Untuk melupakan patah hatinya, dia mempertimbangkan Attar Hardana, laki-laki yang dipilihkan kakeknya untuknya, namun hidup tidak semudah membalikkan telapak tangan. Seiring berjalannya waktu, ia dihadapkan dengan sisi kelam Attar dan keluarganya, termasuk soal Adam yang ternyata sepupu Attar yang dibuang keluarga Hardana. Melalui Adam, Ruby juga tahu Attar tak lain orang yang materialistis. Tujuan Attar mendekatinya selama ini untuk memperoleh aset kekayaan yang dijanjikan kakek Attar. Ruby bertekad untuk tidak percaya lagi pada laki-laki mana pun. Dia kabur keluar negeri tepat di hari pernikahannya dengan Attar. Bagi Attar, lebih baik Ruby mengetahuinya sebagai pria materialistis. Hanya Attar dan keluarganya yang tahu alasan sebenarnya Attar mendekati Ruby. Dosa Attar di masa lalu terhadap Ruby membuatnya ingin menebus semua kesalahannya dengan membuat Ruby bahagia.
View MoreNew York.
Di balik gelas wine itu terlihat sepasang mata yang menatap seorang wanita cantik dengan tajam. Dengan perlahan, seorang pria yang memiliki rambut cepak, kulit yang terlalu putih untuk seorang pria dan dan wajah yang terlihat penuh keyakinan, menenggak wine-nya.
“Ini mengherankan,” kata Lucy. “Kamu mengajakku ke Delmonico’s. Bukankah kamu selalu enggan mengajakku ke tempat seperti ini?”
Attar menggeleng. “Kita sudah lama tidak bertemu. Lagipula, apakah aku salah mengajakmu makan malam? Atau kamu takut suamimu akan melihat kita di tempat seperti ini?”
Perempuan yang memiliki rambut pirang itu tersenyum tenang. Dari awal ia bertemu dengan Attar, sekitar dua tahun lalu, ia tahu Attar memiliki sifat sarkasme yang tidak bisa dikendalikan.
“Suamiku sedang di Pound Ridge, entah apa yang sedang dilakukannya. Ya, aku tahu, kamu tidak akan peduli dengan hal itu. Hanya saja ini sangat mengherankan, Sayangku, kamu mengajakku makan malam di restoran seperti ini. Semua ini terlihat…bukan dirimu.”
Ya, Attar sadar akan hal itu. Mengajak seorang wanita ke sebuah restoran kelas atas, dan terkesan romantis memang bukan dirinya. Dirinya adalah tipe pria yang senang menghabiskan waktu di lapangan golf, klub, bar, dan tempat sejenisnya. Dan wanita adalah hiburan baginya. Seperti Lucy.
Kehidupannya di Jakarta yang penuh dengan segala aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan membuatnya lelah. Sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, Attar memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengurus perusahaan keluarganya yang bergerak di berbagai bidang.
Sebagai generasi ketiga dari keluarga Hardana, Attar ingin membuktikan bahwa pernyataan generasi ketiga yang menghancurkan usaha yang telah dibangun oleh dua generasi sebelumnya adalah salah. Karena itu ia selalu bekerja keras, dan baru malam ini ia menyadari, pria macam dirinya tidak memiliki cinta.
Selama ini ia mengira hubungannya dengan Lucy akan berjalan dengan serius. Namun rupanya Lucy enggan bercerai dari suaminya yang hidung belang. Dan anehnya, Attar sama sekali tidak merasa marah ataupun cemburu. Ia menjalankan hubungan gelapnya tanpa merasa berdosa.
“Aku akan segera menikah, Luce.”
“Kamu?” Lucy tergelak. Perempuan itu menggeleng.
“Well, aku tidak sedang bercanda.”
Lucy menatap dirinya, tidak percaya. “Dengan siapa?”
“Seorang wanita Indonesia yang belum mengenalku.”
“Jangan bilang kamu dijodohkan, Attar." Lucy menatap Attar dengan tatapan mengancam. Namun Attar menepisnya dengan senyum santainya.
“Mengapa kamu terlihat takut, Luce? Kukira hubungan kita memang hanya sebatas ini saja. Kamu, istri yang kesepian membutuhkan pria yang selalu melindungumu."
Attar kini hanya perlu meninggalkan Lucy, menikahi cucu dari teman kakeknya, dan dia akan mendapatkan setengah warisan kakeknya. Attar bukan tipe orang yang matre, hanya saja tawaran itu tidak salah untuk tidak ditolak untuknya.
“Kamu tidak akan ke New York lagi, begitu maksudmu?” tanya Lucy dengan bibir gemetar menahan kesal.
“Tidak juga. Wanita yang dijodohkan padaku ini tinggal di sini. Aku akan berada di sini sampai aku mendapatkannya.”
“Jadi wanita itu tidak tahu bahwa ia dijodohkan denganmu?” Lucy tertawa, meremehkan. “Kasihan sekali wanita itu.”
