Share

04

Author: Ayu Sekti
last update Last Updated: 2025-06-15 12:43:53

"Anak-anak, kalian tidak boleh menghina sesama manusia ya. Apalagi sama teman dan keluarganya. Dosa ya. Mas Bayu, maafkan kelakuan anak-anak santri di sini ya. Semoga mereka hanya becanda. