Flash on.
Langit masih belum berani berbicara dengan Senja. Setelah kejadian dua hari yang lalu. Ya, mereka akhirnya memutuskan untuk membatalkan liburan yang dijadwalkan selama tiga hari. Keesokan paginya, mereka pun langsung pulang dengan hati yang berkecamuk. Senja disini yang paling tersakiti, karena ternyata, sang suami lebih memilih menyerah untuk pernikahan mereka saat ini. Laki-laki itu benar-benar merasa sangat bersalah. Namun, berbarengan dengan perasaan lega, karena apa yang menjadi bebannya selama ini, telah bisa dirinya ungkapkan. Hari ini, Langit masih mendapatkan cutinya sehari lagi dengan menyiapkan sarapan untuk istrinya. Laki-laki itupun menata hasil masakannya di meja makan, berharap jika perasaan sang istri akan jauh lebih baik. Ini juga sebagai bentuk permintaan maafnya, karena sudah merusak liburan yang mungkin diharapkan akan menjadi liburan yang indah untuk istrinya itu. "Untuk sementara, aku mau menginap di rumah Bunda," ucap Senja sambil melengos begitu saja tanpa memperdulikan Langit yang kini menatap Senja. Namun belum sempat Senja membuka pintu, tangan kokoh Langit menarik tangan istrinya itu. "Tolong, lepaskan tangan aku Mas. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Tenang saja, aku siap kok, jika sewaktu-waktu ada surat panggilan dari pengadilan agama untuk aku. Jika kamu benar-benar ingin bercerai dengan aku, Mas! Aku juga butuh waktu jika aku yang harus mengajukan cerai ke pengadilan agama." Deg...!!! Sebenarnya, Langit sudah sangat berusaha untuk bisa membuka hatinya untuk Senja. Namun sepertinya ini akan sulit, karena Rasya begitu kuat ada di hatinya. "Maafkan saya. Saya tahu kamu kecewa sama saya. Tapi saya berharap kamu mau mengerti kondisi saya, sehingga kamu mau dengan ikhlas memaafkan saya," lirih Langit. "Saya sudah siapkan sarapan untuk kita. Setidaknya, kamu sarapan dulu sebelum kamu pergi ke rumah Bunda. Mau ya?" Mohon Langit. Senja berhasil melepaskan genggaman tangan Langit yang sejak tadi menggenggam tangannya. "Maaf Mas, sudah sejak kejadian itu, selera makanku hilang. Aku pergi, Assalamualaikum." Senja pun melenggang pergi meninggalkan Langit yang masih berdiri mematung. "Waalaikumsalam." Senja tidak tahu apakah dengan pergi ke rumah orang tuanya dia bisa melupakan sejenak kegundahan hatinya. Namun Senja selalu meyakinkan dirinya, orang tua yang begitu dicintainya akan menjadi obat penenang yang paling ampuh untuk dirinya saat ini. jujur, saat ini dia benar-benar tidak tahu akan seperti apa hidupnya jika sampai benar-benar bercerai dari Langit. Dia masih sangat mencintai laki-laki itu. Bahkan saat ini, dia sudah memaafkan sang suami, sekalipun laki-laki itu sudah membuatnya kecewa. Tak terasa Senja sudah sampai di rumah kedua orang tuanya, dengan suasana hati yang kacau, gadis itu membuka pintu mobilnya kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu rumah orang tuanya. "Assalamualaikum," "Waalaikumsalam, Senja?" Senja meraih tangan lembut Sang Bunda, kemudian menciumnya dengan takzim. "Kok kenapa rumah Bunda? Bukankah kalian sedang liburan ya?" "Tadi pagi kami pulang, Bun. Mendadak Mas Langit ada kegiatan di kampusnya," bohong Senja. "Oh gitu ya. Ya udah kamu masuk." "Sekalian Senja mau menginap disini, Bunda." "Sama suami kamu?" "Nggak, Senja sendiri." Mata Bunda Ayu menatap curiga sang anak. "Kamu sedang ada masalah dengan suami kamu, sayang?" "Ng…nggak. Bunda kenapa nanya gitu?" "Nggak, Bunda hanya menebak saja. Soalnya tumben-tumbenan kamu mau nginep di sini. Apalagi tanpa suami kamu, sayang." "Senja 'kan udah bilang sama Bunda, Mas Langit sedang ada kegiatan di Kampusnya. Senja kesepian di rumah, makanya Senja memilih menginap di rumah Bunda." "Oh, begitu, Alhamdulillah. Bunda seneng dengernya, kalau kalian baik-baik saja." "Ya udah, Senja naik ke atas dulu ya, Bun. Pengen rebahan." "Ya udah." Senja menatap sekeliling kamarnya, masih sama seperti sebulan yang lalu. Gadis itu pun menghirup oksigen beberapa kali, agar dadanya tak terlalu sesak saat ini. Sementara Langit, laki-laki itu masih termenung di meja kerjanya. Entahlah apa yang harus dia lakukan saat ini. Setelah kepergian Senja istrinya, dia mulai gundah. Apakah keputusannya untuk mengakhiri rumah tangganya adalah hal yang tepat? Namun kenapa tiba-tiba hatinya gelisah. Bukankah selama ini, ini yang diinginkannya? Langit lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Dia kemudian meremas