“Aku tidak seburuk itu, kan?”
“Tidak, kamu hanya memiliki wajah seperti Narkissos, namun hatimu seperti Satyr. Tampan tapi tidak memiliki perasaan.”
"Aku pewaris keluargaku, dan kurasa ia bukan wanita yang didambakan semua pria. Kalau iya, kakeknya tidak akan menawarkannya pada kakekku.”
“Menawarkannya. Hati-hati dengan kalimatmu, Attar.”
“Tapi aku tahu satu hal. Ia lebih baik darimu, Sayang. Setidaknya, ia tidak menawarkan dirinya padaku.”
Kurang dari dua detik wajahnya sudah tersiram wine. Begitu ia membuka matanya, Lucy tak lagi duduk di depannya.
Attar sama sekali tidak tersinggung. Ia justru tersenyum. Dengan begini, ia tidak akan terbelenggu dalam hubungan tak jelasnya dengan wanita bersuami itu.
***
Rubinia Adiwangsa menyalakan rokoknya di depan gedung Citibank. Sudah lama ia menunggu seseorang di sana, dan udara dingin New York tak bisa ia tahan lagi. Ia harus menghangatkan dirinya.
Seseorang memeluknya dari belakang.
Tanpa menolehpun Ruby tahu siapa seseorang itu. Ia dapat merasakan bau maskulin dari seseorang itu.
Seseorang itu adalah Adam.
Adam membalikkan tubuhnya dengan kedua tangannya yang masih melingkari pinggangnya. “Sudah berapa kali kubilang untuk berhenti merokok, anak nakal?” Adam menarik rokok dari mulutnya dan menginjaknya. Lalu pria itu mengecup bibirnya. “Kamu hanya bisa merokok kalau mulutku sudah busuk, Sayang.”
“Kamu tahu aku paling kesal menunggu.” Ruby melepaskan pelukan kekasihnya. “Apakah meeting-nya berjalan lancar?”
Adam mengangguk. “Awalnya aku sangat nervous. Kamu tahu kan, sejak SMA aku tidak bisa presentasi. Tapi syukurlah, hari ini semua orang yang mengikuti rapat itu mengerti apa yang aku sampaikan.”
“Jangan dipikirkan, kan sudah berlalu."
Pria itu tersenyum. Ruby memang paling tahu tentang kekasihnya. Mereka berpacaran sejak mereka duduk di bangku SMA di Indonesia. Sejak itu pulalah mereka bercita-cita untuk tinggal di New York. Dan kini, mereka telah mewujudkannya. Sebenarnya, belum. Ada satu lagi yang Ruby inginkan: menikah dengan Adam.
“Bagaimana kalau kita pergi makan? Aku yang pilih restorannya."
Alis Adam terangkat satu, memberi kesan ia tidak percaya dengan selera Ruby. Ruby mencoba meyakinkan, “Ayolah. Seleraku tidak terlalu buruk, kan?” Sebelum Adam menjawab Ruby telah menarik pria itu ke mobil sedan BMW-nya yang terparkir di pinggir jalan.
“Bagaimana dengan kontrak itu? Ketika kamu bilang mengenai lamaran itu, aku teringat pada kontrak itu.” “Curse the contract. Kamu tidak akan meninggalkan suamimu yang satu ini, kan?” Attar terus mencium, menggigit, leher serta bahu istrinya. “I will never give up on you, Rubiniaku. You’re the light of my life, I love you so much. Way too much.” “Attar, katakan dulu apa yang terjadi dengan kontrak itu.” Ruby membalikkan tubuhnya dan menatap suaminya dengan penuh tuntutan. “Apa yang kamu lakukan dengan perjanjian itu?” “Well, aku tidak peduli dengan perjanjian itu. Kakekmu juga sudah tidak ada, bukan? Bahkan notaris yang menyaksikan perjanjian itu sudah pergi juga. Dan aku.” Attar terdiam sejenak. “Aku tidak perlu kontrak atau jaminan apa pun untuk memilikimu dan anak-anak.” “Benarkah?” “Mau taruhan? Sebelumnya, aku ingin tahu apakah aku masih kuat menggendongmu atau tidak.” Dengan tubuhnya yang kekar Attar ma
ItaliaPemuda dengan memakai kemeja kotak-kotak menggandeng gadis kecil berambut panjang. “Papa!” teriak gadis kecil itu.“Miriam!” Attar menghampiri putri kecilnya dan menggendongnya. “Bagaimana jalan-jalannya dengan Kak Eda?”Tujuh tahun berlalu begitu cepat. Attar bersyukur, dengan kesehatannya yang semakin membaik, dan di usianya yang menginjak empat puluh, ia mendapat semuanya—anak-anak yang cantik dan tampan yang pintar—istri yang begitu sabar menghadapinya. Kehidupannya sangat sempurna tujuh tahun terakhir, setelah puluhan tahun sebelumnya ia habiskan dengan kebohongan dan kemarahan yang tak terkendali.Attar menamakan anak keduanya Miriam. Sebagai tanda hormatnya pada sang nenek yang sudah lama pergi. Nenek yang dicintai kakeknya, yang akan selamanya Attar kenang akan kebaikan sang kakek semasa hidupnya.Sebelum meninggalkan Hardana Land dan tinggal di Singapura, Attar melakuk
“Kata Tante Nina, Oom Attar tidak bisa bawa yang berat-berat dulu sejak serangan kayak Kakek.”Anak kecil tidak mungkin berbohong. Agar tidak membahas lebih lanjut, Attar bangkit dan mengajak istrinya untuk ke kamarnya yang berada di lantai yang sama. Sebelumnya ia menitip pesan pada Eda untuk menemani Kakek Malik dan Nenek Lenny di sana.Ketika Attar mendorong kursi roda istrinya ke kamar, sosok Kakek Gun dan keluarga Adiwangsa lainnya muncul. Mereka menjelaskan bahwa di luar macet sekali hingga Kakek Gun harus naik helikopter dari Menara Adiwangsa yang lokasinya tak jauh dari rumah.Kakek Gun meminta Ruby untuk beristirahat dulu sementara keluarga Adiwangsa menjenguk Hasyim. Ruby menolak, namun tak punya pilihan karena Edo dan Shera ikut mengkhawatirkan keadaannya.Begitu sampai kamar Attar membantu istrinya untuk bangun dan berbaring di tempat tidur. Dipastikannya kepala istrinya sudah nyaman dengan bantalnya. Kemudian ia duduk di tepi temp
“Kakek saya tidak pernah terlihat sakit.”“Anda pun juga begitu. Tapi Anda pernah serangan juga, bukan?” Dokter Prapto, dokter yang sama yang menangani Attar ketika ia dirawat. “Sekarang temuilah anggota keluarga yang lain di lorong, Pak Attar.”Dengan lemas Attar keluar dari kamar kakeknya. Di lorong sudah ada semua anggota keluarga Hardana, termasuk dari keluarga menantu. Adam, Fariz, dan sepupu yang lain memeluknya, memberi semangat padanya.Attar menghampiri istrinya yang duduk di atas kursi roda di pojok sebelah ibunya. Sebelumnya Attar memeluk mama-papanya, dan meminta Eda untuk mendoakan kakek buyutnya agar cepat sembuh.Ia duduk di kursi yang paling dekat dengan istrinya. “Bagaimana ceritanya? Kata Pak Mahdi dia serangan di kamarmu.”Ruby mengangguk. “Kakek mengakui semuanya di depanku.”“Apakah kamu menyakitinya?”Mata Ruby menyipit. Apakah suaminya berni
“Kakek Hasyim,” kata Ruby. “Ada perlu apa kemari?” Tidak perlu bertanya sebenarnya. Ia tahu apa yang ingin dikatakan kakek. Mengenai hubungan mereka yang sebenarnya. Tapi Ruby tidak tertarik. Yang diinginkannya adalah menemui Attar, membahas jenis kelamin bayinya.“Apakah Attar belum memberitahu bahwa aku…”“Kakekku? Sudah.”Ketenangan yang ditunjukkan Ruby membuat Hasyim terbelalak. “Kamu tidak marah atau benci padaku, Rubinia…”“Saya tidak punya pilihan, bukan,” jawab Ruby sinis. “Anda sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Attar tidak dipenjara, dan saya telah menikah atas kehendak Anda.”“Ruby, saya tidak menyangka kamu berpikir seperti itu mengenai saya…” Hasyim mengira dirinya sudah baik pada cucunya yang satu ini. Ia telah lama berdiam diri dengan fakta yang ditelannya puluhan tahun. Dan reaksi Ruby adalah beban besar untuk
Armand memiliki temper yang sulit diduga. Ketika Edo masuk usia remaja, sikap Armand berubah pada putranya. Kasih sayang yang dulu disalurkannya pada anak-anaknya sirna begitu saja. Berganti dengan kemarahan karena anak-anaknya tidak ada yang menghargainya sebagai kepala rumah tangga, kebenciannya pada Gunawan yang tak pernah bersikap tegas padanya, bahkan seakan menunjukkan sikap tidak sayang pada anaknya dengan mendukung hubungan Armand dengan Hasyim.Hingga suatu hari Hasyim melakukan kesalahan.Dia tidak bisa mengekang dirinya untuk mengakui Armand. Pada acara open house Lebaran yang diadakan keluarga Adiwangsa, ia memanggil Ruby dengan sebutan yang tak biasa. “Hai, gadis kecil. Tidak salam pada kakekmu?”Ruby menoleh padanya dengan heran. Saat itu ia sudah remaja dan dia bukan cucu Hasyim. “Saya bukan Nina,” kata Ruby kikuk.“Tentu saja. Kamu Rubinia. Cucuku.”Percakapan mereka tidak berlanjut tatka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments