Zico membaringkan Nara di kursi mobil tanpa melepas ciumannya. Dia bahkan tidak memedulikan nafas Nara yang sudah tersengal. Wajah Nara sudah memerah karena kekurangan oksigen, dengan berani Nara pun memegang dengan lembut pipi Zico dengan kedua tangannya.Zico tersentak saat merasakan hangatnya tangan Nara pada pipinya, tanpa Zico sadari. Dia melepaskan bibirnya yang tertaut pada bibir Nara.“Hah, hah, hah.” Nara bernafas dengan terengah-engah saat Zico melepaskan ciumannya. Zico masih memandang Nara dengan intens, dia masih merasakan hangat tangan Nara yang saat ini masih memegang pipinya.Nara melebarkan pupil matanya saat mulai menyadari apa yang sekarang telah dia lakukan, dia sudah berani menyentuh Zico, itu artinya kedua tangannya ini akan berada dalam bahaya. Dia melihat kedua tangannya yang masih menempel di kedua pipi Zico dan dengan cepat dia pun menurunkannya.Nara menautkan kedua tangannya satu sama lain dan menaruhnya di depan dadanya. Dia kembali kesusahan menel
“Sudahlah, alasanmu tidak penting. Sekarang bersiaplah untuk menjalani setengah dari hukumanmu,” Zico memperlihatkan seringai iblisnya lagi dan itu membuat Nara menjadi gemetar ketakutan. Dia berpikir entah apa hukuman yang akan diberikan Zico lagi padanya.“Ikut denganku!” titahnya.Nara mengikuti Zico dan sekretaris Jo yang membawanya entah ke mana. Dia melihat sekeliling jalan yang dia lewati, sepertinya Nara mengenali jalan yang saat ini sedang dia lewati. ‘Ini ... bukankah ini jalan menuju ruangan pak San. Apakah iblis ini akan membawaku ke ruangan pak San?’ pikirnya. Tangan Nara saling meremas satu sama lain saat Zico ternyata benar-benar membawanya ke ruangan pak San.Jo membuka pintu ruangan pak San yang tertutup, dan betapa terkejutnya Nara saat melihat kedua pengawal yang bersamanya tadi siang dan juga Sari yang tengah berlutut di dalam ruangan pak San.Zico berbalik dan melihat Nara yang diam mematung, terlihat keterkejutan yang begitu jelas dari wajah Nara, dan itu m
Nara menangis dengan arah pandangannya yang terus menatap kepada Sari dan dua pengawal yang sedang berusaha keras berjalan keluar dari ruangan pak San.“Maafkan aku,” gumamnya.“Tidak ada gunanya Nona,” ucap seseorang yang merupakan pak San. Dia datang dari arah luar ruangannya dan masuk menghampiri Nara.Nara tersentak dan melihat ke arah pak San, dia baru menyadari bahwa pak San tadi tidak ada di sini. Dimana dia berada sejak tadi, Nara juga tidak tahu. Mungkinkah dia juga menerima hukuman dari Zico karena memperbolehkannya untuk keluar dari rumah ini.“Tidak ada gunanya lagi meminta maaf Nona, karena mereka sudah menanggung semua yang Nona lakukan. Mereka menderita karena kesalahan Nona, Anda hampir saja membuat nyawa mereka yang berharga melayang. Apa Nona tidak menyadarinya?”Nara menunduk, dia sepenuhnya merasa bersalah. Dia hanya memikirkan dirinya saja yang ingin keluar dari tempat ini. Tanpa memikirkan nasib dari orang-orang yang terakhir bersamanya, kenapa dia bisa tida
Zico menatap tubuh polos Nara yang penuh bekas merah karena ulahnya, dan setelah itu dia pun pergi keluar untuk memanggil pelayan untuk memakaikan pakaian Nara.“Hey kau!” Panggil Zico kepada pelayan yang ada di sekitar kamarnya.Pelayan itu pun melihat kepada Zico dan menghampirinya dengan cepat. “Iya, Tuan.” jawabnya."Masuk ke dalam kamarku, dan gantikan pakaian dari wanita itu!” titahnya.“Baik Tuan.” Pelayan itu pun masuk ke dalam kamar Zico dan memakaikan pakaian kepada Nara, pelayan itu sangat syok ketika membuka selimut yang menutupi tubuh polos Nara, dia syok karena melihat bekas kiss mark yang begitu banyak dan berwarna sangat pekat.Glek! Pelayan itu bahkan sampai menelan salivanya dengan susah payah karena merasa ngilu ketika melihat tubuh Nara. “Seberapa kasar sebenarnya guan menyiksa nona, bahkan dia sampai tak sadarkan diri. Dan tubuhnya ini benar-benar tidak ada yang tersisa kecuali bekas ciuman ini,” gumamnya.Ceklek! Suara pintu terbuka dengan tiba-tiba itu men
Denis mulai menghubungi rekannya dan tak lama kemudian, terdengar jawaban dari seberang telepon.“Ada apa dokter Denis?” tanya seorang wanita dari seberang telepon.“Ahh begini dokter Citra, apa kau bisa datang ke mansion milik tuan Zico Alexander Tan yang beralamat di jalan XX no 7. Saya sedang membutuhkan bantuan Anda, apakah Anda bisa datang?”“Ohh baiklah dokter Denis, saya akan datang.”“Hmm dokter Citra, tolong datang dalam waktu 10 menit ya!”“Akan saya usahakan.”Tuttt! Bunyi panjang itu menandakan bahwa sambungan telepon antara dokter Denis dan dokter Citra sudah terputus. Denis memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku jas dokternya dan kembali melihat kepada Zico.“Dokter Citra sebentar lagi akan sampai,” ucapnya.“Aku sudah dengar, jadi kau tidak perlu mengatakannya lagi!” jawab Zico dengan cueknya.“Cihh, aku kan hanya memberitahu. Apa susahnya sih mengucapkan terima kasih,” gerutunya.“Jo, keluarlah! Sambut dokter itu dan langsung bawa dia kemari!” titah Zico.
