Venus merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamar sambil mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Merasa bosan, sambil berguling ia meraih handphone jadul, “Mars, ke sini sekarang,” Venus menguji ucapan Mars.
“Ada apa?” Venus nyaris melompat, Mars sudah berada di belakangnya.
“Astaga, lo tahu kode apartemen gue,” heran Venus.
“Tentu saja. Ada apa kamu menelpon?” Mars mulai membiasakan diri berbicara santai saat mereka berdua.
“Beliin makanan, gue laper” perintah Venus, Mars menggelengkan kepalanya.
“Kamu pengen makan apa?” tanya Mars.
“Terserah.”
“Tidak ada makanan terserah. Tentukan atau aku pergi sekarang.”
“Ya udah, aku pengen makan steak, tenderloin medium rare.”
“Baik. Tunggu sebentar.”
Sepuluh menit menunggu, Mars sudah kembali.
“Steaknya mana?” tanya Venus saat melihat Mars membawa kantongan kecil.
“Aku yang masak. Ini sudah malam, semua restoran tutup, hanya ada supermarket 24 jam. Lagian, beberapa bahan di kulkas. Apa kamu gak pernah masak?”
“Gak sempat, Males, kukuku bisa patah,” keluh Venus.
Mars memakai apron, terlihat cekatan membolak-balikkan steak agar matang di setiap sisinya. Venus menatap kagum dan senyumnya terbit walaupun berusaha ditutupinya. Mars sungguh memukaunya. Mars, yang ia juluki sebagai pria brengsek, namun pelan-pelan mengubah penilaian Venus terhadapnya.
“Gimana?” tanya Mars, matanya membulat, tak sabar menunggu menilai hasil masakannya malam ini.
“Lumayan,” bohong Venus menutupi lidahnya yang menari bahagia.
Pria ini ternyata pintar masak! Daging steaknya juicy dan lembut, belum lagi rasa dan aromanya menggoda.
“Mars, lo gak pengen minum?” tawar Venus sambil berjalan ke ruang tengah.
“Aku gak mau mengulang kesalahan hal yang sama, seperti malam itu”
“Tapi, di toilet, kamu dalam keadaan sadar”
“Ehm…” Mars tak mampu berkilah.
“Mars, I want you,” Venus serasa ingin menghilang dari dunia saat melontarkan kalimat itu, dengan bodohnya dia masuk dan menjerat dirinya.
Mata Mars membulat bahagia mendengar permintaan Venus. Mars menyergap Venus, mencium bibir Venus dalam, lidah mereka saling berpagut dan tanpa jeda.
Mars menggendong Venus menuju ranjang. Ini ketiga kalinya tetapi sungguh sensasinya berbeda. Mereka saling menginginkan.
“Argh Mars, sakittt,” desah Venus. Gaya bercinta Mars yang kasar dan menghentak membuat dirinya kesakitan. Mars tidak memberikannya jeda.
Plak!
Mars memukul bokong Venus yang putih dan meremasnya dengan gemas.
“Ah…ah…ah….” desahan Venus semakin melecut Mars untuk menelusuri setiap lekuk tubuhnya, entah sudah berapa banyak gaya mereka coba. Venus mengimbangi deru napas dan permainan Mars, dengkulnya lemas, seolah-olah Mars menghisap habis energinya malam ini.
“Kamu harus makan banyak sayang, badan kamu sangat kurus,” ucap Mars sambil menjejaki leher jenjang Venus, mengecupnya lembut.
“Ini proporsional Mars!” bantah Venus. Bisa-bisanya Mars meremehkan bentuk tubuhnya, padahal banyak perempuan di luar sana berusaha mati-matian ingin memiliki tubuh seperti ini. Mars hanya tersenyum mengacuhkan jawaban Venus, ada yang lebih penting rupanya.
“Ah….,” Desah keduanya bersamaan setelah hentakan demi hentakan, percikan kenikmatan Mars akhirnya lolos juga. Senjata dengan peluru cairnya menembus tanpa batas ke arah sasaran tembak milik Venus.
Mars mengecup lembut bibir Venus sekali lagi dan kemudian saling berpelukan dengan peluh di tubuh mereka. Keduanya terlelap, senyum bahagia terbit di sudut bibir Venus melihat Mars terlelap di sampingnya.
“Eugh…,” desis Venus dan melemaskan ototnya, badannya terasa pegal tapi dia bahagia.
Dia berbalik melihat Mars tertidur di sampingnya, “Shit, Mars brengsek. Lo berani tinggalin gue. Emang gue perempuan apaan. Okay kalo gini cara lo,” umpat Venus kesal,merasa dirinya tidak berharga. Dia sangat kecewa.
Tiit..tiit…
Bel apartemen Venus berbunyi, dia melangkah malas menuju pintu.
“Lo akting gak tahu kode gue. Padahal semalam, Lo bisa buka sendiri,” desis Venus.
“Sha, kenapa lo? Muka lo ceria banget,” Venus berbalik dan berjalan menuju pantry mengambil air untuk menghilangkan dahaganya.
“Gue ada berita bagus.”
“Apa?” Venus melirik sebentar, kemudian meneguk air hingga tak tersisa.
“Eh lu masak. Emang bisa?” Shasa heran melihat dapur yang berantakan.
“Udah gak usah bahas itu, berita apaan,” ucap Venus mengalihkan kecurigaan Shasa. Otaknya belum bisa diajak kerjasama, mencari alasan.
“Lo masih inget Adrian Tanuwijaya kan.”
“Tentu dong. Kenapa dia?”
“Lo diajak buat jadi model iklan perusahaannya dan dia ngajak lo buat ketemuan siang ini,” ucap Shasa menggebu-gebu.
“Gue harus dandan cantik dong!”
“Haruslah cyin.”
Venus memastikan penampilannya sedemikian rupa. Saat keluar dari kamarnya, Mars telah berdiri menunggunya. Dia tersenyum licik dan tercetus ide untuk membalas dendam.
Tiba di sebuah restoran mewah berada di lantai dasar hotel bintang lima, Shasa dan Mars duduk di meja lain, sementara Venus mengekor pelayan menuju meja yang telah dipesan untuknya. Mereka memang terpisah meja, tapi saling mengamati satu sama lain.
“Hai dear, sorry I’m late,” sapa pria tampan Adrian Tanuwijaya sambil berbungkuk sopan. Adrian Tanuwijaya pria lajang paling didamba di negara ini.
Adrian mengecup pipi Venus, membuat Venus tersenyum puas, ia tahu di ujung sana seseorang sedang dibalut kemarahan.
“Oh gak masalah, aku tahu kok seorang Adrian, pria yang sibuk dan pekerja keras,” ucap Venus basa-basi. Adrian terkekeh dan kelihatan jelas dari orang memandang mereka sebagai pasangan yang sangat serasi. Adrian tampan, Venus juga sangat cantik.
Mars hanya menatap dari kejauhan menebak apa yang mereka perbincangkan, mengamati setiap gerak-gerik mereka. Tangannya mengepal keras. Dia yakin Venus sengaja melakukannya, buktinya Venus sesekali melirik ke arahnya, terutama saat bersentuhan dengan Adrian.
“Aku minta maaf atas kelakuanku selama ini. Bagaimana mungkin aku bisa melewatkan kesempatan untuk berjumpa dengan perempuan paling cantik,” ucap Adrian memuja Venus. Kenyataannya, selama ini dirinyalah yang selalu menunda untuk bertemu dengan Venus.
“Hmmm...Hampir saja kamu melewatkan kesempatan baik ini, asal kamu tahu kesempatanmu hampir habis,” goda Venus.
“Hahaha, untung saja. Aku pria yang beruntung kalau begitu. Baiklah setelah ini, aku harap kerjasama kita akan berlanjut. Sekretarisku akan menghubungi manajermu,” Venus sangat beruntung, kesempatan bertemu Adrian sekaligus diajak bekerja sama. Terlebih perusahaan Adrian adalah perusahaan multinasional. Dia yakin orang semakin memandang dirinya saat menjadi model bagi perusahaan Adrian.
“Okey,” ucap Venus singkat.
“Aku bisa meminta nomor pribadimu. Bagaimana Sabtu ini, kamu bisa kan dinner bareng aku?” pinta Adrian.
“Oh tentu saja,” jawab Venus tersenyum, nampaknya seseorang di seberang sana tidak berselera makan.
Pembicaraan berlanjut tak terasa hingga jam makan siang usai. Adrian pria yang menarik, berpengetahuan luas menambah pengetahuan Venus. Adrian juga pria yang perhatian dan lembut.
“Sha lo nginep di apartemen gue yah,” pinta Venus yang takut akan tindakan Mars.
“Eh sory cyin, gue ada kerjaan. Gue gak bisa,” tolak Shasa. Dia harus mendampingi artisnya yang lain.
Venus merutuki dirinya, andai saja dia menginap di hotel, dia bisa menghindari Mars yang mungkin akan menghukumnya. Benar saja, kepergian Shasa, Mars mengunci apartemen Venus.
“Kamu sengaja kan,” ucap Mars tegas dan penuh penekanan.
“Sengaja apa?” Venus berpura-pura. Venus berjalan mundur saat Mars mendekat.
“Berani-beraninya kamu bermesraan dengan pria lain.”
“Tentu saja, kita tidak punya hubungan apa-apa.”
“Kamu!”
Mars mengangkat tubuh Venus dan membanting tubuhnya ke ranjang.
“Auchhh,” pekik Venus dan meringis akibat punggungnya yang terasa sakit saat mengenai ranjang.
Krek…
“Aku benci baju ini” Mars merobek baju Venus.
“Sialan lo, gak bisa seenaknya robek baju gue. Itu mahal, limited edition Mars!!”
“Kenapa lo marah hah, lo anggap gue gak penting. Lo tinggalin gue sendirian saat pagi,” bentak Venus tidak terima.
Mars berbalik dan menatap marah Venus.
“Kenapa? Gue bener kan. Lo itu yang brengsek.”
Mars semakin marah, berkali-kali dirinya memperingati Venus untuk jangan mengumpat karena malah memacu dirinya untuk menjamah tubuh Venus.
Mars membuka celananya dan memasuki paksa Venus. Senjata itu tidak pernah tampak lemah setiap Venus melihatnya.
“Ah…ah Mars, sakit. Mars!!!” teriak Venus. Gaya bercinta Mars kali ini dipenuhi kemarahan dan kecemburuan. Bahkan ranjang itu berdecit saat Mars bergerak cepat dan terburu-buru.
“Mars…hiks…hiks….hikss…maafin gue. Please stop,” iba Venus dan air matanya luruh. Kali ini dia bahkan menunjukkan sisi lemahnya pada Mars.
Mars menghentikan aksinya, saat Venus terisak, dia mengusap wajahnya kasar. Dia bertindak sangat brutal dan tanpa ampun ke Venus. Bahkan dirinya tidak layak disebut pria yang memuja Venus.
“Kamu gak akan bisa melihat aku tidur. Itu tidak akan terjadi,” ucap Mars singkat.
Mars meninggalkan Venus yang terisak sembari menyelimuti dirinya. Dia berjanji hari ini hari terakhir dia menyulut kemarahan Mars. Hal ini di luar dugaannya.
Jadi gimana? gimana?
Suara ambulans terdengar memekakan telinga, Venus menemani Mars diatas ambulans menuju rumah sakit terdekat. Venus tidak pernah sekalipun memalingkan wajah dari kekasihnya. Alat bantu pernapasan terpasang di tubuh Mars.Setibanya di rumah sakit terdekat, ternyata rumah sakit itu tidak memiliki alat yang canggih. Mars harus segera dioperasi ke rumah sakit yang lebih memadai. Venus memutuskan menuju rumah sakit tempat Marvel dirawat.Setibanya di rumah sakit, petugas medis dengan sigap mengambil brangkar Mars menuju ke ruang operasi. Kekalutan terlihat jelas di wajah Venus.“Venus…” Diandra mendapati anaknya dengan mata sembab mendampingi seseorang di brangkar. Orang tersebut tidak sadarkan diri dengan luka berdarah. Diandra keluar dari ruang perawatan Marvel hendak menelpon Marcell agar membawakannya baju ganti untuk Marvel.“He is my chef Mi, Mars my boyfriends,” jawab Venus terbata-bata.“Oh astaga, ap
Dret…Dret…Dret… Venus masih tidak sadarkan diri dan diikat di sebuah kursi. Layaknya dejavu kejadian ini kembali terulang. “Halo...Venus…ini aku Mars, aku masih hidup. Aku ingin menemui kam…” “Mars!!!” teriak Venus dengan suara bergetar. “Venus? Kamu dimana?” tanya Mars panik. “Hahahaha….Mars betul dugaanku lo masih hidup,” ucap Alexis mengambil alih ponsel milik Venus. Dialah yang menjebak Venus berpura-pura sebagai Mars agar bisa menyekap Venus dan memancing Mars keluar dari tempat persembunyiannya. Kali ini dia akan memastikan Mars tidak akan bisa hidup. Dia harus melihat Mars meregang nyawa dengan mata kepalanya sendiri. “Alexis brengsek gue gak akan biarin lo!” geram Mars, tangannya mengepal. Dia tidak ingin gegabah kali ini. Dia harus memikirkan taktik yang tepat yang akan digunakannya untuk menghadapi Alexis. Sebuah mobil SUV berwarna putih tiba agak jauh dari kawasan itu. Mars t
Marvel membawa beberapa pengawal yang handal untuk mengawalnya menemui Alexis. Dia tahu pria itu licik dan cerdik. Bisa saja ini jebakan. Mana mungkin Mars masih hidup, sedangkan mereka melihat dengan mata kepala sendiri Mars jatuh ke laut dalam keadaan terikat dan terkunci di dalam mobil. Marvel menemui Alexis kembali di sebuah gedung yang pembangunannya terbengkalai. Berbekal alamat yang dikirimkan oleh Alexis via pesan singkat. Setibanya Marvel disana, Alexis juga dikawal oleh beberapa pengawal. Namun, Marvel bisa menerka bahwa pengawalnya lebih banyak dibandingkan Alexis. Kedatangannya kali ini selain ingin mengonfirmasi kebenaran soal Mars, dia juga datang ingin membalas dendam terhadap perbuatannya melukai Venus adiknya. Susah payah Marvel mencari Alexis, tetapi kali ini malahan Alexis yang menyodorkan dirinya. “Apa maksud lo, soal Mars yang masih hidup,” tanya Marvel ke Alexis yang duduk di sebuah kursi kayu. “Iya dia masih hidup. Gue tahu ini
Mars tetap berdiam diri di Bali memulihkan kondisinya dan berencana setelah kondisinya membaik dia akan menemui Venus. Rencananya untuk menikahi Venus tetap ingin dijalankannya. Mengenai dendamnya, dia menganggap Alexis pantas ingin membunuhnya dan ini setimpal. Alexis sudah membuat dia berada di ambang kematian, dia tidak akan membalas dendam, cukup.Balas dendam bagaikan lingkaran setan. Andaikan kita tetap menuruti rasa egois untuk membalas tindakan jahat orang, tidak akan ada habisnya. Dia hanya ingin hidup bahagia dengan Venus.Atas informasi yang didapatkan dari Mars, Emma akhirnya mengetahui keberadaan anak perempuannya. Sheila ternyata berada di Ambon, di sebuah pulau terpencil.“Mars, apakah adikmu tahu bela diri?” tanya Emma yang menghampiri Mars yang sedang menikmati pemandangan sunset di salah satu pantai di Bali.“Kenapa?” tanya Mars heran atas pertanyaan tiba-tiba ibunya.“Orang suruhan ibu menemuinya tet
Flashback“Hei, turunkan dia,” perintah Alexis kepada anak buahnya setelah Mars kembali dibuat tidak sadarkan diri.“Ikat dia dan masukkan ke dalam mobil lalu buang ke jurang,” perintah Alexis lagi. Dia sangat senang melihat Mars dibunuh secara perlahan demi balas dendamnya atas kematian abang angkatnya beserta keluarganya yang dibunuh oleh Mars. Ternyata bukan hanya karena ingin memiliki Venus tetapi dendamnya bertambah saat dia mencari tahu siapa Mars dan dia mendapati fakta bahwa orang inilah yang dia cari selama ini.Saat didudukkan di dalam mobil yang disiapkan untuk terjun ke jurang, Mars sudah sadarkan diri dan terus berontak berusaha melepaskan diri.“Ada kata-kata terakhir?” tanya Alexis.“Brengsekkk lo!!!” umpat Mars dengan tatapan amarah.“Hahaha…oke. Selamat menikmati neraka Mars Dandelion, semoga kamu tenang disana,” Alexis bersorak senang.Alexis
Sebulan kemudian, “Huek…huek…” Sejak pagi hari Venus terus memuntahkan isi perutnya. Perasaannya sudah tidak enak beberapa hari ini. Dia gampang lelah dan wajahnya tampak pucat. “Venus, kamu baik-baik aja sayang?” Diandra menghampiri Venus di dalam kamar mandi. Kebetulan pagi ini dia ingin mengantarkan sarapan untuk Venus yang hanya terbaring lemah. “Gak tahu Mi, perut aku gak enak,” “Ya udah. Kita panggilin dokter yah,” saran Diandra. “Iya Mi,” kali ini Venus menuruti perkataan Diandra. Tidak lama dokter keluarga tiba di kediaman mereka memeriksa kondisi Venus yang lemah dan hanya mampu berbaring. “Kenapa dok?” tanya Diandra saat melihat raut wajah dokter yang terkejut dan bingung. “Hmm…bagaimana saya menjelaskan ini Nyonya Diandra,” dokter terlihat menimbang-nimbang. “Dok...jangan membuat saya penasaran seperti ini,” desak Diandra lagi. Venus hanya terdiam dan juga bingung. “Kapan tera