kepalanya yang mulai terasa berat. Argh…!!! ***** Saat makan malam tiba, Senja dengan khusyu menyantap makanannya tanpa suara. Tentu saja itu sangat aneh bagi mereka yang tahu bagaimana karakter Senja. Ini seolah jadi pertanda, jika ada sesuatu yang terjadi dengan sang anak. Ayah Dika kemudian meminta sang anak untuk duduk bersamanya di ruang tengah, setelah selesai makan malam. "Kamu sedang tidak menutupi sesuatu?" Tanya sang Ayah menatap Senja penuh curiga. "Ayah, Senja nggak nutupin apapun dari Ayah sama Bunda kok. Beneran!" "Senja, kamu anak ayah. Ayah belum pernah lihat kamu kayak gini. Kamu mau cerita sama ayah?" "Senja mau cerita apa? Nggak ada yang ingin Senja ceritakan apapun Yah. Ayah percaya sama Senja, Senja baik-baik saja kok." Namun raut wajah senja berubah saat sang Ayah memeluknya. Ada beban yang ingin gadis itu ceritakan kepada ayah dan Bundanya. Tapi apakah ini waktu yang tepat untuknya mengatakan semua kebenaran yang terjadi padanya? Sang Ayah mengurai pelukannya. Laki-laki paruh baya itu cukup terkejut dengan perubahan wajah dari sang anak. Ini semakin membuatnya meyakini, jika benar, ada sesuatu yang terjadi pada anaknya itu. "Katakan pada Ayah! Apa yang sebenarnya terjadi?" Air mata Senja jatuh dengan sendirinya. Gadis itu sudah tidak bisa menyembunyikan rasa sedih yang dia rasakan saat ini. "Ayah, sebenarnya Senja –"Flash on.Langit masih belum berani berbicara dengan Senja. Setelah kejadian dua hari yang lalu. Ya, mereka akhirnya memutuskan untuk membatalkan liburan yang dijadwalkan selama tiga hari. Keesokan paginya, mereka pun langsung pulang dengan hati yang berkecamuk. Senja disini yang paling tersakiti, karena ternyata, sang suami lebih memilih menyerah untuk pernikahan mereka saat ini.Laki-laki itu benar-benar merasa sangat bersalah. Namun, berbarengan dengan perasaan lega, karena apa yang menjadi bebannya selama ini, telah bisa dirinya ungkapkan.Hari ini, Langit masih mendapatkan cutinya sehari lagi dengan menyiapkan sarapan untuk istrinya. Laki-laki itupun menata hasil masakannya di meja makan, berharap jika perasaan sang istri akan jauh lebih baik. Ini juga sebagai bentuk permintaan maafnya, karena sudah merusak liburan yang mungkin diharapkan akan menjadi liburan yang indah untuk istrinya itu."Untuk sementara, aku mau menginap di rumah Bunda," ucap Senja sambil melengos begitu saja
Langit membuang pecinya secara sembarangan. Hari ini, laki-laki itu telah sah menjadi suami Senja. Ya, setelah kejadian itu, seminggu kemudian Langit melamar Senja. Itu semua dia lakukan, karena selain desakan warga komplek mereka, ini juga karena desakan Mama Dona, Mama dari Langit. Satu hari setelah kejadian, Langit menceritakan apa yang dialaminya. Bukannya terkejut, Sang Mama justru merasa sangat bahagia, karena akhirnya sang anak bisa menikah kembali, setelah sekian lama menduda. Bukan tanpa alasan Mama Dona sudah sangat lelah melihat Langit terus saja meratapi apa yang sudah menimpanya.Tentu saja, akhirnya pernikahan itu terselenggara meskipun hanya dihadiri keluarga inti mereka saja."Mas mau mandi?" Tanya Senja saat gadis itu sudah ada di kamarnya setelah tadi sempat ngobrol bersama sahabatnya, Dewi. "Kok malah diem aja sih?" Tanya Senja lagi. Gadis itu kemudian duduk di meja rias, untuk membuka aksesoris yang digunakannya saat acara akad nikah."Ini semua gara-gara kamu ya
"Cepat jelaskan sama Ayah, apa yang kamu lakukan di kamar Langit, Senja! Dan kenapa kamu bisa ada di sana? Bukannya kamu bilang mau ke toko buku? 'kan tadi izinnya gitu sama Bunda, kok malah jadi ke rumah Nak Langit?"Bunda Ayu memegang tangan suaminya untuk menenangkan laki-laki yang sangat dicintainya. Bunda Ayu merasa tidak tega melihat sang anak yang sedang diinterogasi oleh ayahnya sendiri. Wajar saja Bunda Ayu seperti itu, selama ini, beliau belum pernah melihat suaminya semarah ini kepada anak bungsunya itu."Iya maaf Ayah, Bunda. Memang niatnya mau ke toko buku, Cuman tadi pas liat mobil Mas Langit masih terparkir di garasi rumahnya, Senja berubah pikiran. Senja pikir, Mas Langit pasti punya buku yang Senja maksud, secara Mas Langit Dosen Fakultas Ekonomi."Senja menarik nafas panjang. Dadanya berdegup kencang karena melihat amarah dari wajah sang Ayah."Teruskan!" Titah sang Ayah."Sesudah itu, Senja ketuk-ketuk pintu beberapa kali, tapi nggak ada yang jawab. Sampai tiba-tiba
Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany