Share

Married With The Badboy
Married With The Badboy
Author: Hikmdr

Bab 1

Seorang gadis yang baru saja keluar dari kamarnya, ia adalah Allisya. Hari ini adalah dimana ia harus menjalani MOS juga meskipun kelas 11.

Selena yang melihat putrinya menuruni tangga mengajaknya sarapan. Namun Allisya menolaknya dengan beralasan akan membuang waktu dan terlambat nantinya.

"Tapi kalau kamu gak sarapan, nanti sakit. Sedikit aja ya?" pinta Selena mengoleskan selai kacang di roti gandum itu. Ia sangat perhatian pada Allisya, apalagi anaknya itu sering maag dan muntah-muntah jika telat sarapan sehari saja. Selena tak ingin Allisya sakit.

Allisya menggeleng, langkahnya bersiap pergi tapi berpamitan dulu pada mama dan ayah."Gak ma. Nanti telat, kan sarapannya di kantin."

Allister menatap Allisya tajam, seketika anak semata wayangnya itu duduk di meja makan. Akhirnya berhasil juga membujuk Allisya untuk sarapan."Allisya," ucap Alister memperingati. Jika dirinya yang angkat suara, Allisya pasti akan langsung menurut. 

Allisya pun terpaksa memakan roti yang sudah di siapkan mamanya.

Allisya beranjak dari duduknya. "Udah ah, Allisya mau berangkat," kesalnya. Susu hangat itu ia biarkan. Rasanya tak berselera sarapan di pagi hari, selain lidahnya terasa pahit juga perutnya tak bisa diajak kompromi. 

Alister menggeleng heran. "Nurun siapa sih galaknya?" tanya Allister menggoda, padahal Selea hanya cerewet saja. Sedangkan dirinya sendiri ramah dan penyabar.

Sambil memakan roti, Selena menjawabnya bahwa Allisya itu mirip dengannya. Selain sifatnya cerewet, ada juga marah tapi itu juga untuk kebaikan Allisya agar bisa menurutinya. 

Allister beralih menatap Selena, berusaha menggoda istrinya."Tapi kalau sama kamu, gak kan?" Alister mengedip genit.

Dengan malas Selena hanya menjawabnya, marah itu tandanya sayang untuk orang yang ia sayangi. Hanya tidak ingin melakukan kesalahan, apalagi berbohong. Selena tidak suka bohong, kalau sampai itu benar bersiap saja jika terbukti bohong dan tidak mau jujur. Itulah peran-nya sebagai mama dalam keluarga.

"Hm," Selena hanya bergumam. Ia tetap fokus memakan roti selai stroberi-nya. Pandangan-nya enggan melirik Allister meskipun tampilan suaminya itu tampan karena habis keramas. 

Allisya berangkat ke sekolah barunya dengan mobil miliknya sendiri, papahnya memberikan itu karena ia sudah belajar dengan rajin sampai meraih juara 1 paralel 1. Dan itu memiliki kemungkinan mendapatkan beasiswa, tapi Allisya tidak memilih jalur itu karena mampu. Rasanya melelahkan belajar tanpa henti, sampai ia tak ada waktu untuk bersenang-senang seperti remaja sekarang.

Saat sudah sampai di depan gerbang yang akan di tutup oleh satpam, Allisya mencegahnya. Jangan sampai terlambat se-detik pun apalagi harus di luar gerbang. Allisya harap tidak ada OSIS atau guru BK yang melihatnya terlambat, baru di hari pertama masuk sekolah membuat pelanggaran.

Allisya membunyikan klakson, wajahnya panik dan cemas."Pak! Jangan di tutup dulu! Mau masuk nih," teriak Allisya kesal dan membuka kaca mobilnya. Satpam itu menoleh tapi tak bergerak untuk membukakan gerbang, apa yang harus ia lakukan? Sangat merepotkan.

Sang satpam menghampiri Allisya, dari jendela mobil ia mengatakan. "Maaf, mbak sudah telat. Karena hari Senin upacaranya lebih awal," ucap pak satpam tegas. Karena itu peraturan yang sudah di tetapkan oleh sekolah, beberapa menit sebelum upacara gerbang harus di tutup agar siswa yang terlambat di tahan luar gerbang sekolah sekaligus di berikan peringatab dari OSIS atau guru BK.

Allisya berpikir sejenak, akhirnya ia tau harus memakai cara apa agar sang satpam itu mau membukakan gerbangnya."Pak, mau uang gak?" Allisya mengambil donpetnya di dashboard, uang merah lima lembar itu ia gunakan kipas, pak satpam pun tergiur dan menyuruhnya untuk membuka kaca mobil.

Pak satpam itu mengangguk antusias. "Mau atuh kalau duit mah," ia meraih uang lima ratus ribu itu dan membukakan gerbang untuk Allisya. Lumayan juga jumlahnya untuk membeli makan dan kopi sehari-hari. "Makasih ya neng!" ujarnya setengah berteriak.

Allisya memarkirkan mobilnya, saat keluar seorang cowok dengan tatapan datarnya membuat ia gugup. Apakah ia tau dirinya terlambat? Mampus, kalau sampai melihat semuanya dari awal pasti cowok itu akan menghukumnya lalu di jemur saat upacara menjadi pusat perhatian semua siswa. Tidak, jangan sampai.

Allisya menggeleng segera mengenyahkan tentang hukuman itu. 'Apa OSIS ya?' setaunya OSIS berkeliaran mencatat dan menghukum siswa yang terlambat.

"Terlambat?" tanya Aris bersidekap dada. Matanya menatap tajam Allisya, ia tau gadis di hadapan-nya ini adalah siswi baru dan berani terlambat saat upacara dimulai.

Allisya mengangguk, suaranya tiba-tiba tercekat. "Iya kak. Aku-" belum selesai Allisya menjawabnya, tangannya di tarik oleh Aris. Apakah akan di hukum sekarang? Di depan semua siswa? Ah, wajahnya akan di kenali dengan mudah.

"Eh? Mau kemana?" wajah Allisya panik, jangan sampai dirinya langsung di hukum saat upacara berlangsung. 

Hingga di halaman sekolah yang sudah rapi barisan dari kelas 10 sampai 12. Allisya menjadi pusat perhatian, apalagi seragamnya yang berbeda.

"Eh, itu pacar lo gak sih?" tanya Dehaan heran. Ia sudah mengenal Allisya. Tangannya menunjuk Allisya yang bersama dengan Aris, tugas OSIS membawa siswa yang terlambat.

Seketika Daniel menyapu pandangannya. "Mana?" Daniel mencari terus cari ah jadi nyanyi.

"Tuh, kasihan di liatin banyak orang," Dehaan menunjuk Allisya yang berdiri di bawah podium bersebelahan dengan OSIS yang terkenal galak, Aris. Padahal selama ini tidak ada cewek yang melanggar dan di hukum saat upacara, hanya Allisya-lah satu-satunya. 

"Mentang-mentang punya duit, beliin anak sembarangan," ucap Daniel terlanjur kesal sampai tak sadar ia barusan ngiklan. Ia kesal dan tak terima Allisya di hukum.

Dehaan menatap Daniel datar. "Malah ngiklan lo. Serius ah," kesal Dehaan. Kalau saja saat ini bukan upacara, ia dan Daniel akan menarik Allisya menjauh dari Aris.

"OSIS sih, cuman buat nutupin kelakuannya yang hobi tawuran. Geng gak jelas aja bangga," dumel Daniel. Aris adalah ketua dari geng besar yang selalu menang di pertarungan. Entah hanya kesenangan atau memang di jadikan hobi.

Dehaan mengangguk, benar apa yang Daniel katakan. "Hm, gue setuju. Cuman buat pamer doang kan?" 

"Biar image-nya gak jelek amat," tambah Daniel. Karena Aris ingin di sebut paling unggul dalam prestasi atau pun popularitasnya di sekolah. 

Bukannya berada di barisan, malah di hukum. Allisya hanya bisa menunduk. Ini kesalahannya tak memasang alarm dan sarapan yang membuang waktunya sia-sia. 

"Kalian jangan meniru siswi ini, meskipun murid baru setidaknta tau apa itu tepat waktu dan disiplin," jelas sang kepala sekolah melirik Allisya yang menunduk, rasanya malu di lihat banyak siswa saat upacara begini. Tapi itulah kesalahan-nya yang tak mau disiplin dalam waktu.

"Wuuu," seruan itu di tunjukkan untuk Allisya. 

Aris hanya memandang ke depan, memang ia tengah menjadi petugas upacara yaitu membawakan buku berisi Pancasila yang akan di bacakan sebentar lagi setelah nasehat kepala sekolah tersampaikan.

"Itulah yang saya sampaikan pada amanat upacara di hari Senin ini."

"Pembacaan Pancasila." 

Aris menyerahkan buku Pancasila itu pada kepala sekolah.

"Pancasila."

Sampai pembacaan Pancasila selesai, mata Allisya terasa berat serta pusing berkunang-kunang. Suara-suara pembawa upacara pun mulai samar-samar. Hingga...

Bruk

Allisya pingsan namun untungnya Aris menangkap tubuhnya. Aris khawatir, bahkan wajahnya saja pucat. Apakah ini karena ulahnya yang menyeret Allisya agar panas-panasan di bawah terik matahari?

"PMR!" Aris berteriak, datanglah petugas PMR yang membawa tandu dengan segera membawa Allisya ke UKS.

Daniel berlari menghampiri Allisya. Menyingkirkan petugas PMR.

Tapi Daniel datang, ia ingin membawa Allisya sendiri ke UKS. "Minggir! Biar gue yang bawa ke UKS!" Daniel pun menggendong Allisya bridal style.

"Siapa sih? Udah ada PMR juga."

"Katanya Daniel jomblo."

"Denger-denger nih, itu pacarnya."

"Yah, populasi cogan berkurang! Oh my god!"

Sedangkan Aris yang masih di tempatnya pun bingung harus apa. Ia hanya bisa memandangi Allisya yang menjauh di gendong oleh Daniel.

'Gue merasa bersalah, karena udah hukum dia,' Aris pun mengejar langkah Daniel ke UKS. Mau bagaimana pun juga ini kesalahannya sendiri.

πŸ’πŸ’πŸ’

Setelah Daniel membaringkan Allisya, ia menoleh mendapati Aris yang juga ikut. Tatapannya menajam, memang Aris tak bisa membela dan mengasihani Allisya sedikit pun.

"Ngapain lo kesini? Sana! Urus siswa yang telat, hukum, biar kapok!" tekan Daniel emosi. Memang Aris itu tak seharusnya menghukum Allisya, mengenai dia siswi baru hanya perlu di berikan peringatan ringan saja.

Aris menggeleng, ia akan tetap disini sampai Allisya sadar. "Saya tidak tau kalau dia bisa pingsan begini," ia hanya melaksanakan tugasnya sebagai ketos saja. Karena ini sudah termasuk peraturannya.

"Sok-sokan formal lo. Badboy kok jadi OSIS,"cibir Daniel kesal. Gara-gara Aris kondisi Allisya sekarang melemah, bahkan Daniel tau suhu badan kekasihnya itu panas. 

Aris menghela nafasnya. "Biar saya yang tanggung jawab. Anda bisa kembali ke kelas mengikuti pelajaran. Jangan bolos," ucapnya seperti mengusir Daniel. 

Daniel menggeser kursinya kasar. "Lo mau berduaan sama pacar gue?!" bentak Daniel. Tak akan ia berikan celah sedikitpun untuk menyentuh Allisya. Seketika emosinya naik. Ia juga possesif dengan Allisya-nya.

Mendengar keributan, Allisya membuka matanya. Kepalanya semakin pusing, badannya panas. Padahal tadi pagi ia sudah sarapan sedikit.

"Ada apa?" dengan suara paraunya Allisya duduk di tepian ranjang. Ia menatap Daniel dan Aris bergantian, keduanya memasang ekspresi berbeda. Daniel yang emosi dan Aris dengan ketenangannya. 

Seketika emosi Daniel hilang mendengar suara lembut Allisya. Ia mengusap surai kekasihnya itu. Menanyakan kondisinya, Allisya baik-baik saja.

Daniel beralih menatap Allisya teduh berbeda dengan sebelumnya yang tajam."Sayang, kamu udah baikan? Sakit? Gak usah masuk ya?" tanya Daniel perhatian, ia tak ingin Allisya sakit. Ada perasaan sedih, tapi awalnya senang karena akhirnya bisa bertemu langsung dengan Allisya setelah beberapa bulan dari virtual.

"Aku gak papa kok," Allisa turun dari ranjang. Daniel membantunya dengan hati-hati. Allisya tersenyum, mendapatkan perhatian dari kekasihnya itu saja hatinya sangat senang setelah sekian lama LDR.

