"Cepat jelaskan sama Ayah, apa yang kamu lakukan di kamar Langit, Senja! Dan kenapa kamu bisa ada di sana? Bukannya kamu bilang mau ke toko buku? 'kan tadi izinnya gitu sama Bunda, kok malah jadi ke rumah Nak Langit?"
Bunda Ayu memegang tangan suaminya untuk menenangkan laki-laki yang sangat dicintainya. Bunda Ayu merasa tidak tega melihat sang anak yang sedang diinterogasi oleh ayahnya sendiri. Wajar saja Bunda Ayu seperti itu, selama ini, beliau belum pernah melihat suaminya semarah ini kepada anak bungsunya itu. "Iya maaf Ayah, Bunda. Memang niatnya mau ke toko buku, Cuman tadi pas liat mobil Mas Langit masih terparkir di garasi rumahnya, Senja berubah pikiran. Senja pikir, Mas Langit pasti punya buku yang Senja maksud, secara Mas Langit Dosen Fakultas Ekonomi." Senja menarik nafas panjang. Dadanya berdegup kencang karena melihat amarah dari wajah sang Ayah. "Teruskan!" Titah sang Ayah. "Sesudah itu, Senja ketuk-ketuk pintu beberapa kali, tapi nggak ada yang jawab. Sampai tiba-tiba, pintu rumah Mas Langit nggak di kunci, ya Senja pikir, mungkin Mas Langit nggak denger. Akhirnya Senja masuk deh, sampai dapur malah nyarinya, tapi Mas Langit nggak ketemu juga. Sampai akhirnya, Senja memutuskan untuk pulang ke rumah. Namun tiba-tiba pintu rumah Mas Langit terkunci. Otomatis Senja nggak bisa keluar dong." "Mungkin tadi saat saya mau berangkat ke kampus, saya mampir dulu ke warung depan karena ada yang harus saya beli. Saya memang lupa mengunci rumah saya. Dan Saya tidak tahu kalau ternyata ada senja di dalam," jelas Langit. "Kalau begitu, kenapa kamu nggak ngehubungin saya? Jika tahu seperti itu, saya pulang lagi untuk membukakan pintu untuk kamu." "Ponsel saya, habis batre Mas," sesal Senja. Kini giliran sang Ayah yang menarik nafas panjang. Bagaimana bisa anak gadisnya itu seceroboh ini. "Ayah nggak ngerti deh kenapa kamu tiba-tiba merubah niat kamu untuk pergi ke toko buku, malah melipir ke rumah Langit. Begini 'kan jadinya. Bikin ribet aja kamu, Senja.!" "Ya maaf Yah. Senja mikir, Kalau ada yang bisa dipinjam kenapa harus beli, 'kan sayang uangnya!" Kilah Senja. "Nah berarti sudah jelas 'kan pak bahwa kami tidak melakukan apa-apa." "Iya Nak Langit maafkan saya. saya sudah berburuk sangka. Sekali lagi saya minta maaf.Ternyata semua ini kesalahan anak saya." " Iya nggak apa-apa Pak, saya mengerti," ucap Langit, "berarti kesalahpahaman ini sudah selesai ya pak, kalau begitu saya permisi dulu, assalamualaikum." "Waalaikumsalam" Langit melangkah pergi meninggalkan rumah senja. Namun sebelum dia sampai rumahnya ada sekelompok warga yang menghadang dirinya. "Ada apa ya pak?" Tanya langit heran. "Anda jangan dulu ke mana-mana ikut kami ke rumah Pak Rt," ucap salah satu warga. "Kenapa begitu pak?" "Nanti akan saya jelaskan tujuan kami mengajak anda ke rumah Pak Rt, karena Semua ada hubungannya dengan anda." Langit sudah sangat lelah jika harus berdebat lagi. Dia akhirnya mengikuti apa yang diperintahkan warga tersebut. Dan tidak menolak saat sekelompok warga menggiringnya ke rumah pak RT. "Assalamualaikum Pak RT!" Tak berselang lama pintu rumah pak RT terbuka. Pak RT yang tak lain dan tak bukan adalah ayah Senja yaitu pak Andika, memandang Langit dengan heran. laki-laki paruh baya itu pun hanya bisa mengernyitkan dahinya karena heran. Bukankah urusannya dengan Langit sudah selesai? Lalu kenapa laki-laki itu kembali lagi ke rumahnya? Bahkan, dengan beberapa warga yang ada di belakangnya. "Ada yang ketinggalan Nak Langit?" Langit hanya diam mematung. Dia sendiri bingung kenapa warga membawanya ke rumah pak RT lagi. Sementara, dia baru saja pulang dari rumah tersebut. "Saya ada perlu sama pak RT," ucap salah satu warga. "Baiklah kalau begitu silahkan bapak-bapak masuk dan apakah Nak Langit ikut masuk juga?" ucap RT menanyakan itu kepada warga tadi. "Tentu saja pak karena ini semua ada hubungannya dengan Mas Langit." "Baiklah kalau begitu silahkan masuk kita bicara di dalam saja, " Mereka pun semua masuk ke dalam rumah pak RT. Karena warga berjumlah 8 orang sebagian dari mereka berdiri. "Kedatangan kami kesini ingin melaporkan Mas langit dan anak bapak Senja. Kami ada bukti jika mereka telah melakukan asusila." Raut wajah ayah Dika sangat terkejut. baru saja itu dia bahas dengan Langit dan Senja sebelum warga-warga itu datang. Dan yang pak Dika tahu, tidak ada seorangpun yang tahu tentang kejadian ini. Karena tadi ketika dia masuk ke dalam rumah Langit kondisi kompleks sepi. Bahkan saat membawa Langit dan Senja ke rumahnya pak Dika tidak melihat siapapun. Lalu dari mana warga-warga tahu kejadian ini? "Maaf sebentar pak saya tidak paham dengan maksud yang bapak katakan tadi. Bukti apa?" "Tadi saya melihat Mas Langit dan Senja di giring ke rumah Pak Rt dengan kondisi Senja yang berantakan. Bahkan wajah Pak Rt terlihat marah. Saya meyakini, jika Senja dan Mas Langit telah melakukan tindakan asusila." "Baru saja saya pulang dari rumah pak RT untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan saya dan Senja. Coba tanyakan kepada pak RT, saya sudah menjelaskan semuanya dan kami sama sekali tidak melakukan apa yang bapak-bapak tuduhkan. Saya berani bersumpah pak bahwa kami tidak melakukan itu." "Ah, pintar sekali Anda berkilah. Mentang-mentang Anda dosen." "Bapak jangan menuduh saya seperti itu! Itu jatuhnya fitnah pak. Saya tidak melakukan perbuatan nista itu!" "Sudah sudah, bapak-bapak saya bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan anak saya dan Nak Langit. Dia baru saja saya introgasi bersama anak saya. Dan mereka benar-benar tidak melakukan apa yang bapak-bapak tuduhkan," bela pak Dika. "Pak, bapak harus profesional dong. Jangan mentang-mentang yang bermasalah itu anak bapak lalu bapak melindunginya. Bapak itu 'kan ketua RT di komplek ini, seharusnya jika ada warga yang melakukan asusila harusnya ditindak pak, termasuk anak Bapak itu" "Astaghfirullahaladzim, harus berapa kali saya jelaskan kepada bapak-bapak. Bahwa saya tidak melakukan perbuatan itu. Bapak-bapak paham tidak ucapan saya!" Langit mulai jengah dia tidak paham lagi, bagaimana harus menjelaskan kepada warga-warga tentang kebenarannya. "Baiklah agar bapak-bapak paham saya akan panggilkan anak saya Senja biar dia menjelaskan semuanya," kata Pak Dika, "Senja sini, Nak." Akhirnya, Senja dihadirkan di tengah warga-warga yang menuduhnya. Gadis itu menjelaskan secara detail, kejadian yang sebenarnya. Tanpa di kurangi dan dilebihkan. "Saya harap Pak Rt bijaksana