Share

Bab 6

   Sebuah mobil mewah memasuki kawasan SMA Pelita Bangsa. Seorang siswi keluar dari mobil tersebut. Beberapa pasang mata menatapnya takjub. 

"Siapa tuh? Kaya bener,"

"Kayaknya anak baru deh,"

"Tajir juga ya,"

Luna, dia adalah siswi baru. Sambil membenarkan bedaknya lagi, Luna mengedipkan sebelah matanya, para cowok yang melihat itu baper kejer. 

"Subhanallah cantik bener,"

"Paling udah ada yang punya,"

"Mbak siapa namanya?"

Luna melempar senyum ramah. "Hai," 

Para cowok kurang asupan itu ikut melambai membalas sapaan Luna. 

'Daniel, akhirnya aku bisa satu sekolahan sama kamu. Aku kangen,' Luna mencari sosok Daniel, tidak ada. 

"Kelas apa nih?"

"Minta nomornya!"

"Jadi pacar gue sekarang!"

Kalimat itu sangat menuntut, Luna tak meresponnya. Hatinya hanya untuk Daniel. 

Langkah Luna menuju ke ruang kepala sekolah, menanyakan kelas barunya. 

"Luna ya?" tanya sang kepala sekolah saat Luna sudah memasuki ruangannya. 

"Iya pak, saya Luna," Luna duduk di hadapan kepala sekolah itu. 

"Untungnya kamu pindah kesini tidak mepet waktunya. Kelas 12 akan di sibukkan dengan ujian,"

"Saya kelas apa ya pak?" Luna sudah tidak sabar, ia harap satu kelas dengan Daniel. 

"12 Ipa satu," 

"Makasih pak," Luna keluar dari ruang kepsek itu. 'Semoga aja Daniel di kelas itu,' karena Daniel memiliki kecerdasan luar biasa, kelas unggulan lah tempatnya. 

Sedangkan di parkiran, Allisya turun dari mobil Aris. Ya, Aris lah yang menjemputnya sekarang. Bahkan lebih pagi daripada Daniel, Allisya sampai mandi jam lima. 

"Kamu sih ngapain jemput aku pagi-pagi," gerutu Allisya kesal. 

Aris tersenyum. "Gak papa, maaf ya? Jadinya kamu gak sempet sarapan. Gimana kalau kita ke kantin?"

Allisya mengangguk antusias. "Mau! Tapi makan yang pedes ya?" Allisya pikir Aris pasti akan menurutinya daripada Daniel yang selalu melarangnya. 

"Gak boleh. Masih pagi sya, nanti aja kalau istirahat," perbedaan Aris dan Daniel sangat mencolok bagi Allisya.

Allisya cemberut. "Tapi kan pingin makan yang pedes-pedes,"

Aris mengulas senyum tipisnya. "Iya, nanti aja kalau istirahat,"

'Gak papa deh, yang penting bisa makan pedes daripada gak,' batin Allisya. Selain perhatian, Aris tidak menuntutnya ini-itu seperti Daniel, hati Allisya nyaman. 

Daniel yang baru saja turun dari motornya melihat Allisya dengan Aris pun cemburu. 

Dengan langkah lebarnya Daniel menghampiri Alllisya. 

"Oh jadi ini alesan kamu gak mau berangkat bareng sama aku?" Daniel menunjuk Aris, dengan wajah menahan emosinya ia meraih tangan Allisya. 

Allisya meronta. "Lepas! Aku mau ke kantin dulu!" 

Aris yang melihat Allisya di sakiti pun mencegah Daniel. 

"Kalau Allisya gak mau jangan maksa,"

Daniel menghentikan langkahnya. "Gak usah ikut campur ya,"

Allisya meminta tolong pada Aris. "Kak, tolongin aku,"

"Niel, biarin Allisya bebas," 

Daniel menoleh menatap Aris tajam. "Allisya pacar gue, terserah mau apa. Dan lo gak berhak ngelarang gue,"

Daniel menatap Allisya. "Gak boleh ke kantin, bentar lagi bel. Ke kelas aja ya?" pinta Daniel nadanya melembut. 

'Sikap kamu sekarang mulai berubah, gak kayak dulu lagi,' Allisya kira Daniel akan sabar, tidak mengekangnya, tapi ini di luar batasnya dimana Daniel tidak memberikan celah kebebasan. 

Daniel membawa Allisya ke kelasnya. Aris mengikuti langkah Daniel, memastikan Allisya-nya aman. 

Di kelas 12 Ipa 1, Luna yang melihat kehadiran Daniel pun menghampirinya. 

Tangan Luna bergelayut manja. "Niel, aku kangen banget sama kamu,"

Daniel yang masih terkejut pun tidak tau Luna satu sekolah dengannya entah sejak kapan. 

"Luna?" Daniel sekarang melupakan kehadiran Allisya. 

'Itu siapa? Pasti mantannya, ck ganggu deh,' Allisya tidak suka Daniel dekat dengan wanita lain selain dirinya. 

Daniel memeluk Luna. "Aku juga kangen sama kamu. Udah lama gak ketemu Lun," 

Luna membalas pelukan Daniel. "Jangan pergi lagi ya? Aku merasa kesepian banget tanpa kamu," 

Melihat Daniel memeluk wanita lain, mata Allisya berkaca-kaca. 

"Drama nih,"

"Selingkuh di depan mata,"

"Putusin aja!"

Aris membawa Allisya pergi dari kelasnya. Ia tau hati Allisya sesak melihat itu semua. 

Di kantin, Aris memperbolehkan Allisya makan pedas. 

"Kak, beliin susu dong. Pedes banget nih," Allisya kepedasan setelah membeli makanan kesukaannya, ramen. 

Aris membelikan susu kotak rasa vanila. "Kalau sakit bilang ya?" Aris tidak ingin setelah Allisya mengonsumsi pedas sakit perut. 

Allisya terkekeh. "Gak bakalan sakit lah kak, kalau siap sedia balsem," Allisya ingin tau reaksi Aris saat dirinya akan memakai balsem, apakah Aris akan ilfeel dan menjauhinya? Baunya yang menyengat dan bikin pusing itu kerap kali menjadi komentar nyinyirus. 

"Sekarang bawa gak balsemnya?" 

Diluar dugaan, Aris masih setia menemaninya, bukan kabur menenteng swallow pergi tanpa pamit. 

Allisya menggeleng. "Gak kak, ngapain juga bawa. Biasanya di UKS ada,"

Luna mengajak Daniel ke kantin. Dengan wajah tanpa dosa, Daniel melewati Allisya begitu saja.

'Bahkan kamu gak menyadari kalau aku disini. Apa ini yang bikin kamu berubah niel?' lagi-lagi Allisya sedih, meskipun pedas tadi menantang mood buruknya. 

"Niel, aku gak bawa uang saku nih. Bayarin ya?" Luna membeli sebuah nasi yang di wadahi mika dengan harga empat ribu limaratus itu. 

"Iya. Tenang aja," Daniel menyerahkan uang itu kepada bu Darsih. 

Allisya sudah tidak tahan lagi. "Kak, ayo ke kelas," 

"Tapi sya, kamu harus ke UKS dulu ambil balsem," 

"Gak perlu. Biarin aja sakit," dengan suara sedikit di keraskan, berharap Daniel menaruh perhatian. 

Tapi tak mempan, Daniel dan Luna malah duduk. Daniel menyuapi Luna tanpa melirik Allisya, sama pacar sendiri lupa. 

"Aku tetanggaan sama kamu loh niel," Luna membuka obrolan. 

Entah mengapa kaki Allisya tidak bisa melangkah, telinganya terlalu kepo dengan Daniel dan murid baru itu. 

Aris menarik tangan Allisya, sudah cukup melihat Daniel yang sekejap berubah denga kehadiran murid baru itu. Daniel seperti di hipnotis, pandangannya hanya terpusat pada cewek itu, bukan Allisya. 

Di kelas, Allisya termenung. Ocehan Aqila saja ia abaikan. 

"Sya. Lo kenapa?" Aqila mengguncang bahu Allisya, melamun. 

"Nanti ke mall ya?" pinta Allisya, lebih baik melihat barang-barang branded meskipun tak membelinya dan berakhir makan-makan. 

"Iya. Kai, lo ikut gak?" rasanya hampa dan kosong tanpa Kaila. 

"Ikut lah, mau beli shampo sachet nih,"

"Kalau itu di warung aja sana," tekan Aqila gemas. 

"Iya juga ya?" Kaila mengangguk lehernya tidak gatal. 

Allisya mengukir senyumnya, Kaila selalh saja membuat Aqila kesal. 

🍒 🍒 🍒

Saat Allisya keluar kelas, pemandangan tak biasa itu membuat hatinya kembali sakit. 

Bel pulang telah berbunyi satu detik yang lalu. 

Daniel berjongkok membenarkan tali sepatu Luna. 

"Ini kenapa sampai lupa di ikat? Kalau jatuh gimana," Daniel mengkhawatirkan Luna. 

"Sya! Lo denger gak sih?" Kaila gregetan. 

Allisya tersadar. "Apa tadi?" omongan Kaila menguap di udara, Allisya terlalu fokus melihat Daniel.

"Ayo! Keburu kantin penuh. Gue laper nih," keluh Kaila, cacing-cacing di perut curi semua nutrisi.

Daniel mendengar nama Allisya. Tapi kekasihnya itu melewatinya tanpa menyapa. 

"Allisya!" panggil Daniel. 

Allisya pura-pura tidak mendengarnya. 

"Siapa sih?" Luna sedikit kesal, Daniel memanggil seorang perempuan. Pastinya itu spesial, dan Luna tidak menyukainya. 

Daniel mengejar langkah Allisya. Luna mengikutinya. 

Daniel berhasil meraih tangan Allisya. "Sya, maaf tadi gak bisa nganterin kamu ke kelas," 

Langkah Allisya terpaksa berhenti. 

"Maaf?" beo Allisya heran. 

"Gak usah di anterin! Emang anak kecil," sindir Kaila sensi. 

"Sya, gak usah di dengerin. Ayo makan," Aqila menarik tangan Allisya menjauhi Daniel. Allisya sudah menceritakan semuanya.

Daniel mengambil posisi duduk di sebelah Allisya. Begitu pun Luna yang tak mau ketinggalan. 

"Niel, kok duduk disini sih? Kan aku gak kenal sama mereka,"

"Ya kenalan lah g*bl*k," Kaila lama-lama emosay. 

"Lo kok nyolot sih?" Luna tak terima di bentak. 

"Sya, mau makan apa? Aku beliin ya?" tanya Daniel tak mengiraukan perdebatan Luna dan Kaila. 

Allisya yang melihat Aria berjalan melewatinya pun memanggilnya. 

"Kak Aris! Sini," 

Aris menoleh ke belakang. Seragam yang di keluarkan dan tidak memakai dasi, itulah Aris. 

Dehaan datang menghampiri Daniel. "Gue di tinggal mulu deh sama di cuekin," semenjak adanya Luna, Dehaan jarang berkomunikasi dengannya. 

Daniel kurang suka dengan kehadiran Aris. 

"Ayo Lun, kita pindah aja," sekarang pikiran Daniel berubah secepat itu. 

Arif dan Javas memilih bergabung dengan yang lainnya. Satu geng Death Night saja. 

"Iya sya?"

Kaila panas-dingin. Berkeringat dan berdebar baru kali ini satu meja dengan Aris, ketos dan ketua geng yang di segani. 

"Dari deket aja ganteng," Kaila bertopang dagu, menatap lekat Aris. 

Daniel merasa cemburu, tapi sekarang ia bisa melakukan hal yang sama melalui Luna. 

"Niel, beliin nasgor ya?"

"Iya," 

"Sya? Kamu masih baik-baik aja kan?" tanya Aris khawatir, Allisya belum mengambil balsem di UKS. 

"Aku sehat kok," Allisya tersenyum kecil.

"Kayak biasanya nih? Mana duitnya," tagih Aqila, di antrikan tapi bayar sendiri dulu. 

Kaila menyerahkan uang sepuluh ribu, Aqila lima ribu. 

"Roti saljunya delapan ya. Rasa pisang sama coklat, awas kalau salah beli," ancam Kaila, delapan mungkin angka keberuntungannya dalam menghapus rasa lapar.

"Lo sya?"

"Jajan chiki yang pedes. Empat ribu, kembaliannya buat lo,"

"Seribu?" bukannya Aqila meminta jatah lebih. "Permen karet dapet satu aja sya,"

"Permen biasa aja," Allisya tidak mau membuang-buang uang. Original-nya ia membawa uang lebih. 

Setelah pesanan Kaila dan Allisya welcome, dalam makan-memakan diam tanpa ada suara. 

Luna tersedak. Ia terlalu terburu-buru. "Uhuk uhuk,"

Daniel mengambilkan air mineralnya. "Ya ampun Lun, pelan-pelan aja makannya," Daniel memijat tengkuk Luna. 

"Mati aja sekalian," sindir Kaila pedas. 

"Gak boleh gitu," bela Aris. 

"Makan cepet-cepet tuh bikin gendut. Pelan kan bisa, menjaga keseimbangan berat badan," Kaila membubuhkan curhatannya. 

Luna merasa tersindir. "Niel, siapa sih mereka? Kayak benci banget sama aku?" tanya Luna berpura-pura sedih, original-nya kesal setengah hidup mati.

"Gak tau," jawab Daniel acuh tak acuh, mood-nya memburuk melihat Allisya tertawa dengan Aris. 

Luna tersenyum miring. 'Kayaknya seru nih, bakal ada peperangan,' dan Luna merencanakan sesuatu untuk mereka.

🍒 🍒 🍒

Next chapter coming soon 》 》》

Karena semangat nulisnya 😅 daripada idenya hilang 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status