"RASYA…!!!"
Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini. Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya. Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya. "Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya. Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya. "Makanya saya belum bisa mencintai kamu karena saya merasa jika hati saya masih belum bisa menghilangkan nama Rasya di hati saya. Tolong, tolong maafkan saya. Saya tahu ini berat untuk kita menjalani pernikahan tanpa cinta. Jika kamu merasa sudah lelah dengan keadaan ini, saya akan menerima apapun keputusan kamu. Maafkan saya, Senja." Senja mengurai pelukannya. Kemudian dia menatap sang suami dengan sendu. "Kamu nggak mau mencobanya mas? Membuka hati kamu untuk aku? Apa kamu tidak akan memberikan kesempatan untuk aku bisa ada di hati kamu?" Sendu menjeda ucapannya, dia menghirup oksigen lebih banyak karena dadanya semakin sesak. "Dan apapun yang kamu rasakan saat ini, aku akan sabar menunggu sampai kamu benar-benar bisa membuka hati kamu untuk aku, Mas. Aku nggak peduli sampai kapanpun aku akan tetap sabar menunggu kamu sampai kamu benar-benar mencintai aku, Mas," lanjut Senja masih berusaha mengontrol isak tangisnya. "Tapi ini nggak adil untuk kamu Senja. Ini akan membuat kamu semakin sakit dengan apa yang sudah saya lakukan sama kamu. Saya justru semakin merasa bersalah saat kamu begitu banyak berkorban untuk saya, sementara saya tidak bisa membalas semua pengorbanan kamu. Apa kamu tidak lelah? Kamu terlalu baik buat saya Senja. Jangan pernah menghabiskan waktu hanya untuk seorang pecundang seperti saya, yang tidak bisa melupakan masa lalunya. Saya mohon kamu pertimbangan untuk terus bersama saya. Karena semakin lama kita bersama maka kamu akan semakin sakit, Senja." Mata senja melebar sempurna dia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh suaminya itu apakah ini pertanda jika sang suami mulai sudah menyerah? "Apa maksud perkataan kamu mas?" "Kamu harus bahagia senja. Saya yakin kamu akan bahagia sekalipun itu bukan dengan saya. Carilah seseorang yang benar-benar mencintai kamu menikahlah dengannya." Senja mendorong kuat-kuat tubuh suaminya itu. Dia tidak menyangka jika sang suami tega mengatakan itu kepadanya. Setelah apa yang sudah dia lakukan selama ini bersabar untuk cinta yang tak pernah dia dapatkan dari suaminya itu, justru hari ini dia mendapatkan perkataan yang sangat membuat dirinya frustasi. "Aku nggak mau, Mas!" Tolak Senja dengan sedikit berontak. "Senja, dengarkan saya!" Langit menatap lekat netra Senja yang basah dengan air mata. Kemudian tangannya memegang bahu sang istri dengan erat. "Ini semua saya lakukan, demi kebaikan kita. Jangan pernah membuang waktu dan pikiran kamu hanya untuk orang seperti saya. Saya ingin kamu hidup bahagia, Senja. Saya tidak mau menyiksa kamu dengan hubungan yang kita jalani ini. Tolong, pahami apa yang saya katakan!" "Kamu pikir mudah Mas! Aku bukan perempuan yang mudah jatuh cinta. Sejak dulu, 5 tahun yang lalu aku menemukan seseorang yang benar-benar membuat jantungku berdebar, dan dialah laki-laki satu-satunya yang sudah membuat hidupku lebih berwarna. Aku sudah berusaha membuat laki-laki itu jatuh cinta, namun nyatanya setelah apa yang sudah aku lakukan selama ini laki-laki itu menyerah. Aku tidak menyangka jika apa yang sudah aku korbankan selama ini, nyatanya sia-sia. Ya, kamu laki-laki itu mas. Yang sudah membuat hatiku kecewa saat ini." Perlahan, Senja meraih tangan Langit dari bahunya. Gadis itu sudah lelah dan tidak mau berdebat lagi saat ini. "Baiklah, sepertinya percuma aku mempertahankan semuanya, jika kamu menyerah, Mas. Aku baru sadar ternyata aku berjuang sendiri untuk mempertahankan rumah tangga kita. Jika ini keputusanmu baiklah aku setuju kita berpisah. Tapi aku perlu waktu untuk membicarakan ini dengan orang tuaku. Nanti setelah semuanya siap, kamu boleh pergi ke pengadilan agama untuk mengurus perceraian kita." Dan liburan yang diimpikan akan menjadi kenangan yang terindah, justru hancur seketika. Mereka hanya tujuh jam menikmati indahnya liburan itu pun selama perjalanan. Dan selebihnya, semua kenangan pahit yang Senja rasakan. Entahlah, apa yang dirasakan langit saat ini. Hatinya pun ikut hancur karena telah membuat Senja kecewa. Namun ini semua dia lakukan, agar Senja sadar, jika selama gadis itu hidup bersamanya, dia tidak bahagia. Bahkan selama menikah, tak sekalipun Langit menyentuhkan, selayaknya suami terhadap istrinya. Ya, Langit yakin, ini yang terbaik untuk mereka berdua. Berpisah, adalah jalan satu-satunya untuk mereka berdua menemukan kebahagiaan masing-masing. Tak sampai tiga hari, hari kedua, mereka memutuskan untuk kembali ke pulang ke rumah mereka. Rasanya sulit menikmati suasana pantai yang syahdu, dengan perasaan sakit yang mereka rasakan. Senja pun masuk ke kamarnya, saat mereka sudah tiba di rumah. Ya Allah, apa ini keputusan yang tepat? Hamba sudah berusaha mempertahankan semuanya Ya Allah, namun sepertinya Mas Langit menyerah. Hamba tahu, Bercerai adalah perbuatan halal namun dibenci oleh-Mu, hamba mohon, ampuni hamba Ya Allah. Mungkin ini jalan terbaik untuk hamba dan suami hamba. Hamba mohon ampuni hamba, Ya Allah. Pungkas Senja, seiring dengan matanya yang terpejam saat ini.Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t