dalam menanggapi permasalahan ini. Maaf, bukan saya tidak percaya dengan pengakuan anak Bapak, tapi saya rasa lebih baik, mereka dinikahkan saja." "APA…" teriak Langit dan Senja serentak.Flash on.Langit masih belum berani berbicara dengan Senja. Setelah kejadian dua hari yang lalu. Ya, mereka akhirnya memutuskan untuk membatalkan liburan yang dijadwalkan selama tiga hari. Keesokan paginya, mereka pun langsung pulang dengan hati yang berkecamuk. Senja disini yang paling tersakiti, karena ternyata, sang suami lebih memilih menyerah untuk pernikahan mereka saat ini.Laki-laki itu benar-benar merasa sangat bersalah. Namun, berbarengan dengan perasaan lega, karena apa yang menjadi bebannya selama ini, telah bisa dirinya ungkapkan.Hari ini, Langit masih mendapatkan cutinya sehari lagi dengan menyiapkan sarapan untuk istrinya. Laki-laki itupun menata hasil masakannya di meja makan, berharap jika perasaan sang istri akan jauh lebih baik. Ini juga sebagai bentuk permintaan maafnya, karena sudah merusak liburan yang mungkin diharapkan akan menjadi liburan yang indah untuk istrinya itu."Untuk sementara, aku mau menginap di rumah Bunda," ucap Senja sambil melengos begitu saja
Langit membuang pecinya secara sembarangan. Hari ini, laki-laki itu telah sah menjadi suami Senja. Ya, setelah kejadian itu, seminggu kemudian Langit melamar Senja. Itu semua dia lakukan, karena selain desakan warga komplek mereka, ini juga karena desakan Mama Dona, Mama dari Langit. Satu hari setelah kejadian, Langit menceritakan apa yang dialaminya. Bukannya terkejut, Sang Mama justru merasa sangat bahagia, karena akhirnya sang anak bisa menikah kembali, setelah sekian lama menduda. Bukan tanpa alasan Mama Dona sudah sangat lelah melihat Langit terus saja meratapi apa yang sudah menimpanya.Tentu saja, akhirnya pernikahan itu terselenggara meskipun hanya dihadiri keluarga inti mereka saja."Mas mau mandi?" Tanya Senja saat gadis itu sudah ada di kamarnya setelah tadi sempat ngobrol bersama sahabatnya, Dewi. "Kok malah diem aja sih?" Tanya Senja lagi. Gadis itu kemudian duduk di meja rias, untuk membuka aksesoris yang digunakannya saat acara akad nikah."Ini semua gara-gara kamu ya
"Cepat jelaskan sama Ayah, apa yang kamu lakukan di kamar Langit, Senja! Dan kenapa kamu bisa ada di sana? Bukannya kamu bilang mau ke toko buku? 'kan tadi izinnya gitu sama Bunda, kok malah jadi ke rumah Nak Langit?"Bunda Ayu memegang tangan suaminya untuk menenangkan laki-laki yang sangat dicintainya. Bunda Ayu merasa tidak tega melihat sang anak yang sedang diinterogasi oleh ayahnya sendiri. Wajar saja Bunda Ayu seperti itu, selama ini, beliau belum pernah melihat suaminya semarah ini kepada anak bungsunya itu."Iya maaf Ayah, Bunda. Memang niatnya mau ke toko buku, Cuman tadi pas liat mobil Mas Langit masih terparkir di garasi rumahnya, Senja berubah pikiran. Senja pikir, Mas Langit pasti punya buku yang Senja maksud, secara Mas Langit Dosen Fakultas Ekonomi."Senja menarik nafas panjang. Dadanya berdegup kencang karena melihat amarah dari wajah sang Ayah."Teruskan!" Titah sang Ayah."Sesudah itu, Senja ketuk-ketuk pintu beberapa kali, tapi nggak ada yang jawab. Sampai tiba-tiba
Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany