Pemotretan produk dan syuting iklan untuk perusahaan Adrian berlangsung lancar dan tidak ada hambatan. Adrian bahkan sengaja meluangkan waktunya yang sibuk untuk mengawasi pemotretan Venus
Sikap Venus yang menjaga jarak membuat Adrian semakin penasaran dan ingin merebut perhatian Venus. Venus adalah gadis yang sangat berbeda menurutnya, tidak silau harta dan jabatan. Padahal banyak model di luaran sana tidak akan melewatkan kesempatan untuk dekat dengan dirinya.
“Terima kasih, terima kasih,” ucap Venus tersenyum dan membungkuk hormat kepada semua tim dan kru yang membantunya hari ini.
“Hai, ini untuk kamu,” sodor Adrian dengan sebuah buket bunga mawar merah.
“Thank you,” ucap Venus singkat.
“Kamu ada waktu luang hari ini?” tanya Adrian sembari melihat arloji mahal di tangannya. Setidaknya dia ada waktu hingga jam makan siang sebelum kembali ke kantor untuk mengurusi pekerjaannya yang tertunda.
“Oh maaf, aku ada syuting b
Kita ketemu Selasa depan lagi yah
“Mars, Shasa gak kesini katanya. Kita ketemu di lokasi syuting,” Venus berbicara dengan Mars dari pantulan cermin di hadapannya. Tangannya dengan lincah merias diri. Make up sederhana hanya untuk menuju lokasi syuting, nanti saat dirinya tiba di lokasi syuting seorang make up professional sudah tersedia untuknya “Hmm…,” Mars mengecup leher Venus yang sibuk berdandan. “Mars, aku udah rapi loh. Jangan rusak make-up ku hari ini. Kita sudah telat, bahkan demi menghemat waktu Shasa gak jemput aku,” Venus memperingatkan Mars tapi tidak menghindari kecupan demi kecupan yang dilayangkan Mars. “Okey, malam ini kamu gak punya alasan lagi,” peringati Mars. “Iya, aku udah gak bisa nolak lagi,” Venus tersenyum sembari menggeleng geli. Mars memeluk tubuh langsing Venus dan mendekapnya erat. “Oh iya Mars, syuting hari ini hampir aja selesai, menuju ending. Di script akan ada adegan ranjang dan ciuman panas dengan Carlos. A
Syuting yang berjalan lebih dari dua bulan akhirnya selesai juga. Venus menjadi sangat ketergantungan dengan pria yang bernama Mars ini. Satu hal yang selalu ditunggunya, Mars tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepada Venus. Malahan dirinya yang selalu mengatakan, I need you, I like you tapi Mars hanya membalasnya dengan menciumnya. Ciuman yang meluluhkan tubuh dan perasaannya dan bisa dipastikan berlanjut pada permainan ranjang Mars. Sejak kapan seorang Venus harus bersabar menunggu pernyataan seorang pria. Pria ini benar-benar membuatnya kehilangan jati dirinya. Hubungan keduanya masih dirahasiakan dari semua orang di sekitar termasuk Shasa, orang kepercayaannya. Venus menunggu hingga Mars dapat segera menemukan stalker tersebut dan kontrak mereka akan berakhir. Tapi satu sisi saking terlenanya dengan hubungan pribadi keduanya, Venus bahkan melupakan tugas Mars untuk menemukan stalker yang sering mengancamnya. Anehnya belakangan ini V
Berdasarkan pantauan CCTV rumah sakit, Mars menggunakan topi, memakai pakaian biasa yang entah didapatkannya dimana dan berjalan tergesa-gesa meringis memegang perutnya. Polisi akhirnya hanya mampu menyelidiki keberadaan Mars hingga keluar dari parkiran rumah sakit. Setelah itu dia menghilang tanpa jejak. Tidak ada satupun barang yang menunjukkan keberadaan Mars. Venus hanya mampu menatap kosong, dunianya dirasa menghilang seketika. Pria itu meninggalkan dirinya saat Venus merasa dia adalah satu-satu sumber kehidupannya. Venus merasa tidak berharga dan dicampakkan. “Halo, Venus are you okay dear?” suara seorang wanita di seberang sana kedengaran khawatir dengan kondisi Venus. “I’m okay Mami,” bohong Venus, padahal bawah matanya kelihatan hitam dan wajahnya pucat. “Mami akan segera kesana begitu urusan Papi selesai,” tegas Mami Venus. “Gak usah Mami, Venus beneran baik-baik aja. Bodyguard Venus yang terluka sedang
Venus mengantarkan Adrian menuju apartemen Shasa, Venus sebisa mungkin menutupi wajahnya saat dia keluar menuju lobby hotel NW Centrall hotel. “Terima kasih Adrian, aku udah berutang banyak sama kamu,” ucap Venus saat turun dari mobil milik Adrian. “Gak kok,” Adrian mengecup pelipis Venus lembut dan Venus tersenyum. Setibanya di apartemen milik Shasa, Venus mencecar dan menumpahkan rasa kesalnya kepada manajernya yang meninggalkannya berdua dengan Adrian. Dia tidak ingat bahwa dirinya yang memaksa dan menyuruh Shasa agar kembali dan meninggalkan dirinya. Shasa tentu saja menolak dan menyanggah tuduhan yang dilayangkan oleh Venus. “Cariin gue apartemen baru. Gue pengen suasana baru,” putus Venus setelah beberapa lama mempertimbangkan hunian yang tepat untuknya. Dia terlalu lama bersabar dan menunggu Mars kembali. “Iya gue usahain dalam minggu ini,” janji Shasa. “Thank you Sha. Oh iya seminggu ini gue pengen liburan, setelah itu lo jadwalin gue kerjaan yang padat. Gue adalah Venus
“Kamu harus janji gak akan pernah menghilang lagi,” tatapan memohon Venus ke Mars. “Iya aku janji,” Mars mencium pucuk kepala Venus. Venus menghubungi dan memberi kabar ke Shasa bahwa dia akan bepergian untuk liburan lebih cepat dari jadwal yang telah direncanakannya. Dia merasa belum waktunya untuk jujur bahwa dia sudah bertemu dengan Mars. Venus benar-benar ingin bersama Mars selama seminggu ini tanpa ada gangguan. Mars tentu saja menyambut dengan antusias. “Ehm…apakah malam ini kamu juga gak akan tidur bareng aku?” tanya Venus yang menghabiskan sepiring spaghetti buatan Mars. “Gak, aku akan tidur bareng kamu,” jawab Mars hanya melirik untuk melihat reaksi Venus. “Ah really? Beneran?” girang Venus. “Iyaaaa…,” Mars menghela napas dan menggeleng geli atas reaksi Venus yang berlebihan. “Mars, ini apa?” tunjuk Venus ke dada Mars setelah mereka berdua berbaring di tempat tidur. “Ini…,” Mars melihat tempat
“Kamu tunggu disini ya, aku ngambil kendaraan di parkiran,” ujar Mars kepada Venus yang berdiri di lobby Apartemennya. “Iya.” Selang beberapa saat, suara deru mesin mobil, lebih tepatnya supercar berwarna hitam perpaduan warna gold keluar dari basemen parkiran Apartemen milik Mars. Mobil dengan kapasitas dua penumpang berhenti tepat di depan Venus. Venus memicingkan matanya menebak siapa orang di balik kemudi itu dengan kaca mobil yang sangat gelap itu. Pintu mobil tersebut dibuka ke atas, dan menampilkan sosok Mars dibalik kemudi. Senyum Venus terbit, bersidekap dan menggeleng geli. “Another surprise?” tanya Venus dan menaikkan alisnya sebelah. “Hmm, maybe,” Mars turun dan menghampiri Venus. “Kejutan apa lagi sih ini Mars, kamu kayaknya sengaja pamer depan aku. Apa ini cara kamu buat narik perhatian aku?” tebak Venus. “Hmm…bisa dibilang begitu.” “Hei sejak kapan aku silau akan harta.
Ajakan berbelanja membuat Mars menjadi kapok dan tidak ingin mengulanginya lagi, tubuhnya benar-benar lelah bahkan untuk berjalan pun hanya mampu menyeret langkahnya. Tentu ini berbeda saat harus push up ataupun pull up dengan gerakan teratur dan bermanfaat bagi tubuhnya dibandingkan berkeliling tidak jelas di dalam mal menemani Venus selama hampir tiga jam lebih. Kedua tangan Mars penuh akan barang belanjaan Venus hingga perlu menyewa seseorang untuk membantu membawakan barang-barang Venus lainnya. “Mars, kamu gak kehabisan duit kan?” tanya Venus memastikan, apalagi belanjanya hampir melebihi limit belanjanya tiap bulan. Mars bersikeras menggunakan uang pribadinya dan menolak uang dari Venus. “Gak, besok kamu belanja seperti ini juga aku mampu. Tapi aku gak sanggup nemenin kamu, betis aku sepertinya sudah gak mampu menopang tubuhku,” keluh Mars. Setelah puas berbelanja, mobil Mars tidak mampu menampung barang belanjaan Venus hingga
Kesalah pahaman antara Mars dan Venus kembali mencair. Hubungan keduanya semakin romantis dan tak terpisahkan. Selama seminggu bersama Mars, waktu berjalan lebih cepat dari biasanya bagi Venus.Dret...dret…dret…Ponsel Venus berbunyi, sebuah panggilan masuk. Sebuah nomor baru, terlihat seperti panggilan internasional.“Halo, sister. How are you?” sapa seseorang dibalik panggilan itu.“Abang!!!” suara yang sangat dikenali dan dirindukan oleh Venus.“Iya, aduh gak usah teriak gitu dong, telinga aku pengang nih. Kamu dimana sekarang?”“Emm...em...di apartemenku, kenapa?” bohong Venus. Mars keluar membelikan buah dan beberapa makanan untuk mengisi persediaan kebutuhan mereka di lemari pendingin.“Jemput aku di bandara besok pagi. Malam ini aku berangkat kembali ke tanah air.”“What!!! Really!? Ab