Saat mereka sibuk ribut dengan urusan mereka, dokter Citra sudah keluar dari kamar Zico dengan ekspresi wajah marahnya.Denis yang melihat dokter Citra sudah keluar dari dalam kamar Zico pun langsung menghampirinya. “Dokter Citra bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanyanya.Zico memegang dan menekan bahu Denis dengan kerasnya. Membuat Denis merasa sangat kesakitan dengan ulah Zico.“A-awww,” ringisnya.“Bukankah harusnya aku yang bertanya?!”ucap Zico dengan dinginnya.Dengan wajah kesalnya, Denis pun akhirnya mundur dengan terus menggerutu. ‘Cih, dia sok-sokan mau bertanya keadaan istrinya. Padahal tadi dia menyebutnya wanita itu.” Jo yang mendengar gerutuan Denis pun melihat ke arahnya dengan tatapan yang sama tajamnya dengan Zico.Denis yang melihat tatapan tajam Jo padanya itu pun langsung menghentikan gerutuannya. Glek! Dia hanya menelan salivanya dan menunjukkan senyum keterpaksaan pada Jo.“Bagaimana keadaan wanita itu?” tanya Zico dengan ekspresi cueknya.“Tuan Tan, seb
Dengan tubuh yang masih lemas dan rasa sakit yang masih sedikit terasa. Nara mencoba untuk beranjak dari tempat tidur. Dia melangkahkan kakinya selangkah demi sekangkah untuk keluar dari kamarnya dan mendatangi ruangan Zico, Jo mengikuti Nara di belakangnya. Karena seperti yang diperintahkan Zico, Nara harus datang bersamanya.“Silakan Nona!” Jo membukakan pintu ruangan Zico untuk Nara, tanpa banyak bertanya lagi. Nara pun langsung masuk ke dalam dan melihat Zico yang tengah membaca buku di ruangannya.Glek! Nara menelan salivanya untuk menghilangkan rasa gugup dan juga takutnya. Karena dia masih belum tahu apa tujuan Zico memanggilnya ke ruangannya. ‘Apakah mungkin Zico akan meneruskan hukumannya karena tadi siang aku sempat pingsan dan membuatnya marah.’ Pikirnya.Nara terus melangkahkan kakinya untuk menghampiri Zico, pandangan mata Nara terus lurus menatap Zico yang sepertinya tidak menyadari kedatangannya. 'Alangkah baiknya jika dia terus diam seperti itu. Dia seperti anak yan
Nara sudah kembali ke kamarnya, saat ini dia hanya duduk melamun di atas tempat tidurnya. Air matanya menetes dengan tiba-tiba ketika dia mengingat kembali jawaban Zico atas keluarganya. Terlebih tidak ada yang bisa Nara lakukan di sini. Zico tidak memberikannya fasilitas apa pun. Bahkan buku pun tidak ada di sini.Mengingat masalah fasilitas, Nara langsung mengingat mengenai keberadaan ponselnya yang entah di mana. “Iya, aku baru ingat di mana ponselku? Apa aku menjatuhkannya sewaktu aku berlari dari anak buah Zico di malam hujan itu?”“Kia, aku yakin Kia pasti mencariku.” Nara mulai mencari letak tasnya yang dia bawa di malam itu. Dia mengobrak-abrik semua isi kamar Zico. Dia harus menemukannya, ponselnya. Dengan begitu dia bisa menghubungi Kia. “Tidak ada, tidak ada di mana pun,” lirihnya saat dirinya tidak menemukan keberadaan tas dan juga ponselnya. “Aku pasti menjatuhkannya waktu itu, dan aku yakin salah satu anak buah Zico pasti sudah memungutnya atas perintahnya. Tapi siapa