Venus menggunakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak. Siapa sangka, syuting hari ini beradegan sedih dan menguras air mata, sehingga bisa dipastikan aktingnya terlihat lebih natural.
“Mata lo bengkak kenapa?” tanya Shasa yang duduk di samping Venus.
“Gue nonton film romantis dan baper. Buat latihan dan referensi adegan hari ini,” kilah Venus. Mars hanya menatap datar Venus melalui kaca spion.
Mars menjadi stuntman tetap dikarenakan stuntman untuk peran Carlos berhenti.
Selain menjadi stuntman dia juga ditunjuk menjadi peran figuran sebagai anggota geng yang akan menghabisi Carlos.
“Hei itu yang disana, kamu akan membuat fokus penonton terpecah. Kamu terlalu ganteng. Astrada!!! Pakein dia topeng atau apalah, untuk menutupi wajahnya,” ucap Sutradara menegur Mars. Dia khawatir hal itu akan menenggelamkan pesona Carlos.
Syuting kembali dilanjutkan setelah Mars memakai masker. Namun tak dinyana, ketampanan Mars malah menjadi-jadi saat dia memakai jas hitam layaknya penjahat di film. Bisik-bisik para perempuan terdengar di sekitar Venus yang memuji paras Mars, Venus dongkol.
Setelah adegan perkelahian, scene dilanjutkan ke adegan Venus yang akan ditolong oleh Carlos. Menurut script, Venus akan jatuh tertimpa benda dan Carlos dengan sigap menolong Venus.
“Venus!!!” Mars berlari menghampiri Venus saat sebuah barang dari atas jatuh akan menimpa Venus. Mars yakin itu bukan bahan properti syuting tapi material bangunan seperti besi panjang jatuh dan pasti akan melukai Venus.
“Argh…,” pekik Mars saat besi itu menghantam tubuhnya.
“Mars,” desis Venus khawatir melihat Mars yang menahan kesakitan.
“Kenapa bisa begini?” sutradara berlari mendekati keduanya dan menatap marah kepada semua timnya sembari bertolak pinggang.
“Maaf Mas. Kita memang berada di gedung yang masih dalam tahap pembangunan jadi pekerja di lantai atas masih bekerja dan kita memang tidak bisa menyuruh mereka berhenti. Apalagi kita hanya meminta ijin untuk lantai dasar saja,” jawab Astrada.
“Astaga maafkan saya Mars. Ini kesalahan kami,” ucap sutradara merasa bersalah.
“Tidak masalah, yang penting Nona Venus tidak apa-apa,” perkataan Mars membuat desiran aneh di hati Venus semakin menjadi.
Mars bangkit dibantu menuju ambulance yang memang disiapkan mengantisipasi kejadian tidak terduga.
Venus bersama manajernya berjalan di belakang Mars dan mengikutinya hingga ke Ambulance.
“Lo berhenti aja jadi stuntman,” ucap Venus saat Mars sudah berbaring tengkurap saat punggungnya diobati. Shasa pamit membelikan minuman dingin untuk Venus ,memberikan waktu untuk mereka berdua.
“Terus aku harus mempercayakan keselamatan kamu sama siapa. Carlos bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri,” ucap Mars.
“Argh karena stuntman sialan itu yang mendadak berhenti,” rutuk Venus.
“Aku yang membuatnya berhenti.”
“Lo? Gimana ceritanya?”
“Yah aku yang membuatnya pincang dan mengancamnya. Aku ingin menggantikan dirinya dan memastikan aku yang akan menjagamu saat adegan berbahaya, contohnya seperti saat ini,” ucapan Mars ini membuat Venus kehilangan kata-kata. Ada rasa bahagia, Mars benar-benar memastikan keselamatannya. Perhatian dan rasa cinta pria ini benar-benar berbeda, membuat dunianya tidak beraturan.
“Hei kamu kenapa nangis hmm…,” tegur Mars saat melihat Venus terisak. Sebuah perban sudah membalut tubuhnya.
“Gak tau, gue benci sama lo!” umpat Venus.
“Iya gak masalah. Tapi aku gak akan pergi meninggalkan kamu, walaupun kamu benci sekalipun,” ingin rasanya Venus memeluk Mars dan meluapkan perasaannya tapi mereka berada di tempat keramaian.
Syuting dilanjutkan karena Mars ngotot untuk melanjutkannya. Apalagi properti yang digunakan tidak berbahaya, dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan besi panjang.
Venus benar-benar ingin memukul wajah Mars yang sangat bodoh, dia benar-benar menyiksa tubuhnya.
“Kamu bisa nyetir kan Mars?” tanya Shasa memastikan keadaan Mars. Mars hanya mengangguk dan Venus mendadak mogok bicara, tidak ingin menatap Mars.
Setibanya mereka di dalam apartemen Venus, Venus menyuruh Mars agar beristirahat. Lagian dia juga hanya akan beristirahat setelah lelah syuting seharian yang menguras energinya.
Tepat pukul 8 malam, Venus merasa ingin memakan buah ternyata buah di kulkasnya habis. Dia beranjak memakai baju kaos dan celana pendek turun ke lantai dasar menuju supermarket. Tidak lupa menutupi masker untuk menutupi wajahnya agar tidak dikenali.
Setelah membeli buah, camilan dan beberapa minuman ringan. Venus kembali menuju apartemen. Supermarket yang berjarak 100 meter dari apartemennya mendadak menjadi sepi. Tidak ada lalu lalang orang. Venus merasa ada sosok yang mengintainya.
Venus mempercepat langkahnya, tapi sosok ikut mempercepat langkahnya. Venus tidak berani berbalik ia mengandalkan pendengarannya saja untuk mengetahui derap langkah orang tersebut.
Venus berlari dan bodohnya ia berlari menuju basemen parkiran yang sunyi dengan penerangan seadanya.
“Tolong!!!” teriak Venus meminta bantuan. Dia berbalik ingin melihat siapa yang mengikutinya, ternyata seseorang memakai topi dan masker. Dia lupa untuk membawa ponsel yang diberikan oleh Mars. Andaikan ada, Mars bisa segera menyelamatkannya.
Venus berlari tak tentu arah, dan membuang kantongan belanjanya yang memperlambat langkahnya.
Venus bersembunyi di balik tembok.
“Ahmmppp” teriakan Venus dibungkam.
“Jangan berisik,” bisik seseorang.
“Mars…,” Venus mengenali suara itu, dia berbalik dan memastikan bahwa pendengarannya tidak salah. Ada kelegaan di hati Venus.
“Andaikan punggungku tidak bermasalah aku bisa mengejar orang itu dan memastikan dia tidak akan bisa menghirup udara besok pagi,” ucap Mars menahan geram.
Orang tersebut ternyata lelah mengejar Venus setelah sekian lama berputar-putar di area basemen. Setelah situasi dirasa cukup aman, Venus dan Mars kembali ke apartemen.
“Kamu dari mana sih? Malam-malam begini.” Mars berjalan sembari menggenggam tangan Venus.
“Gue laper, pengen beli buah.”
“Ya udah kamu makan di tempatku saja,” ajak Mars, Venus mengernyitkan alisnya.
Venus tidak menyangka ternyata Mars menyewa apartemen sebelah Venus. Pantas saja dia dengan pongah mengatakan dia akan mendatangi Venus dalam waktu 5 menit saja.
“Sejak kapan lo nyewa apartemen di sebelah gue?”
“Sejak kita tidur bersama,” jawab Mars singkat.
“Terus, kok kamu bisa tiba-tiba muncul tadi.”
“Karena aku ngikutin kamu, aku dengar kamu keluar dari apartemen malam-malam begini.”
“Kamu mau makan buah utuh atau aku buatin salad buah?” tawar Mars ke Venus setelah membuka lemari pendinginnya.
“Salad buah boleh.”
Venus penasaran ingin melihat isi kulkas Mars. Benar saja dia hanya melihat air mineral dingin dan susu stroberi dengan merek yang biasa diminum Mars. Mars benar-benar menyukai minuman itu, dia tidak berbohong.
“Aku bisa minta susu itu?” pinta Venus, tapi Mars mengernyitkan alisnya heran.
“Aku…” Mars mengulangi perkataan Venus.
“Iya susu.”
“Sejak kapan kamu bisa ngomong sesopan itu sama aku?”
“Sejak berapa kali kamu nolongin aku, terutama nolongin perutku yang keroncongan,” Venus mengalihkan wajahnya malu.
Mars tersenyum samar dan mengupas buah-buahan satu persatu di hadapannya.
“Punggung kamu gimana?” tanya Venus lagi.
“Masih perih, tapi aku gak bisa olesin salep. Semoga besok mendingan.”
“Sini aku bantuin,” Venus menawarkan bantuan.
“Hmm…oke. Setelah salad buah ini jadi.”
Venus sesekali memperhatikan Mars yang fokus membersihkan dapurnya. Dia begitu menikmati makanannya, dan tersenyum bahagia. Apa benar dia sudah jatuh cinta pada Mars, entahlah. Saat ini Venus benar-benar dibuat ketergantungan akan hadirnya.
“Salepnya mana?” tanya Venus setelah menghabiskan sepiring salad buah buatan Mars.
“Ini.”
Mars membuka baju kaos hitam miliknya. Punggung Mars yang lebar benar-benar terlihat kokoh. Mars sudah membuka perbannya. Luka memar itu terlihat jelas di kulit kecoklatan milik Mars.
“Ah…bisa pelan gak!” tegur Mars saat Venus dengan sengaja menekan-nekan luka Mars dengan salep di ujung jarinya.
“Biar kamu tahu rasanya sakit.”
“Iya aku tahu. Bahkan aku bisa tahu rasa sakit lebih dari ini.”
“Apa?”
“Saat Carlos dan Adrian menciummu tentu saja.”
“HAHAHA…you’re so funny Mars”
“Yah tertawalah,” Mars memutar bola matanya malas.
“Mars, I like you,” Venus menangkup wajah Mars dan menutup matanya kemudian mencium Mars.
“Slowly babe,” tegur Venus saat Mars menciumnya kasar dan menuntut. Mars menuruti perkataan Venus dan menciuminya lebih lembut.
“Maaf kali ini aku gak bisa buat kamu mendesah. Punggung aku sakit, tapi setelah ini kamu gak akan bisa menghindar.”
“Oh yeah?” tantang Venus.
Venus kembali ke apartemennya asalkan Mars berjanji akan menemani dirinya hingga terlelap. Dia mencoba mengerti alasan Mars yang tidak ingin tidur bersamanya, pasti Mars punya alasan yang suatu saat akan diungkapkan kepada Venus. Venus hanya perlu bersabar.
Pengen nyari susu stroberi ah...
Hubungan Mars dan Venus semakin membaik akibat kejadian di parkiran dan beberapa kejadian belakangan ini. Dret…dret...dret Ponsel Venus berbunyi, terlalu pagi baginya saat manajernya menghubunginya. “Halo, Are you ready for tonight?” “Apaan?” Venus masih memejamkan matanya. “Astaga lo lupa, nanti malam lo kan janjian makan malam dengan Adrian,” ucap Shasa mengingatkan Venus terhadap janjinya. “Bisa dicancel gak. Gue males keluar,” alasan Venus. Alasan sebenarnya adalah saat ini dia tidak tertarik pada pria manapun. Dunianya hanya berputar pada pria lain yang posesif dan tak tahu bagaimana bersikap lembut pada wanita . “Eh lo bercanda, Senin ini lo punya jadwal pemotretan dan iklan untuk produk milik Adrian. Jangan sampai lo melewatkan kesempatan ini” ucap Shasa mengingatkan. “Iya okey.” “Gitu dong sampai ketemu sebentar malam”
Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya. “Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini. “Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah. “Thank you,” ucap Venus singkat. “Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda. “Oh maaf, aku ada syuting b
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A
Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars. Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir. Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Berdasarkan pantauan CCTV rumah sakit, Mars menggunakan topi, memakai pakaian biasa yang entah didapatkannya dimana dan berjalan tergesa-gesa meringis memegang perutnya. Polisi akhirnya hanya mampu menyelidiki keberadaan Mars hingga keluar dari parkiran rumah sakit. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak. Tidak ada satupun barang yang menunjukkan keberadaan Mars. Venus hanya mampu menatap kosong, dunianya dirasa menghilang seketika. Pria itu meninggalkan dirinya saat Venus merasa dia adalah satu-satu sumber kehidupannya. Venus merasa tidak berharga dan dicampakkan. “Halo, Venus are you okay dear?” suara seorang wanita di seberang sana kedengaran khawatir dengan kondisi Venus. “I’m okay Mami,” bohong Venus, padahal bawah matanya kelihatan hitam dan wajahnya pucat. “Mami akan segera kesana begitu urusan Papi selesai,” tegas Mami Venus. “Gak usah Mami, Venus beneran baik-baik aja. Bodyguard Venus yang terluka sedang
Venus mengantarkan Adrian menuju apartemen Shasa, Venus sebisa mungkin menutupi wajahnya saat dia keluar menuju lobby hotel NW Centrall hotel. “Terima kasih Adrian, aku udah berutang banyak sama kamu,” ucap Venus saat turun dari mobil milik Adrian. “Gak kok,” Adrian mengecup pelipis Venus lembut dan Venus tersenyum. Setibanya di apartemen milik Shasa, Venus mencecar dan menumpahkan rasa kesalnya kepada manajernya yang meninggalkannya berdua dengan Adrian. Dia tidak ingat bahwa dirinya yang memaksa dan menyuruh Shasa agar kembali dan meninggalkan dirinya. Shasa tentu saja menolak dan menyanggah tuduhan yang dilayangkan oleh Venus. “Cariin gue apartemen baru. Gue pengen suasana baru,” putus Venus setelah beberapa lama mempertimbangkan hunian yang tepat untuknya. Dia terlalu lama bersabar dan menunggu Mars kembali. “Iya gue usahain dalam minggu ini,” janji Shasa. “Thank you Sha. Oh iya seminggu ini gue pengen liburan, setelah itu lo jadwalin gue kerjaan yang padat. Gue adalah Venus
“Kamu harus janji gak akan pernah menghilang lagi,” tatapan memohon Venus ke Mars. “Iya aku janji,” Mars mencium pucuk kepala Venus. Venus menghubungi dan memberi kabar ke Shasa bahwa dia akan bepergian untuk liburan lebih cepat dari jadwal yang telah direncanakannya. Dia merasa belum waktunya untuk jujur bahwa dia sudah bertemu dengan Mars. Venus benar-benar ingin bersama Mars selama seminggu ini tanpa ada gangguan. Mars tentu saja menyambut dengan antusias. “Ehm…apakah malam ini kamu juga gak akan tidur bareng aku?” tanya Venus yang menghabiskan sepiring spaghetti buatan Mars. “Gak, aku akan tidur bareng kamu,” jawab Mars hanya melirik untuk melihat reaksi Venus. “Ah really? Beneran?” girang Venus. “Iyaaaa…,” Mars menghela napas dan menggeleng geli atas reaksi Venus yang berlebihan. “Mars, ini apa?” tunjuk Venus ke dada Mars setelah mereka berdua berbaring di tempat tidur. “Ini…,” Mars melihat tempat
“Kamu tunggu disini ya, aku ngambil kendaraan di parkiran,” ujar Mars kepada Venus yang berdiri di lobby Apartemennya. “Iya.” Selang beberapa saat, suara deru mesin mobil, lebih tepatnya supercar berwarna hitam perpaduan warna gold keluar dari basemen parkiran Apartemen milik Mars. Mobil dengan kapasitas dua penumpang berhenti tepat di depan Venus. Venus memicingkan matanya menebak siapa orang di balik kemudi itu dengan kaca mobil yang sangat gelap itu. Pintu mobil tersebut dibuka ke atas, dan menampilkan sosok Mars dibalik kemudi. Senyum Venus terbit, bersidekap dan menggeleng geli. “Another surprise?” tanya Venus dan menaikkan alisnya sebelah. “Hmm, maybe,” Mars turun dan menghampiri Venus. “Kejutan apa lagi sih ini Mars, kamu kayaknya sengaja pamer depan aku. Apa ini cara kamu buat narik perhatian aku?” tebak Venus. “Hmm…bisa dibilang begitu.” “Hei sejak kapan aku silau akan harta.