Jonathan mengusap keringatnya. Dari leher sampai punggung basah kuyup karena keringat.Ia merasa aneh dan harus menceritakan hal ini pada Luna. Istrinya kadang sibuk melakukan sesuatu saat ia bangung tidur. Luna selalu bangun pagi setelah melakukan shalat subuh.Ia bangkit dan membuka pakaiannya. Dengan bertelanjang dada, ia menghirup bau harum wawangian udara segar dan pepohonan yang bertiup sepoi-sepoi.Ia mendengus kesal. Pikirannya tak bisa tenang meski ia telah lari dari rumahnya. Ia lari juga dari masalah yang membelit. Mamanya seolah mengejar dirinya hingga ke villa ini."Seharusnya aku bisa hidup tenang bersama Luna," pikirnya dengan perasaan gelisah.Malam demi malam di vila, Jonathan selalu diliputi mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat mamanya yang pucat dan marah, rumahnya yang gelap dan kosong.Dan ia akan terbangun dengan napas terengah-engah, merasakan kecemasan yang mendalam. Ia melirik Luna yang terlelap dengan tenang di sisinya, dan ia merasa bersalah. Jonathan tahu
Udara sejuk pegunungan memeluk villa dengan tenang. Jonathan duduk di teras, memandangi bintang-bintang yang bertaburan di langit malam.Luna datang, dengan memakai dress yang cukup seksi berwarna merah keunguan pemberian suaminya. Jonathan yang duduk tersenyum dan memandang wajah istrinya.Luna menyodorkan secangkir teh hangat. Mereka duduk bersisian, tanpa kata, menikmati keheningan yang menenangkan.Jonathan menoleh, memandangi wajah Luna lagi yang diterangi cahaya rembulan. Luna begitu indah dan damai, membuat Jonathan bertanya-tanya, bagaimana ia bisa mengkhianati perempuan sebaik ini.Ia tidak akan melakukannya, tapi kenapa takdir berkata lain dan Mira membawa berita yang membuatnya gelisah dan merasa bersalah pada istrinya ini.Hatinya tidak tenang bahkan cenderung gelisah dan cemas sepanjang hari ini. Meskipun Luna diam dan tak banyak menuntut, ia tidak akan mengambil keputusan yang salah. Ini merupakan langkah awal perjalanan kehidupan yang akan membawanya ke jenjang yang le
Jonathan terus mondar-mandir di ruang kerjanya. Pikirannya kacau. Di satu sisi, ia tidak bisa mengabaikan ancaman mamanya. Disisi lain, ia tidak sanggup kehilangan Luna. Ia memandang ke luar jendela, melihat jalanan yang ramai.Rasanya ia ingin lari, membawa Luna ke tempat yang jauh dari semua masalah ini. Membawanya ke tempat yang damai dimana hanya ada dia dan istrinya saja tanpa ada masalah yang membelit.Di usianya yang telah tua, seharusnya bisa menikmati hidup dengan memberikan cucu-cucu dari hubungan pernikahannya bersama Luna.Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benaknya. Ia ingat sebuah villa yang baru saja ia beli beberapa minggu lalu. Vila itu terletak di daerah terpencil, dan tidak ada seorangpun yang tahu keberadaannya. Ia memiliki sebuah ide yang tiba-tiba terlintas dalam benaknya.Jonathan mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Siapkan villa," katanya dengan nada memerintah. "Aku akan kesana bersama istriku. Pastikan semuanya siap dalam lima jam dari sekarang.
Demam Jonathan berangsur pulih, namun ada hawa dingin yang tak kunjung hilang di antara dirinya dan Luna. Jonathan masih menjaga jarak karena perasaan bersalahnya. Namun Luna yang mengerti bahwa ia ingin suaminya tetap betah di rumah, selalu memberinya kehangatan yang nyata.Paska sembuh dari sakitnya, Jonathan dan Luna kembali menemukan kehangatan yang sempat hilang. “Mas, kenapa tidak makan?”Luna menanyakan hal itu saat melihat suaminya merenung di ruang kerjanya. Jonathan yang terperangah melihat keseksian Luna saat memakai dress tipis, lalu meninggalkan ruang kerjanya dan mendekati istrinya.“Aku tidak menyangka, kamu begitu indah malam ini,” gumam Jonathan lembut.“Mas, apa kamu melupakan sesuatu?” tanya Luna berharap ia tahu kalau suaminya belum membuang rokok di tangan kirinya.Jonathan tersenyum dan segera membuangnya. Entah apa yang ada dalam pikiran Jonathan tadi saat melihat istrinya begitu menawan di matanya.“Kita makan dulu, Mas. Aku sudah siapkan semuanya,”Jonathan me
Pagi ini, langit terlihat mendung. Bahkan gerimis tipis mulai turun membasahi jalanan kota kecil yang menjadi naungan tempat tinggal Luna dan suaminya. Suara gerimis yang diselingi suasana syahdu, menciptakan melodi lembut yang berpadu dengan heningnya suasana. Aroma tanah basah dan kesegaran menyeruak, seakan membersihkan setiap sudut dari debu-debu mimpi. Di balik jendela-jendela rumah, kehangatan secangkir teh menjadi teman sempurna untuk merenungi ketenangan yang langka ini. Langit kelabu tak terasa suram, justru memayungi kota dengan selimut yang membuat damai di hati, membuat setiap langkah terasa lebih syahdu dan penuh makna.Luna meletakkan secangkir teh hangat di atas meja makan dan melanjutkan persiapan sarapan untuknya dan juga suaminya.Tapi, sosok pria dewasa itu tak terlihat sejak ia bangun tidur. Pikirnya, mungkin sedang sibuk di ruang kerjanya.Pria itu, yang baginya memang sangat dewasa sesuai dengan usianya, banyak melakukan aktifitas di ruang kerjanya semenjak p
“Luna sakit, Mah, ada apa sih, sampai memanggilku kesini?”Jonathan duduk dengan menatap sebuah surat yang ditujukan untuknya.“Untuk apa lagi dia datang, sudah jelas pernikahan batal. Semua harta juga sudah dibagi,” ujar Jonathan lagi.Nyonya Deswanti merasa geram, ia sakit tapi putranya tidak menanyakan kabarnya malah merasa keberatan telah ia panggil ke rumah.“Kamu berubah jauh, John. Mamah sakit. Butuh dirawat tapi kamu lebih mementingkan Luna. Buat apa sih, dia sakit kan masih bisa beraktifitas. Mamah sakit tua ini,”Jonathan segera memanggil dokter pribadi mereka dan menunggu hasil yang didapatkan setelah pemeriksaan.“Bagaimana, Dok? Mamah pasti cuma kelelahan, kan?”Dokter menggeleng, “Nyonya mengalami dehidrasi, diare yang terus menerus membuat Nyonya lemas. Sebaiknya segera bawa ke rumah sakit untuk …”“Aku tidak mau, Dok. Kirimkan satu perawat untuk merawatku disini,” seru Nyonya Deswanti.Jonathan hanya menghela napas, lalu mengikuti apa kemauan mamanya. Orang tua satu-sa