Share

Boleh Pulang

last update Last Updated: 2025-12-09 21:40:28

Setelah mengambil obat dan semua prosedut selesai, Nadine dan Dirga kembali ke ruangan sang Mama.

Begitu sampai di depan kamar, Nadine mendorong pintu perlahan. Lampu kamar dibuat remang, dan Bu Darma terlihat tidur pulas di ranjang rumah sakitnya.

Nadine menghela napas lega. “Syukurlah Mama masih tidur."

Tanpa banyak suara, Nadine meletakkan obat di meja kecil di samping sofa sebelum berjalan mendekati ibunya untuk memastikan keadaan beliau. Setelah memastikan semua aman, barulah dia berjalan ke sofa untuk duduk dan istirahat.

"Kamu malam ini mau tidur di mana?" Nadine melihat ke arah Dirga yang sedang duduk bersandar di sebelahnya.

"Gak tau. Aku malas balik ke hotel."

Nadine diam sejenak. "Kamu kenapa gak pulang ke Jakarta aja? Daripada capek di sini."

"Gak mau," Duda tampan itu dengan tegas menolak. "Di Jakarta gak ada kamu."

Nadine menghela napas jengah. "Aku ngantuk." Sengaja ia berkata begitu supaya Dirga tidak semakin gombal.

"Ya udah tidur aja!" Ia berdiri dan memberi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Ketahuan

    “Astaga…” Bu Keke syok berat. Matanya membola hingga ia refleks menutup mulut. “Apa-apaan mereka berdua?” Pemandangan yang ditangkap oleh kedua matanya jelas bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. “Gak! Ini gak bisa dibiarkan! Mba Nadine harus tau soal ini!” Dengan buru-buru, Bu Keke mengeluarkan ponselnya. Ia segera membuka kamera dan merekam Rhevan dan Amanda yang sedang bermesraan. “Aku harus laporkan ini ke Bu RT juga. Bisa-bisanya mereka mengaku kakak adik, padahal—” Bu Keke bergidik ngeri. Merinding melihat kelakuan pasangan itu. “Hii, jijik banget lihatnya.” Setelah memastikan video itu sudah tersimpan rapi, Bu Keke pun segera pergi dari sana. Tujuan utamanya hanyalah melapor pada Nadine dan juga RT setempat. *** [“Mba! Saya punya info penting!”] [“Tapi saya mohon ya! Mba Nadine jangan kaget!”] Nadine baru saja akan istirahat saat Bu Keke mengirimkan chat seperti itu. Bukan hanya chat saja, tapi juga satu video. Dan begitu dia membuka dan melihat isinya, bukan rasa kaget y

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Sibuk Bermesraan

    Rhevan sedang bersantai di ruang tamu dengan punggung bersandar di sofa, kaki selonjor, ponsel di tangan. Ia hanya memakai kaos polos dan celana training panjang. Hari ini ia sengaja mengambil cuti karena ingin menemani Amanda shopping. Dan kebetulan, mereka baru saja pulang dari mall. Tak berselang lama, Manda keluar dari dapur sambil membawa dua gelas jus. Rambutnya masih setengah basah karena habis mandi. Ia meletakkan jus buatannya di meja dan duduk di samping Rhevan sambil berkata, “Mas, ini buat kamu.” Rhevan meraih gelas itu. “Makasih, sayang.” Manda tersenyum, lalu menyandarkan punggungnya. “Aku seneng deh, Mas. Hari ini kamu rela libur buat nemenin aku belanja.” Rhevan terkekeh. “Sesekali nggak apa-apa.” Manda menoleh, matanya menyipit nakal. “Nanti malam kamu mau dimasakin apa?” tanyanya, nada suaranya dibuat manja. “Aku aja deh yang masak, soalnya aku tau Nadine pasti nggak bakalan mau.” Rhevan meliriknya sekilas, senyum tipis tersungging. “Aku sih terserah kamu

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Kurang Tidur

    “Menurut kamu—kulit yang begini sudah bagus?” Sambil memamerkan tubuhnya, Dirga berbalik.Membuat Nadine nyaris lupa cara bernapas.Dirga berdiri tepat di hadapannya, hanya membuka kancing atas kemejanya sekadar memberi ruang udara. Tapi itu sudah cukup membuat Nadine tercekat. Garis otot dadanya tampak jelas, perutnya rata dengan lekuk sixpack yang tidak berlebihan—bukan tubuh pamer, melainkan tubuh orang yang terbiasa bekerja keras. Otot lengannya terlihat kokoh saat ia mengangkat tangan, kulit kecokelatan itu berkilau samar terkena cahaya siang yang masuk lewat sela jendela.Bukan tipe yang dibuat-buat. Namun menyimpan justru itu yang berbahaya.“Bagus kok. Bagus banget malah!” Nadine cepat-cepat menelan ludah dan mengalihkan pandangan ke tablet di pangkuannya.“Hm?” Dirga mengeringai. "Akhirnya kamu mengakuinya juga."“E—eh… maksudku… ya kulit kamu itu udah pas. Sehat juga,” katanya sambil menahan nada suaranya agar terdengar biasa saja.Dirga mengamati reaksinya, sudut bibirnya t

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Gerah

    “Dirga keren juga ya ternyata.” Sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan, Nadine segera menggelengkan kepalanya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu memaksa dirinya kembali fokus ke hal lain. "Duh, apa yang baru saja aku katakan?"Ia menurunkan pandangan ke map dan tablet yang tadi diberikan Pak Arman. “Daripada mikirin Dirga, mending aku nyicil kerjaan aja deh.”Di meja kecil dalam bangunan semi permanen itu, Nadine mulai mencatat kiriman material yang baru masuk. Truk semen berhenti tak jauh dari pos, beberapa pekerja menurunkan karung demi karung dengan cekatan.“Oke, kiriman semen tahap dua,” gumamnya sambil mengecek dokumen pengiriman. Tangannya bergerak lincah mencocokkan nomor DO dengan data yang dikirim pusat.Sesekali ia menoleh ke arah area bongkar muat, memastikan jumlahnya sesuai.“110, 111, 112...” Ia berhenti sejenak, mengernyit. “Loh?”Nadine membuka kembali file di tabletnya. “Di data pusat harusnya 120.”Ia bangkit dari duduknya dan mendekati Pak Arman yang mengawasi

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Pesona Sang Duda

    l“Dirga?” gumamnya nyaris tak terdengar.Pak Arman yang berjalan di depannya berhenti dan menoleh. “Oh, kamu kenal Pak Dirga?”Nadine tersentak. “P—Pak Dirga?”Pria itu menoleh, seolah mendengar namanya disebut. Tatapannya bertemu dengan mata Nadine.Lalu alisnya terangkat tipis, ekspresi datarnya berubah menjadi terkejut yang samar. “Nadine?”Pak Arman tersenyum kecil, tampak sama sekali tidak menyadari ketegangan yang muncul di antara keduanya. “Ini Pak Dirga, mandor di proyek ini,” jelasnya santai. “Biasanya beliau jarang ke lapangan pagi-pagi begini, tapi hari ini lagi ngecek progres.”Nadine menelan ludah. Dadanya mendadak terasa penuh. Dari sekian kemungkinan, ini yang paling tidak ia duga. Yaah, dia tidak menyangka jika ia bisa satu proyek dengan Dirga, walaupun dia sangat berharap jika satu lapangan dengan si duda.“Pak Dirga!” Pak Arman menyapa dengan ramah. “Ini Mba Nadine. Tapi—sepertinya kalian sudah saling kenal, ya?” godanya.“Iya, Pak,” Dirga akhirnya bersuara, suaranya

  • Mas Duda, Tolong Buat Aku Puas   Pengalaman Baru

    Begitu pintu lift tertutup dan panel angka menyala, Nadine mendadak terdiam. Alisnya mengernyit.“Duh! Aku lupa ngasih tau Mba Clara.”Bisa-bisanya ia melupakan hal penting itu. Sebagai head team-nya, Clara wajib tau soal penugasan lapangan mendadak ini. Walaupun mungkin HRD sudah memberitahunya lebih dulu, tapi bagi Nadine dia juga punya kewajiban memberi tahu Clara secara langsung.Nadine segera merogoh tasnya, mengeluarkan ponsel, lalu membuka aplikasi chat. Jarinya bergerak cepat.["Pagi, Mba Clara. Aku mau izin info, barusan dapet email dari HRD. Aku ditugaskan ke proyek lapangan mulai hari ini sampai seminggu ke depan."]Pesan terkirim.Centang dua muncul tak lama kemudian—tanda pesan itu sudah dibaca oleh yang bersangkutan.Nadine menunggu. Berharap Clara akan membalas pesannya. Yah, minimal memberikan tanda jempol or apapun itu.Sayangnya... Beberapa detik berlalu. Tapi tak ada notifikasi balasan. Ia menatap layar ponselnya agak lama, lalu menghembuskan napas pelan. Pasrah.“K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status