Share

EMPAT

Ruby terpaku dengan jawaban Adam. Apa? Adam memutuskannya, di saat ia berharap penuh pada pria itu? Apa? Apa yang harus dilakukannya sekarang? Menangis, meminta Adam untuk bersamanya, dan mengatakan bahwa ia tidak keberatan untuk menjalankan hubungan mereka yang tidak berujung ini?

Tidak, Ruby tidak akan melakukan itu. Sejak bertemu Adam, ia sudah memiliki mimpi dengan pria itu. Ia ingin menikah dengan seorang pekerja keras dan menjadi seorang ibu. Ya Allah. Apakah itu terlalu muluk?

Kedua tangan Ruby digenggam oleh pria itu. “Aku tahu, Ruby, ini sangat berat untukmu. Tapi ini yang terbaik untuk kita, Sayang, karena aku tidak ingin kamu merasa lebih sakit daripada ini.”

Mati-matian Ruby menahan air matanya agar Adam tidak melihatnya. “Aku akan pulang,” kata Ruby sambil melepaskan genggaman pria itu. Ia bangkit dari duduknya dan membuka dompetnya. Ditaruhnya seratus dolar di sana. “Terima kasih, Adam. Untuk segalanya.”

Dan Ruby meninggalkan pria itu. Malam ini ia belajar satu hal: meninggalkan lebih baik daripada ditinggalkan.

**

Ruby merasa ia kehilangan keseimbangannya untuk berjalan ke tempat ia memarkir mobilnya. Padahal ia sama sekali tidak meminum wine di Delmonico’s. Dan sekalipun iya, ia terlalu kebal dengan minuman itu.

Ruby hendak membuka pintu mobilnya ketika seseorang menyentuh pundaknya secara tiba-tiba. Segera ia membalikkan tubuhnya dan matanya bertemu lagi dengan si pria bajingan.

Mata Ruby menyipit. “Maaf, saya sedang tidak ada waktu untuk bicara,” jawab Ruby sambil berusaha masuk ke mobilnya.

Dan sia-sia karena pria itu menariknya keluar dan menutup pintu mobilnya.

“Apa yang Anda inginkan?” tanya Ruby kesal. Ia sama sekali tidak takut pada pria yang tidak sopan ini. Jika pria itu berani melakukan tindakan kriminal padanya, ia bisa berteriak sekeras mungkin.

“Kalau ada yang marah, orang itu adalah saya.” Pria itu melepaskan cengkramannya di lengannya dengan lembut.

“Maksud Anda?”

“Kakek saya ingin kita menikah.”

“Kita…Apa?!” belalak Ruby. Sudah gilakah pria ini? Mereka bahkan belum saling mengenal, tapi pria ini mengajaknya menikah? Sebuah permainankah ini? Kalau benar begitu, pria ini tidak tahu berhadapan dengan siapa.

Pria itu mengulurkan tangannya. “Nama saya Attar Hardana, cucu dari Hasyim Hardana. Kukira keluarga kita sudah saling mengenal.”

Memerlukan waktu lama untuk Ruby mengingat nama yang disebutkan pria itu. Ya, sepertinya ia tahu mengenai keluarga Hardana, yang sempat menjadi kerabat keluarganya. Namun sejak beberapa tahun yang lalu, hubungan keduanya sempat terputus, karena kakak Ruby, Edoardo, menolak untuk menikah dengan salah satu cucu Hasyim Hardana.

Dan sekarang… Ruby dijodohkan dengan keluarga Hardana? Mengapa kakeknya senang sekali menjodohkan cucunya?

Ruby menyambut uluran tangan pria itu. “Saya Rubinia, dan sepertinya kedatangan Anda kemari hanya menghabiskan uang dan waktu. Saya sudah memiliki kekasih.”

“Pria yang tadi makan bersamamu adalah kekasihmu?”

“Ya.”

Bukannya tersinggung, pria itu justru tertawa. “Pria itu tidak pantas untukmu, Ruby,” tegas Attar.

Hanya orang terdekat saja yang bisa memanggilnya Ruby. Dan aneh sekali, karena Ruby sudah menganggap pria ini dekat dengannya, seolah ia sudah mengenal pria ini sejak lama.

“Bagaimana Anda bisa mengatakan hal itu? Mengapa Anda tidak mengatakan, saya yang tidak pantas untuk dia?”

“Dia tidak menatap mata kamu selama kamu berbicara, Ruby, dan itu sudah menunjukkan dia tidak terlalu mengharapkanmu.”

“Posisi duduknya membelakangi Anda. Bagaimana Anda bisa mengatakan hal itu?”

“Jadi, kamu sudah memperhatikanku sejak di restoran tadi?” goda Attar. Pria itu tersenyum manis. Ya, sangat manis sampai Ruby sulit bernapas.

“Hanya melirik sekilas,” kata Ruby. “Sungguh, saya sedang tidak ada waktu sekarang. Selamat malam.”

“Tunggu.”

“Ya?”

“Kita harus bertemu lagi, untuk membicarakan pernikahan itu. Bagaimana aku bisa menemuimu?”

“Anda tidak mengerti, ya? Saya sudah memiliki kekasih. Apakah menurut Anda saya tetap ingin menikah?”

Dan aku tidak mau menikah dengan pria bajingan macam dirimu. Pria yang terlihat baik saja sudah mencampakkanku. Apalagi yang sudah terlihat tidak baik.

“Dia bukan kekasihmu, kan?”

Kini Ruby menatap pria itu. Ya Allah. Pria itu memang sangat tampan. Bahkan untuk Ruby, yang tidak terlalu tertarik pada pria kecuali Adam, bisa terpikat oleh pesona pria itu.

“Bisa Anda jelaskan maksud perkataan Anda?”

“Dugaanku benar, kan? Wanita secantik kamu, yang memiliki kulit selembut satin, dan berwarna seperti es krim, belum menikah. Kalau pria itu adalah kekasihmu, ia pasti sudah melamarmu. Tapi sekarang justru keluargamu khawatir dengan hubungan tanpa statusmu dengan pria itu.”

Dalam hati Ruby ingin tertawa. Menertawakan dirinya sendiri. Kalau ia secantik itu, ia akan dilamar kekasihnya. Kenyataannya, ia yang mengemis pada Adam agar pria itu menikah dengannya.

Adam tidak pernah mengerti dirinya. Berbeda sekali dengan pria bernama Attar ini. Pria ini mungkin baru saja mengetahui namanya, tapi sikap dan tatapan pria itu menunjukkan sebaliknya.

“Temui aku di The Living Room, Senin malam,” kata Ruby memberi keputusan. “Selamat malam.” Kemudian perempuan itu masuk ke mobilnya.

Begitu mobil perempuan itu meninggalkannya, Attar tersenyum senang. Lebih senang daripada ketika Lucy meninggalkan. Hari ini memang hari keberuntungannya. Ia dapat membuat Lucy meninggalkannya di Delmonico’s, dan bertemu dengan perempuan yang akan menolongnya di restoran yang sama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status