Share

Bab 5

Daniel menekan bel beberapa kali. Yap, ia sedang berada di rumah Allisya menjemput cewek itu ke sekolah bersama. 

Allisya yang mendengar bel berbunyi bergegas membukakan pintu. 

"Kamu?" ekspresi Allisya terkejut, masalahnya mamanya tengah berada di meja makan bisa gawat jika tau Daniel kesini. 

"Ayo sya, berangkat bareng," ajak Daniel meraih tangan Allisya. 

Allisya menjauhkan tangannya. 

Daniel terkejut. "Kenapa?" tanyanya khawatir. 

"Aku berangkat bareng ayah."

Allister yang baru saja keluar dari kamar melihat Allisya tengah mengobrok dengan Daniel di ambang pintu itu menghampirinya. 

"Kamu barenga aja sama Daniel, sana. Nanti keburu ketauan sama mama loh," Allister mengizinkan. 

Allisya berpamitan pada ayahnya. "Aku berangkat ya yah. Bilang aja lagi piket."

Allister mengangguk. "Sip lah."

Akhirnya Allisya bisa berangkat bersama dengan Daniel. 

"Emang kenapa kalau mama kamu tau sya?" Daniel belum sempat bertemu, tapi dari ucapan Allister sepertinya ia sudah tau.

"Gak papa kok," Allisya tidak ingin menjawab lebih jelas, hati Daniel pasti sakit kalau mamanya itu tidak menyukai hubungannya ini.

"Kamu tau gak sya? Kenapa matahari sekarang cerah banget." 

Allisya menggeleng. 'Gombal tuh.'

"Secerah masa depan kita," gombal Daniel saudaranya Dilan. 

"Gak akan ada yang cerah niel, kalau badai belum dateng," tiba-tiba Allisya berujar sedih. Antara dilema melepaskan Daniel atau bertahan. 

"Loh? Kok ngomongnya gitu sya. Jangan lah," Daniel melirik Allisya yang menundukkan pandangannya. 

Selama perjalanan, mereka mengobrol. Daniel yang membuat hati Allisya baper tapi cewek itu membalas dengan sebaliknya seperti ingin berpisah. 

"Sya udah sampai. Kalau kamu gak senyum nanti mirip sama kambing loh."

"Apaan sih, gak lah," Allisya mengangkat sudut bibirnya. 

"Nah, kalau gitu kan kayak kucing imut terus." 

Perhatian itu tak luput dari beberapa pasang mata.

"What?! Kucing? Nge-gemesin dong "

"Kalau gitu gue jadi kucing aja deh biar Daniel gemes."

"Gak gitu juga gobl*k masa kucing setengah manusia."

Allisya terkekeh mendengar sahutan itu. 

Tanpa mereka sadari, Aris melihat itu semua. 

Aris memasukkan mobilnya ke parkiran sekolah. 

"Selalu saja Daniel yang pertama," Aris mulai jatuh cinta dengan Allisya.

Arif dan Javas melihat mobil Aris menghampirinya.

"Bos! Keluar dong!" Aris mengetuk kaca mobil Aris tak sabaran.

Aris keluar. "Kenapa?" tanyanya malas. 

"Gimana cara ngatasin PIN yang gue pasang di W******p bos? Gue lupa! Akhh bagaimana nasib semua gebetanku!" Arif frustasi.

"Berikan saja ponselmu pada Aris," suruh Javas, ia tidak mau ikut campur nanti tertular kelemotan loading 404 not found dari Arif Yogaswara. 

Arif memberikan ponselnya. "Hiks tolong ya bos? Kalau gak, gimana bisa gombalin delapanpuluh empat gebetan gue," rengek Arif dramatis.

Aris mendengus, sabar memang otak Arif dulunya belum di sleding dulu. Aris membenarkan PIN W******p Arif, non-aktifkan PIN.

"Nih, makanya kalau mau buat PIN di inget-inget dulu," Aris berlalu.

Arif bersorak senang. "Yes! Akhirnya, makasih ya bos!" teriaknya namun Aris tak mendengarkan suara merdunya.

"Ada-ada aja lo," Javas menggeleng heran. "Yuk ke kelas." 

***

Bel istirahat telah tiba, Allisya dan Aqila siap meluncur dan gaskeun ke kantin.

"Kai, ikut kita yuk daripada di kelas," ajak Allisya se-baik mungkin. 

Kalia mengangkat kepalanya yang tadi di masukkan ke dalam tas. 

"Hm, bantuin gue dong," Kaila membentangkan tangannya. 

Aqila berdecak kesal. Ia menarik tangan Kaila. "Duh bayi besarnya rewel," sindirnya. 

Kaila hanya tersenyum setelah berhasil berdiri. "Hehe gak kok."

"Yuk ke kantin," ajak Allisya.

Mereka memilih duduk di tempat yang tersisa satu, terlalu gercep memang menyerbu kantin.

'Aku jadi pingin makan yang pedes-pedes nih,' batin Allisya. "Aku pesen ramen dulu ya?" sebelum Allisya beranjak 

Kaila mengangguk. "Iya, sekalian nitip beliin roti salju delapan ya," Kaila memberikan uang hijau.

Allisya dan Aqila melongo.

"Apa?!" pekik Aqila terkejut. 

"Lo mau jadi buto ijo apa makan segitu banyaknya," sahut Allisya syok. Baru kali ini ia mempunyai teman suka makan.

Kaila hanya menyengir. "Hehe laper tau. Sana-sana, nanti sisanya buat lo deh."

Kalau begini Allisya mau. "Sip."

Allisya memesan makanan. 

Kaila menatap Aqila. "Lo gak makan? Udah kebal sama yang namanya laper?" 

"Diet, tadi pagi udah makan pisang sih. Yah lumayan masih kenyang." 

Sedangkan Allisya tengah membawa mangkuk ramennya di tangan kanan, yang bebas membawa kantung plastik berisi delapan roti salju milik Kaila. 

Berjalan dengan hati-hati, Allisya tidak ingin ramennya ini berakhir tumpah hanya karena menabrak seseorang. 

Dehaan menatap Allisya. "Eh Allisya kayaknya kesusahan tuh bawanya." 

Daniel mengalihkan pandangannya. "Gue bakalan bantu," Daniel beranjak dari tempat duduknya. 

Seorang cewek berlari kencang hingga menabrak Allisya yang tengah membawa ramennya. 

Keduanya terjatuh. 

"Aw, aduh siapa sih?!" kesal Allisya. 

Cewek itu menatap seragamnya. "Kan kotor! Bersihin!" tuntutnya, bernoda? Pakai vanis. 

"Yang salah kan lo, gitu aja lari kayak di kejar mantan mau balikan," gerutu Allisya kesal.

Daniel membantu Allisya berdiri. "Kamu gak luka kan sya?"

"Gue yang jadi korbannya! Nih! Jadi kotorkan!" protesnya pada Daniel. "Cewek lo?"

Daniel mengangguk. "Maaf ya."

"Daniel! Dia yang nabrak aku sampai jatuh, kamu gak perlu minta maaf ke dia!" sela Allisya cepat. 

"Lo-nya aja yang lelet!" sahut cewek itu tak mau kalah. 

Aris yang melihat perdebatan itu pun menghampiri TKP. 

"Apa perlu seragam baru?" tanya Aris dengan wajah datarnya. Sebagai ketua geng motor Space, di segani oleh semua kalangan. 

Seketika wajah cewek itu pucat pasim "G-gak perlu," ia memilih pergi daripada berurusan dengan Aris. 

"Allisya, nanti aku pesanin lagi."

"Gak usah!" sergah Daniel ketus. Ia menatap ramen yang sudah tercecer di lantai. Menoleh ke Allisya meminta penjelasan. 

"A-aku cuman pingin makan pedes," ucap Allisya terbata. 

"Udah berapa kali aku bilang? Jangan makan pedes! Nanti kamu sakit lagi sya," Daniel frustasi, ia peduli kesehatan Allisya. 

Di bentak seperti itu, mata Allisya berkaca-kaca, selama ini tidak ada yang membentaknya apalagi orang tuanya sendiri. 

"Kamu gak pernah beri aku kebebasan niel. Aku gak suka di atur-atur gini," Allisya mengutarakan hatinya. 

Daniel tampak tak percaya, sejak kapan Allisya-nya ini memberontak?

"Aku gak ngatur kamu, tapi peduli," sanggah Daniel. 

"Lo bukan siapa-siapanya Allisya."

"Pacarnya!" sela Daniel menatap Aris nyalang. 

"Pacar kan?" belum tunangan atau suami, batin Aris. 

Allisya pergi begitu saja. 

"Sya! Kamu jangan marah!" teriak Daniel tapi Allisya tak menggubrisnya. 

"Oh Daniel ngelarang Allisya makan pedes?"

"Gak bisa gitu dong, kalau udah suka sama sesuatu gak bisa dilarang."

"Iya, apalagi makanan ter-favoritku."

Aris tersenyum remeh. "Dan Allisya bakalan jauh dari lo." 

Daniel mencengkram kerah Aris. "Maksud lo apa?!" ia tersulut emosi.

"Liat aja nanti."

***

"Wey kaum cowok keluar dong! Kita mau ganti nih!" seru Aqila marah. Kaum cewek ganti kaos olahraga di kelas daripada kamar mandi. 

"Enak aja ngusir-ngusir kita. Yang ada cewek harus keluar! Mau di intipin CCTV?" sedikit ancaman siapa tau kaum cowok kali ini menang. 

"Halah alesan lo aja. Kita bisa ngatasin itu mah kecil," sahut Kaila se-enteng bilang kangen apa gak. 

"Udahlah, ngalah aja sama cewek. Gak bakalan menang adu bacot."

"Selalu aja yang waras ngalah."

Kaila menggebrak meja. "Kita waras ya, masih sehat otaknya!" Kaila terlalu menanggapinya. 

"Udahlah Kai, gak usah di ladenin. Yang ada tambah ngelunjak loh," lerai Allisya. Ia pelan-pelan mengenal watak Kaila yang emosian dan malas gerak, Aqila asik dan humoris. 

Setelah semua kaum cowok kelas 11 Ips 1 keluar, barulah kaum cewek bergiliran ganti kaos olahraga dengan bermodalkan lemari kelas sebagai penghalangnya. 

"Ada yang bawa parfum gak nih?" tanya Kaila menuntut, berolahraga kemungkinan bau badan. 

"Gak ada!"

"Mana berani, yang ada di rampas guru."

"Ck, terus pake apa coba biar wangi," gumam Kaila tampak berpikir. 

"Makanya Kai sebelum berangkat, kaos olahraga lo di semprot parfum dulu," ujar Allisya memberikan saran. 

"Iya juga sih, gak kepikiran. Hehe," Kaila menyengir, akhirnya masalah bau badan teratasi sejak hadirnya Allisya dengan segalan ide brilliant.

"Bedak? Ada yang bawa gak?" tanya Kaila lagi. Bedak'an sebelum olahraga memancarkan silau cantik tiada banding.

"Haduh biar apa sih tuh muka? Percuma, ntar juga luntur kena keringat."

"Biar cantik tau! Kalau kelas kita ceweknya glow-up semua!" seru Kaila mengepalkan tangannya ke udara, mendukung kelasnya. 

"Makanya kalau-" Allisya yang akan memberikan saran di sela oleh Kaila yang sudah bosan. 

"Apa? Di dempul tujuh lapisan?"

"Nah iya! Tapi di kira badut," Allisya menahan tawanya, seisi kelas menertawakan Kaila dengan wajah cemberut kayak centong sayur.

"Udahlah, keluar kelas yuk. Pak Rudi pasti udah nungguin," ajak Aqila menyelamatkan derita Kaila. 

Saat keluar kelas dan menuju halaman, pujian terlontar dari mulut mereka ketika kelas 12 Ipa 1 itu tengah melakukan pemanasan kenapa tidak pendinginan?

"Wah kak Aris ganteng banget tau!"

"Kak Daniel juga gak kalah ganteng tau!"

"Semua cowok emang ganteng tau!"

Kaila mendengus mendengar pujian itu. "Kayak gak pernah liat cogan aja."

Allisya masih terkejut, dua jam olahraga dengan kelas Daniel? Jangan lupakan Aris yang akan di jodohkan padanya. 

"Tuh sya, jadi lo nanti bisa gampang ngapelinnya," ucap Aqila melirik anak 12 Ipa 1. 

Pak Rudi meniup peluitnya"Semuanya berkumpul disini!" teriaknya. 

"Materi kali ini adalah lari zig-zag yang akan di lakukan oleh individu," jelas pak Rudi setelah semuanya berkumpul. 

"Penilaian ya pak?"

"Iya, karena minggu depan presentasi tentang permainan sepak bola," begitulah pelajaran olahraga yang di ajarkan pak Rudi, praktek dan presentasi agar ilmu dan materinya terserap dengan baik. 

"Di mulai dari Allisya." 

"Duh nasib absen pertama," gumam Allisya gugup. Tampil sendiri di depan teman sekelas kadang bikin grogi. 

"Satu..Dua..Tiga..Mulai!" pak Rudi meniup peluitnya. 

Aris melakukan ancang-ancang melambungkan bola basket ke ring. 

'Semoga masuk!' Aris melemparkan bola basket itu, tapi posisinya miring dan mengenai Allisya yang tengah melakukan lari zig-zag. 

"Aw, sakit!" pekiknya memegangi pelipisnya. 

Daniel menoleh, menghampiri Allisya sedikit berlari. 

"Sya? Kamu gak papa kan? Mana yang luka?" Daniel menelisik Allisya. 

"Maaf," ucap Aris singkat. "Tadi perkiraannya salah." 

"Maaf doang lo bilang?!" Allisya jadi kena bola basket gara-gara lo! Kalau gak bisa, gak usah main!" gertak Daniel menatap Aris sengit. 

"Aku gak papa kok," meskipun pening, Allisya masih sadar tidak seperti di novel yang kena bola auto pingsan. 

"Bener nih? Tapi gak pusing kan? Atau benjol?" Daniel mengecek pelipis Allisya. "Biru gini sya, ke UKS yuk?" Daniel begitu khawatir. 

"Allisya? Apa mau di lanjut?" tanya pak Rudi khawatir. 

"Iya pak."

Allisya kembali melanjutkan lari zig-zagnya. 

"Berani marahin ketua geng."

"Bakalan war gak tuh?"

"Iya lah, Daniel kan suka ngajak gelud."

"Enak aja! Kak Aris tuh!"

Perdebatan antara cewek dan cowok 11 Ips 1 yang membela pihaknya masing-masing. 

Allisya baru saja selesai lari zig-zag. "Huh, akhirnya," ia duduk menyelonjorkan kakinya di sebelah Aqila. 

"Lo inget gue gak?" tanya Kaila dengan pintarnya, di kira Allisya amnesia. 

"Kaila kan?"

"Enak aja ada khan, Kaila Sherly Sifabella dari Indonesia," Kaila mengulurkan tangannya. Ulang kenalan dulu.

"Tau lah, masa dari luar angkasa," sahut Aqila malas. 

"Kalian kok jahat banget sih. Yang baikin dikit dong," mohon Kaila dengan mata berbinar. 

"Males," sahut semua anak 11 Ips 1. Tega. 

***

Next chapter 》 》 》 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status