"Mau kemana? Disini aja yang, sampai kamu mendingan," Daniel mencegah Allisya yang akan pergi. Mungkin mencari kelas barunya. Badan Allisya saja masih lemas, Danisl tetap menjaga Allisya jika kekasihnya itu pingsan lagi.

'Mereka pacaran?' batin Aris bertanya-tanya, Daniel tak pernah menunjukkan statusnya belum kawin eh single maksutnya. Rasanya heran, karena Daniel tidak pernah dekat dengan perempuan manapun. Cowok itu benar-benar setia dan menjaga perasaannya. 

Daniel menatap Aris. "Beliin makanan. Jangan pedes! Jangan es, cukup air mineral aja," perintah Daniel. Aris pun mengangguk, ini adalah sebagai bentuk tanggung jawabnya.

"Lupa sarapan lagi?" Daniel beralih menatap Allisya. Wajahnya masih pucat. "Kalau kamu sakit mending jangan masuk dulu daripada nanti kamu kenapa- apa," tambahnya lagi. Hatinya tak tenang melihat Allisya jatuh sakit hanya karena terik matahari yang menyengat plus tidak sarapan. 

Allisya mengangguk. "Iya, aku takutnya telat kesini," tapi ia terlanjur terlambat, Allisya tak akan mengulanginya lagi. Terutama di hari Senin yang harus berdiri di bawah sinar matahari yang terik lalu tidak sarapan dan berakhir di UKS.

"Lebih penting mana kesehatan kamu sama sekolah?" tanya Daniel menginterupsi, Allisya terlalu mengutamakan sekolah atau belajar sampai lupa waktu dengan pola hiduo sehatnya. Kalau begini, Daniel harus selalu mengingatkan Allisha makan teratur.

"Sekolah lah," jawab Allisya cepat. Karena menurutnya sekolah juga membuat harinya senang. Sekolah baru, berarti dirinya harus memiliki teman baru juga. 

"Kesehatannya juga Allisya. Kalau sakit gim-" ucapan Daniel tersela karena Aris datang dan menyodorkan kantung plastik berisi nasi bungkus. Kesal, Aris merusak moment romantisnya dengan Allisya.

"Permisi, ini makanan buat dia," Aris memasuki UKS memberikan nasi bungkus itu pada Daniel. Sengaja ia lebih cepat datangnya karena tak ingin kondisi Allisya memburuk.

'Cepet banget sih. Apa naik jet ya tadi?' batin Daniel heran. Tapi tidak apa, yang terpenting Allisya harus makan dengan teratur dan benar. Daniel akan menyuapinya di hadapan Aris, biarkan saja cowok itu iri denga keromantisan-nya.

Daniel menerimanya. "Aku suap-" tangannya di tepis oleh Allisya, untung saja tidal tumpah. Daniel ingin marah, tapi ia harus bersabar. Daniel tak ingin membuat Allisya menangis.

"Gak usah. Aku bisa makan sendiri, aku bukan anak kecil lagi," tolak Allisya halus. Sudah beranjak remaja masih di suapi? Tidak. Allisya mengambil alih nasi bungkus itu dari Daniel, ia makan dengan lahap tanpa peduli tatapan Daniel dan Aris yang masih fokus pada dirinya.

"Kamu kenapa gak ke kelas aja?" tanya Allisya. 'Aku gak mau ngerepotin kamu,' ucap Allisya dalam hati. Karena Daniel sudah mau membantunya membawa ke UKS. Allisya merasa tak enak, Daniel memang sangat baik. 

"Jagain kamu," jawab Daniel dengan lugunya, kalau saja Allisya gemas mungkin pipinya akan di cubit, tapi sebaliknya reaksi Allisya biasa saja. Apa gadisnya itu sudah bosan dengan hubungan ini? Tapi Daniel tak mau menanyakan hal itu, biarlah semuanya terlihat baik-baik saja. 

"Oh." ujar Allisya cuek dan datar, seperti tak bersemangat meskipun sudah habis nasi bungkus dan merasa kenyang.

"Oh aja?" tanya Daniel mengangkat satu alisnya, dimana embel-embel sayang? Kenapa berbeda saat virtu yang lebih romantis daripada dunia nyata? 

Allisya mengukir senyumnya, ia sengaja cuek ingin tau bagaimana reaksi Daniel. Tapi cowok itu tidak marah. "Makasih sayang," ucap Allisya dengan nada di buat manja. 

Merasa di abaikan, Aris berdehem. "Sepertinya tanggung jawab saya selesai. Permisi," ada perasaan tidak rela melihat Daniel harus berpacaran dengan cewek itu. Mungkin perasannya saja, kenal pun tidak. Aris tak mau memikirkan hal tidak penting.

"Sana-sana! Pergi lo!" usir Daniel tak suka, Aris juga mencuri pandang dengan Allisya. Kalau saja tak ada gadisnya, mungkin Daniel tak segan-segan mencopot mata Aris. Jangan sampai ketos dan ketua geng itu jatuh cinta dengan Allisya-nya.

"Kamu kok marah-marah?" tanya Allisya heran, selama ia menjalin hubungan dengan Daniel tak pernah di marahi. 

Daniel membalasnya dengan senyuman. "Gak marah kok, cemburu aja," jawab Daniel sangat jujur. Jika rasa cemburu itu masih ada, berarti masih ada rasa untuk mencintai. Kalau sebaliknya hilang rasa cemburu itu, bosan dan lelah ingin pergi.

"Sama aja," Allisya tersenyum. Baru kali ini ia bisa melihat Daniel cemburu, rindunya sudah terobati bisa bertemu dengan Daniel setelah merasakan kejamnya virtual yang di pisahkan oleh jarak jauh.

Daniel membolos sampai jam pelajaran ketiga, lalu mengantarkan Allisya ke ruang kepala sekolah.

"Darimana saja kamu?" tanya Fahri, sang kepala sekolah. 

"Saya baru siuman pak dari pingsan," jawab Allisya gugup. Allisya berharap dalam hatinya agar tida ada hukuman lagi seperti hormat tiang bendera atau lari mengelilingi halaman sekolah.

"Oh iya, lupa. Ya sudah, kelasmu sebelas IPS satu ya," ujar pak Fahri setelah melihat data siswa kelas, nama Allisya Lesham Shaenette berada di urutan paling akhir.

Allisya mengangguk. "Baik pak. Permisi," langkahnya pergi dari ruangan kepala sekolah. Rasanya tidak sabar memulai hari barunya di sekolah ini. 

Daniel menunggu di luar. 

"Kelas apa yang?" Daniel mengecilkan suaranya. Lebih tepatnya berbisik takut kalau ada guru yang lewat dan mendengar nama panggilan so sweet-nya dengan Allisya.

"Sebelas IPS satu. Anterin."

"Ayo, kelas kita sebelahan loh yang."

Sambil berjalan dan mengobrol, Allisya senang bisa satu sekolahan dengan Daniel agar lebih dekat lagi.

"Masa sih? Hm, bisa ngapelin dong."

"Pasti lah, kalau sama-sama jamkos aku ke kelas kamu." 

Daniel penuh dengan janji-janjinya, tapi di tepati. Allisya takut kalau ada sebuah janji yang Daniel ingkari. Karena menemukan hati yang pas untuk singgaj itu sulit.

'Semoga kamu gak ninggalin aku ya? Tetap kayak gini, bersama selamanya,' batin Allisya memandangi Daniel dari samping. Ia memang sudah remaja, namun pikirannya setara dengan anak SMP yang tak tau apa-apa tentang cinta.

"Tuh, kelas baru kamu. Tenang aja, walikelasnya gak galak," bisik Daniel membuat Allisya menjauh karena geli. 

"Iya ya. Aku masuk ya?" rasanya Allisya tak rela berpisah dengan Daniel meskipun harus mengikuti pelajaran terlebih dahulu, menunggu waktu istirahat untuk bertemu kembali.

"Kalau di tanya cowok punya pacar atau gak, bilang Daniel terganteng tetangga kelas punya," tegas Daniel tak mau tau, Allisya hanyalah kekasihnya. Tidak boleh ada laki-laki lain yang mengambil alih hati gadisnya itu termasuk Aris yang mulai tertarik. Ah, cowok itu rasanya ingin Daniel ajak duel saja biar gak deketin Allisya lagi.

Allisya merekahkan senyumnya. "Sana-sana. Balik," usirnya kesal.

"Bye my luv," Daniel cium jauh, Allisya menggeleng heran. Salam perpisahan termanis. Allisya hanya tersenyum, Daniel punya cara tersendiri untuk membuatnya bahagia.

'Punya pacar romantisnya ampun bang jago,' batinnya. Apa kalian suka romantis juga? Atau humoris? Yang terpenting adalah mencintai dengan setulus hati dengan satu komitmen kuat saling percaya dan tidak mengkhianatinya, kenyamanan hanya satu orang yang di cintai daripada harus merasakan kenyamanan yang di berikan orang lain.

Saat Allisya baru saja di ambang pintu dan mengucap permisi, seisi kelas menatapnya. 

"Murid baru ya? Masuk nak," ucap bu Rohmah ramah. 

"Perkenalkan dirimu." 

"Hai. Aku Allisya Lesham Shaenette. Semoga kalian berteman baik denganku," Allisya menatap seisi kelas, hm dimana letak bangku kosong? Sampai pandangannya terjatuh di tempat paling belakang. Yah, kalau itu pasti akan membuatnya mengantuk saat pelajaran berlangsung di tambah lagi dengan semilir angin dari jendela kelas.

"Apa ada pertanyaan?" 

"Jomblo kan? Mau gak jadi pacar aku?"

"Nikah yuk."

"Nikah pala lo! Masih sekolah dodol!"

"Allisya, silahkan duduk disana," bu Rohmah menunjuk tempat duduk pojok kanan dimana Kaila duduk sendiri. 

"Cantik banget," salah satu cowok berambut kribo itu menatap Allisya tanpa berkedip. Tersihir dengan kecantikannya.

"Itu yang pingsan tadi kan?"

"Denger-denger Daniel loh pacarnya."

"Patah hati abang dek," mendengar kata pacar saja hati kecewa, kalau kekasihnya adalah Daniel tak ada yang berani mengusik Allisya.

"Hai," sapa Allisya, sebagai murid baru ia beradaptasi lagi. Allisya harap bisa menemukan teman yang benar-benar teman dan mau menghiburnya saat sedih atau membantu dikala kesusahan.

"Hai juga. Gue Kaila," Kaila mengulurkan tangannya. Allisya membalas jabat tangannya. Inilah perkenalan pertamanya. Kaila dan Allisya.

"Allisya."

"Masih cantikan gue gak sih?" tanya Kaila tak suka. Rasanya kurang percaya diri setelah teman sekelasnya memuji Allisya cantik, entah dirinya kurang atau tak ada inner beauty-nya.

Allisya mengangguk. "Cantik kok, kan cewek. Masa ganteng?" Allisya terkekeh, memang benar bukan? Pada dasarnya semua makhluk itu ciptaan Tuhan, tak ada yang sempurna pastinya masih ada kekurangan sedikit meskipun itu tertutupi.

Kaila terkekeh. "Kirain, kan cowok sekarang kadang nilai dari cantiknya," Kaila kesal sendiri, selalu mengutamakan fisik daripada hati. Selalu kalah, dan terus mengalah karena merasa tidak pantas untuk bersanding.

"Gak usah di dengerin. Daripada insecure? Apa adanya aja lah."

Aqila menoleh ke belakang. "Kai, beliin seblak ya kalau istirahat," seperti biasa, Aqila menitip makanan pada Kaila. Sudah kebiasaan Kaila yang membeli makanan saat jam istirahat, duduk manis dan hanya menunggu pesanan datang.

"Gak beli sendiri aja?" tanya Allisya. 'Kalau di sekolah gue nyuruh-nyuruh gini udah di kasih teguran sama guru,' begitulah peraturan sekolahnya dulu. 

"Males ah," itulah Aqila, tidak mau di suruh ini-itu. Kaila tau Aqila hanya malas saja untuk antri, padahal sangat seru bisa mengobrol beberapa cewek yang tak di kenal. Menanyakan hal-hal tidak penting dari mau beli apa? Uang sakunya berapa? Sampai berkenalan.

"Oh iya. Gue Aqila," ia ikut memperkenalkan dirinya kepada Allisya, menjabat tangan cewek itu lalu tersenyum.

"Allisya."

"Udah tau!" sahut Aqila cepat. Sedikit sensi, karena Kaila tidak mau menjalankan perintah pentingnya untuk membeli sebuah seblak pedas menggoyang lidah sampai keringetan.

"Sabar sya, emang gitu. Jangan marah apalagi di masukin ke hati," Kaila tidak mau Allisya tersinggung, Aqila perlu beradaptasi. 

