Kaila mengetukkan penghapus di papan tulis sebagai penertiban kelas.
"Semuanya dengerin gue dulu,"
Seisi kelas diam. Pasti ada hal penting.
"Nanti yang piket bersih-bersih kelas. Besok ada lomba kebersihan kelas setiap satu bulan sekali,"
"Sa, piala bergilir ya?" tanya Ema.
Kaila mengangguk. "Iya. Nanti bawa tanaman hias ya dari rumah. Terus botol bekas yang bakalan di jadikan pot,"
Aqila memgangkat tangannya. "Terus novel yang di pojok baca di perbarui juga gak? Masa itu-itu aja," hanya 3 novel berjenis romantis se-tebal kamus bahasa Inggris.
"Kalau punya novel sendiri boleh di taruh pojok baca, sama kamus bahasa inggris dan buku pengetahuan lainnya. Tapi ada yang kurang nih," sebagai bendahara kelas, uang kas akan keluar saat lomba kebersihan kelas tapi sedikit dan sisanya membawa barang dari rumah.
"Apa?"
"Udah lengkap tuh kai,"
"Di bagusin lagi, masa polosan doang?"
"Ok, kalau tugas dekor serahin ke gue," ucap Aqila percaya diri.
"Penilaiannya besok sepulang sekolah, jadi sekarang yang piket dan gak tolong berpartisipasi ya. Gue gak mau kalau kelasnya kotor dan pengumumannya bukan kelas bersih meskipun gak juara. Emang kalian mau kena denda seratus ribu? Jangan pakai uang kas ya!" seharusnya Kaila pantas menjadi ketua, tapi karena ketegasan dan penagihannya bendahara lebih cocok.
"Gak lah! Kelas kita bakalan jadi juaranya,"
"Semuanya jangan pulang dulu. Gak usah banyak alesan ok?" biasanya ada yang kabur alasan di jemput, di tungguin pacar, tidur siang, bantu bersih-bersih, ikut eksul, dan keberagaman alasan lain.
"Siap bos!"
"Laksanakan!"
"Kuy ayolah!"
Karena jamkos dan satu jam lagi bel pulang berbunyi.
"Piket sekarang gak nih kai?"
Kaila mengangguk. "Iya, lebih cepat baik ok. Selesai piket, nanti ada yang ke toko Pelangi ya buat beli dekorasi kelas. Perlu di ganti tuh, masa iya kelas 11 Ips 5,"
Sebelum 11 Ips 1 perpindahan kelas sejak kenaikan kelas di berlakukan. Beberapa dekorasi dan balon huruf itu masih menancap di tembok.
"Gue sama Allisya aja," ujar Aqila antusias. "Mau kan sya?"
Allisya mengangguk. "Apa di toko Pelangi ada pulpen sama buku tulis?"
"Ada dong, gue sebutin ya. Pensil, pulpen, kotak pensil, penghapus, kain flanel, lem tembak, dakron, bros, kertas buffalo, buku gambar, binder, buku diary-emm" mulut Aqila di bungkam, Allisya bosan mendengarnya.
"Apaan sih sya, gue kan sebutin semuanya,"
"Gak perlu. Kayak promosi aja,"
"La, lo piket!" perintah Kaila seperti mandor.
"Iya ya," Aqila mengambil sapu kelas yang di letakkan di gantungan khusus untuk sapu, cikrak, dan pel-pelan.
Bersih-bersih kelas di laksanakan. Piket, mengelap kaca, mengusir debu di meja-meja dengan kemucing dan mengepel.
Harum wangi, sejuk dan asri di rasakan oleh 11 Ips 1.
Bel pulang sekolah berbunyi.
"Duh capek banget nih,"
"Kai, boleh gak istirahat?"
Kaila yang tengah merapikan taplak meja pun mengangguk. "Boleh, tapi makannya disini dengan syarat harus bersih,"
"Ok,"
Aqila mengajak Allisya ke toko Pelangi. Tapi saat keluar kelas, Allisya melihat Daniel yang tengah mendekatkan diri dengan Luna di tembok.
"Duh mata gue tiba-tiba burem nih," sindir Aqila keras.
Sontak Daniel dan Luna menoleh.
"Sya? Aku anterin kamu pulang ya?" Daniel bersikap seolah-olah tidak ingat.
"Jangan niel, biarin aja pulang sendiri. Dia udah gede, bisa lah jaga diri," ucap Luna menusuk ke ulu hati.
Aqila menghampiri Luna. "Lo siapa sih? Kenapa selalu sama Daniel hah?" Aqila mengangkat dagunya, menantang.
Luna mendorong Aqila. "Kenapa emang? Masalah?"
"Oh jelas! Allisya itu pacarnya Daniel!" sahut Aqila tersulut emosi.
"La, Luna sahabat gue. Jangan bentak dia kayak gini, nanti mentalnya down," ucap Daniel melerai.
"Lo lebih peduli Luna daripada Allisya? Otak lo ke geser di dengkul niel,"
Beberapa siswa yang masih berlalu-lalang pun menghentikan langkahnya, menyaksikan perdebatan ini.
Allisya meraih tangan Aqila. "Ayo la ke toko Pelangi, jangan buang-buang waktu," ucapan Allisya menumpahkan sindiran halus.
"Sya, ayo pulang bareng sama kita," bahkan Daniel mengajak Luna, Allisya mau jadi obat nyamuk?
"Gak usah. Pulang aja," ucap Allisya malas.
"Ok, jangan lupa makan ya?" perhatian b*llsh*t itu menguap di udara, Allisya tidak baper.
"Ayo sya, tubuh gue kayak kebakar disini terus," sebelum pergi Aqila melirik sadis Luna.
"Biasa aja dong matanya," ucap Luna tak terima.
🍒 🍒 🍒
Di toko Pelangi, Allisya melihat-lihat pulpen gel favoritnya.
"Sya, yang ini lucu deh," Aqila menunjuk pulpen gel berwarna biru laut dengan gliter kemerlip.
"Yang ini mbak?" tanya si penjual perempuan.
Allisya mengangguk. "Tiga ya mbak, ini kan kembar,"
Aqila mengernyit. "Kok tiga? Satu aja sya,"
"La, gue beliin ini buat lo dan Kaila. Biar kita samaan,"
Aqila tersenyum senang, ah kembaran sama dengan couple-an.
"Makasih banget sya,"
"Sama-sama. Eh dekorasinya la jangan lupa," untungnya Allisya ingat, bisa-bisanya Kaila akan angry.
"Mbak, kertas origaminya lima ya," Aqila memesan.
"Banyak banget la, buat apa?"
"Ada deh, biar rame kelasnya,"
Setelah membeli kertas origami dan pulpen gel, mereka kembali ke sekolah.
"Allisya sama Aqila lama banget sih," gerutu Kaila.
Kelas 11 Ips 1 memiliki aroma khas makanan dari mie ayam, mie instan, duren, parfum lagi biar wangi, dan ada yang membeli gorengan hangat sehingga kelas ini seperti buka warung lesehan.
Allisya dan Aqila memasuki kelas.
"Ini dia, panjang umur tadi gue gosipin sendiri," Kaila menghampiri sahabatnya itu. "Beli dekorasi apa?"
Aqila mengeluarkan lima kertas origami. "Ini la, nanti kita buat macem-macem deh. Bisa pesawat, kupu-kupu, burung dan orang-orangan,"
"Gak gitu juga, emang nih kelas anak Tk?"
"Gue ada ide!" itu Rizka.
"Apa?" tanya ketiganya kompak.
"Jangan origami aja, kebetulan gue punya kertas karton di laci nih," Rizka memberikan kertas karton berwarna putih dan merah muda. "Biar gak origami mulu,"
Kaila meraih kertas karton itu. "Gue tau harus buat apa. Kita bikin struktur organisasi kelas dulu, terus kita bikin mading kelas. Nanti gue pilih siapa yang nulis kata-kata indah, puitis dan motivasi. Biar yang baca itu semangat,"
"Setuju!" seru semuanya kompak.
"Itu aja?" tanya Aqila. "Masa gak rame, tambah lagi dong,"
"Ok, selanjutnya ada tulisan viral di struktur organisase kelas. Biar informasi dan gambar menarik jadi referensi,"
"Di mulai dari sekarang! Priitt," ucap Kaila seperti wasit. "Di mohon kerja samanya ya guys,"
Semuanya sibuk membuat kupu-kupu dari origami dan beberapa burung.
"Pipit, Ria, Dia kalian ngisi mading ya. Pipit nulis puisi, Ria motivasi, Dia kata-kata mutiara,"
"Ini bahasa Indonesia apa ada bahasa Inggrisnya?" tanya Dia yang masih bingung.
"Bahasa Indonesia aja, biar semuanya faham," Kaila seperti pemimpin disini, tapi demi kebersihan dan kenyamanan kelas.
"Duh, gue gak tau lagi harus bikin puisi gimana," keluh Pipit.
Allisya yang mendengar itu pun ingin membantunya. "Ide gue aja. Nanti lo yang tulis,"
"Emang lo bisa?" tanya Pipit sedikit ragu.
"Bisa,"
Allisya mulai menyalurkan keluh kesahnya melalui puisi.
"Kapan-kapan lo like ya blog halaman di F******k gue," pinta Allisya, semakin banyak yang menyukainya puisinya di hargai.
Puisi yang di ungkapkan Allisya adalah:
"Terjun"
Salah kata menyakiti hati
Meminta tidak di hargaiSedingin es menyelimuti bumiLaut menyapa senja mengakhiriHujan sebagai saksi
Tiupan angin membisikiInilah yang di nantiTerhalang pilu menghimpit diri"Sya, pas banget loh. Pinter banget lo buat puisi. Pasti lah, ehm," Pipit berdehem. "Semuanya dengerin gue!"
Seisi kelas menatap Pipit penasaran.
"Jangan lupa like blog halamannya Allisya ya guys," Pipit membantu memprosikan.
Allisya senang. 'Makasih banget pit,' batinnya.
"Apa namanya?" tanya Pipit.
"Puisi gombalan. Masih 287 like sih,"
"Gak papa sya, nanti kita promosiin rame-rame,"
"Iya, karya lo harus di liat dan di hargai semua orang,"
Kaila menghampiri Allisya. "Sya, kalau lo mau ikutan kompetisi menulis puisi nasional, daftar aja ke gue ya? Soalnya formulir pendaftarannya terbatas, dan gue dapet itu,"
Mata Allisya berbinar. "Gue mau kok. Kapan?"
"Nanti gue kirimin filenya ya. Biar gue yang daftarin nama lo," Kaila begitu baik meskipun menyusahkan di waktu tertentu.
"Makasih kai," Allisya memeluk Kaila.
"Sama-sama. Gak usah sedih ya sya," Kaila tau permasalahan cinta Allisya dengan Daniel.
"Nanti cantiknya hilang loh sya,"
"Senyumnya eaa,"
"Manisnya ngalahin gula subhanallah,"
"Kalau cemberut saudaranya bebek,"
Allisya menatap semua temannya. Mereka ada dan mendukungnya, bahkan beberapa hari saja seperti mengenal lebih lama. Allisya beruntung di tempatkan di kelas 11 Ips 1.
Allisya mengangkat sudut bibirnya. "Nih gue senyum,"
"Nah, itu baru Allisya kita. Ya gak guys?"
"Yap, semuanya adalah keluarga. Gak boleh ada yang sedih ataupun down,"
"Apa semboyan kita?" tanya Kaila membangkitkan semangat teman sekelasnya. Siang-siang begini kantuk menyerang tanpa ampun.
"Prioritas dan solidaritas!" seru mereka kompak.
Di kantor guru, bu Diah yang masih di sana mengoreksi jawaban dari siswa mendengar suara itu dari CCTV.
"Kompak banget, wah salut deh. Yang lain udah pulang, mereka berusaha menghias kelas," bu Diah tersenyum, meskipun tidak mengajar di kelas 11 ia tau bagaimana karakter semua siswa, ada yang penyendiri dan suka berbaur. Yang penyendiri ini perlu di rangkul, bukan di bully atau di diamkan, dia juga butuh teman dan sebuah kebahagiaan kecil dari seorang teman. Ehm, sorry curhat.
🍒 🍒 🍒
Next Chapter coming soon 》 》 》
Di kantin, meskipun tempat duduknya sudah penuh dan terisi, Zahra tetap keukeuh untuk makan satu meja dengan Alvian. Bahkan ia telah mengambil satu kursi punya tukang bakso lebih tepatnya meminjam."Kasihan kursinya di ambil, terus pembelinya mau duduk di tanah gitu?" ujar Kaila menyindir Zahra."Gak apa-apa, nanti juga gue balikin kok. Yang penting, bisa makan bareng sama Alvian. Ya kan sayang?" dengan berani dan percaya dirinya memanggil Alvian sayang.Reaksi Alvian hanya diam saja, tak menganggap kehadiran Zahra.Merasa di abaikan Zahra menawarkan siomay-nya. Menyuapkannya pada Alvian ketika mulut cowok itu terbuka.Zahra tersenyum puas saat Alvian menerima suapannya."Gimana? Pasti enak dong, apalagi di suapin sama cewek cantik kayak aku," ucap Zahra penuh percaya diri.Kaila berdehem. "Gimini? Pisti inik ding. Gak enak! Al, mending muntahin aja deh.""Kai, mana bisa ah. Udah gue ma
Dua perempuan yang kini berbincang di sudut kafe. Sore hari, jam 3. Keduanya membuat janji untuk membicarakan suatu hal yang sangat penting. Salah satunya adalah Luna."Lo kelas duabelas kan sekarang?" tanya Luna pada adik kelasnya itu, termasuk sangat dekat dengan sekolahnya dulu sebelum pindah karena Daniel."Iya. Kenapa? Langsung ke intinya deh. Gue gak mau lama-lama disini. Masih ada urusan lain," jawabnya ketus.Cewek berlensa biru dengan bibir merah muda dan kulit putihnya itu kesal dengan Luna."Gue minta lo pindah ke sekolah itu. Sekolah gue yang sekarang. Gampang kok, asal berduit aja. Gak perlu pinter. Penampilan lo menarik, cocok buat ngehancurin Allisya sama Alvian dan Aris. Gue hanya ingin Allisya di benci sama dua cowok itu.""Terus? Gue mesti ngapain?""Sekolah disana. Tugas lo cuman merebut Alvian dan Aris. Nih, fotonya," Luna menyodorkan dua lembar foto Alvian dan Aris."Kenapa gak dari d
Mengantuk, itulah yang di rasakan penghuni kelas 12 Ips 2 sedang berlangsung live streaming pelajaran Sejarah. Tidur, mencatat hal yang penting di sampaikan oleh guru, bertanya jika kurang mengerti, ada yang sekedar memperhatikan saja.Kaila menguap, lama-lama bosan juga."La," panggil Kaila berbisik. Aqila menoleh dengan wajah suntuknya."Lo pernah gak sih merasa kalau cowok yang kita sukai itu menjauh?" tanya Kaila sekedar iseng, hanya ingin tau bagaimana tanggapan Aqila si otak cerdas.Aqila mengernyit, Kaila sedang galau rupanya.Aqila menggeleng. "Kak Javas gak pernah gitu. Dia selalu ngasih kabar kok. Emangnya lo ada masalah apa sama kak Arif? Apa dia udah nyerah sama lo?"Kaila menggeleng lemah. "Gak tau la. Meskipun terkadang gue bales chatnya galak dan cuek, tapi notifikasi dari dia itu udah bikin hati gue seneng banget."Aqila mengusap bahu Kaila memberikan ketenangan."Sabar aja ka
Pagi ini Allisya datang ke sekolah dengan semangat, Aris mengantarkannya.Sebelum Allisya keluar dari mobil, Aris selalu memberikan bekal buatannya."Gak pedes kok, daripada kamu jajan sembaran di kantin. Yang pinter dan kosentrasi ya?" pesan Aris seperti seorang bapak kepada anaknya.Allisya mengangguk. "Siap! Kak Aris semangat ya kuliahnya."Aris tersenyum. Melihat Allisya se-ceria ini saja membuat hatinya berdesir tak karuan."Makasih. Aku pergi dulu ya? Maaf nanti gak bisa jemput, langsung ke kantor ayah. Kamu bareng sama Gibran aja ya?"Allisya merasa asing dengan nama itu."Gibran siapa kak?""Itu temenku, dia senior sya di geng."Allisya mengangguk. "Iya kak. Aku ke kelas dulu ya? Bye," Allisya melambaikan tangannya.Aris melajukan mobilnya, awal pagi melihat Allisya membuat semangatnya nge-jreng.Di kelas, Allisya menatap horor Kaila dan Aqila. Tapi Al
Malam minggu, moment yang pas untuk berjalan dengan pasangan. Apalagi Aris dan Allisya, keduanya menikmati semilir angin yang dingin dengan suara bisingnya kendaraan. Ya, mereka masih naik motor."Emangnya kamu gak dingin sya?" tanya Aris menatap Allisya di kaca spion motornya, senyum lebar itu sangat terlihat bahagia dan ceria, Aris ikut senang melihatnya.Allisya menggeleng. "Ini itu sejuk banget kak. Gak kayak di rumah, panas. Apalagi mama selalu nyalain AC, aku kedinginan tau," jawabnya sedikit kesal.Aris mengangguk faham. "Kalau kamu pake AC terus yang ada masuk angin lagi," Aris sangat tau Allisya tak menyukai angin elektrik yang di salurakan dari listrik pasti akan berakhir masuk angin."Aku di rumah kan pakai sweater kak," tapi Allisya juga tak nyaman memakai sweater setiap harinya, terlalu tertutup dan hangat. Ia ingin sesekali merasakan udara dingin.Akhirnya mereka sampai di sebuah pasar malam. Allisya mena
"Apa? Javas sekarang ada di rumah sakit? Ok ok, makasih banget kabarnya," Gavin tersenyum miring. Ia mendapat telepon dari orang terdekat, dan diantara Aris."Kenapa gue baru tau sekarang kalau Javas sekarat? Haha, gue terlalu fokus buat kabur.""Javas, ucapkan selamat tinggal pada dunia," Gavin tersenyum penuh arti. Ia punya rencana cemerlang untuk mencelakai Javas."Dan kekalahan geng gue, bukan berarti kebahagiaan buat geng lo Aris," hati Gavin merasa tak terima, Aris bermain curang dengan membawa pasukan banyak demi mengalahkan jumlah dan melumpuhkan pasukannya.***"Rif, lo pulang aja. Biar gue aja yang jagain Javas. Ris, lo juga. Pasti bokap lo nyariin. Biarin aja Javas sekarang jadi tanggung jawab gue," ucap Gibran mantap."Titip ya? Gue juga udah ngantuk banget nih. Pingin peluk bantal sama guling," Arif menguap setelahnya, menunggu Javas sadar akhir-akhir ini membuat punggungnya terasa pegal."Ok
Akhirnya Aris sampai di restoran yang Allisya tunjukkan. Matanya menyapu sekeliling, mencari sosok kecil dengan rambut yang tergerai seperti biasanya.Matanya menangkap sosok Allisya yang duduk sendirian. Aris menghampiri Allisya, entah bagaimana ia membuka obrolan. Apalagi kalau sudah lupa dengan janji."Allisya? Kamu disini udah lama ya nungguin aku?"Allisya beralih menatap Aris, matanya terlalu fokus dengan lalu-lalang kendaraan yang melintas.Allisya menyipitkan matanya, memandangi wajah Aris lekat. Ada beberapa lebam dan darah yang mengering disana. Apa Aris tawuran lagi?"Kak?" panggil Allisya serius. Rasanya sudah lelah memberikan nasehat berkali-kali pada Aris masalah tawuran."Iya sya? Kangen? Tau kok, tiap hari kamu juga bilang gitu di chat," Aris hanya menanggapi seadanya. Ia tak tau Allisya tengah khawatir sekarang."Kak Aris tawuran lagi? Kenapa? Memangnya itu gak sakit? Aku aja
"Maaf ya om, tante. Saya gak mau lama-lama, pasti ayah bakalan nyari juga," ujar Aris berpamitan pada Selena dan Allister."Kirain mau disini lebih lama. Tapi gak apa-apa deh," Selena tak rela Aris pamitan secepat itu."Allisya, kamu jangan begadang ya? Jam sembilan langsung tidur, gak usah nonton drakor. Apalagi yang espisodenys gak kelar-kelar," nasehat Aris serius, Allisya langsung berubah masam dan cemberut."Kakak aja begadang, kenapa ngelarang aku?" Allisya bersidekap dada menatap Aris sengit."Itu namanya udah sayang sama kamu sya. Aris gak mau kamu sakit," sahut Allister.Setelah Aris pergi, Allisya melangkahkan kakinya ke kamar. Setelah makan begini, enaknya belajar. Sangat pas untuk kembali berpikir.***Markas Cakrawala.Tepat pukul 6 malam, Gavin menyuruh semua anggotanya berkunpul di markas."Ada apa sih vin? Mau tawuran lagi? Udah kelar kali," celetuk Udin set
Sesampainya di rumah Allisya, sangat kebetulan sekali ada Selena dan beberapa tante-tante arisan yang asik bergosip ria.Terutama saat Allisya turun dari motor Aris. Semua itu tak luput dari perhatian Selena dan teman tante-tantenya."Itu siapanya Allisya? Pacarnya kan?""Ganteng e pean le." (Ganteng banget kamu 'le' untuk panggilan anak laki-laki)."Itu calon suaminya Allisya," ucap Selena memperkenalkan calon mantunya itu."Kapan nikah?""Setelah Allisya lulus, doain aja semuanya berjalan dengan lancar," wajah Selena terpancar kebahagiaan, apalagi Aris sudah di ketahui teman arisannya."Aaamiinn semoga lancar.""Kita doain yang terbaik aja deh Sel.""Mama, aku pulang," Allisya salim pada sang mama."Pingin deh mama cepet-cepet ya punya cu-""Mama! Aku masih sekolah. Bukan kebelet nikah," sela Allisya kesal, selalu saja mamanya itu menginginkan seorang cucu.