"Nama kalian hampir mirip ya. Kaila sama Aqila, kayak kakak adik." 

Kaila mulai bangga, memang selalu mengira semua orang dirinya dan Aqila itu kembar tak serupa."Woh iya dong. Meskipun tak se-darah kembar tak se-iras, kita udah kenal dari balita yang masih pilek'an," ucap Aqila santai. "Kalau gak percaya, sampai kita punya tanda lahir di tangan kiri yang sama. Nih," Aqila menunjukkan tahi lalatnya begitupun Kaila.

"Wah, bisa kebetulan gitu ya?"

"Iya, ulang tahun kita aja sama. 30 April," ucap Kaila antusias, bukan kembar tapi di anggap kakak-adik. 

"Ada apa ribut-ribut?" tanya bu Rohmah merasa terganggu. 

"Gak kok bu," kilah Kaila cepat. 

"Eh, udah ya. Di lanjut pas istirahat aja," ucap Kaila lagi, bu Rohmah akan memberikan soal sejarah dengan jawaban beranak pusing keliling tujuh.

"Gue gak istirahat," sahut Aqila cepat. Rasanya malas, ia juga sudah kenyang setelah habis nasi bungkus dengan porsi yang lumayan banyak. Bisa gendut hari ini.

"Gue ngomongnya sama Allisya! Bukan lo," kesal Kaila. Mengajak Aqila ter-santuy di muka Bumi? Lebih baik sendiri menanti dirimu kembali eh jadi dangdutan.

"Ssst, udah," Allisya tidak mau di hukum pertama kalinya. 

πŸ’πŸ’πŸ’

Saat istirahat, Allisya bertanya lebih banyak tentang sekolah ini. Entah ruangan lain, kelas, atau perpustakaan.

"Ada badboy-nya juga loh sya," lirih Kaila. Takutnya Aris mendengarnya.

Allisya kurang suka. "Badboy? Gak deh," tidak berminat, setaunya dari w*****d hal tentang badboy lebih berbahaya sedikit karena melibatkan tawuran yang berurusan dengan geng motor.

"Kenapa? Ganteng loh, OSIS juga."

Allisya mengernyit. "OSIS?" ia teringat cowok galak namun penolong itu. 'Masa dia sih? Gak lah,' Allisya menggeleng, semoga ia tidak kenal para badboy itu, di novel memang idaman, tetap saja ia takut. 

"Iya, kak Aris. Ketua geng besar di Jakarta. Selain ganteng dia ketua OSIS sya! Terus-" ucapan Kaila tersela karena Aris datang tiba-tiba langsung memosisikan diri di sebelah kanan. Tentu saja Kaila terkejut hampir saja jantungnya copot.

"Terus apa?" suara bass Aris membuat Kaila terkejut dan terdiam. Aura menyeramkan Aris membuat Kaila tak mau angkat bicara lagi, menatapnya saja tak berani. 

"Kenapa diem? Lanjutin, gue ikut nih," Aris duduk di sebelah Allisya. Sangat berani, padahal kalau Daniel lihat dan tau mungkin akan menjadi kericuhan saat itu juga.

Daniel yang melihat Allisya duduk bersanding bersenda gurau dengan Aris pun cemburu. 

"Ehm, minggir sana! Ini tempat gue!" usir Daniel, dengan terpaksa Aris pun menyingkir. 

"Masih banyak. Gak disini doang," kesal Aris terpaksa menyingkir, sangat mengganggu waktu berduanya dengan Allisya. Padahal niatnya ingin berkenalan saja tidak lebih.

"Kak Aris ngapain sih duduk satu meja sama Kaila?"

"Anak barunya cantik kok. Makanya tertarik."

Bisik-bisik itu membuat darah Daniel mendidih, semuanya harus tau kalau Allisya adalah pacarnya. Siapapun yang mengganggu gadisnya akan berurusan dengannya, tak peduli cewek cowok kalau itu berniat menyakiti Allisya.

Daniel yang mendengar itu pun kesal. "Gue pacarnya!" tegasnya menggebrak meja, sontak cewek yang saling berbisik tadi langsung diam tak berkutik.

"Tapi belum suaminya kan?" tanya Aris membuat Daniel terdiam, benar kan? Asal janur kuning belum melengkung masih di perbolehkan menikung apalagi sebelum lamaraj di gelar. 

Kaila pun tak nyaman. "Sya, ke perpus yuk," dengan gerak bibir saja Allisya sudah faham. Kaila takut nanti Daniel malah ribut dengan Aris, jangan sampai suasana kantin menjadi kacau. 

Saat Allisya dan Kaila beranjak, Aris dan Daniel mencegahnya. Keduanya berdiri menghalangi jalan Allisya.

"Kemana yang?" Daniel sangat frontal memanggil sebutan sakral itu. Agar Aris dan semuanya tau. Tapi jawaban Allisya berbeda, Daniel merasa kecewa.

"Toilet," Allisya pergi begitu saja. 

Tersisa Daniel dan Aris. 

"Gue gak sudi duduk sama lo," Daniel pergi.

"Saya juga." 

Aris dan Daniel saling ngambek. Sudah berperang sebelum Allisya bermigrasi ke sekolah ini. Karena Daniek tidak suka karena merasa tersaingi dengan kepintaran Aris di bidang akademik dan non-akademik.

Di perpustakaan, Kaila hanya membaca komik si Juki daripada novel.

Kaila terkikik geli. "Kalau ini sih pantesnya Aqila," mencari-cari korban karakter kocak membayangkan Aqila seperti Juki. 

"Kayaknya asik banget. Seru?" Allisya menutup novel Mariposa-nya. Kisah cinta dan kepekaan sangat rumit ya? Tidak peka dan salah berbicara membuat siapa saja ngambek dan kesal. Itulah hati, tidak ada yang tau.

"Asik lah, kan lucu. Pokoknya ini Aqila," karena yang di gosipin tak ada dengan bebasnya Kaila mengganti katakter Aqila sebagai tokoh komik utama yaitu si Juki.

Allisya melihat komik pada halaman yang Kaila baca. 

"Kalau Aqila gitu sih yang ada banyak cowok yang tertarik. Kan lucu, asik, gak ngebosenin." 

"Ehm, jadi aku gak asik gitu?" 

Karena asyik mengobrol, tak ada yang menyadari dengan kehadiran Daniel. Ya, cowok itu mengusul Allisya. Hanya ingin menemani gadisnya membaca buku meskipun dirinya tidak terlalu suka karena membingungkan.

Entah sejak kapan Daniel sudah duduk di hadapannya. 

"E-bukan gitu. Kamu romantis kok," ucap Allisya tersenyum, berbeda dengan hatinya yang ingin membuatnya bahagia dengan tawa bukan gombalan semata.

"Kenapa ke perpus? Gak makan?" tanya Daniel perhatian, apalagi Allisya langsung pergi begitu saja tanpa memesan satu makanan.

Dalam hati Kaila kesal setengah hidup. 'Gak makan? Nanti sakit, lagi apa? Pagi, siang, sore, malam, hai, P,' ingin berteriak namun perpustakaan. Kesal karena memang ada alasannya, ia selalu mendapat ribuan pesan dari cowok-cowok genit rasa buaya darat hanya karena cantik saja.

"Kan tadi udah makan. Masih kenyang," diet lah sayangnya Allisya mengatakan itu di hatinya. Diet? Daniel akan mengomelinya, karena lambung juga butuh asupan makan dengan kode bunyi keroncongan kruyuk-kruyuk sebagai sinyal dari tubuh segera makan.

"Nanti aku bakalan ke kelas kamu ya?" 

"Ngapain?" Allisya panik, Daniel tidak bisa mengerem mulutnya andai kata yang-sayang di hilangkan sejenak. 

"Nungguin kamu. Kan pulang bareng," jangan nolak sya batin Daniel harap-harap cemas. Ia juga ingin tau letak rumah Allisya sekaligus mengenal lebih dekat orang tuanya.

"Gak usah. Aku ngojek aja," tolak Allisya seperti biasanya. Padahal ia di jemput oleh papahnya meskipun berhenti sedikit jauh dari gerbang sekolah.

"Kenapa kamu selalu menghindar kalau aku anterin pulang?" tanya Daniel sedikit kesal. Tak ada salahnya sepasang kekasih anak SMA pulang bareng, mengobrol dan makan di warung lesehan. Sangat menyenangkan, tapi secepat ini karena adanya wabah.

'Duh, kok malah berantem gini sih?' Kaila yang tak tau apa-apa pun pergi memberikan ruang agar dua couple itu tidak ada yang mengganggu. 

πŸ’πŸ’πŸ’

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status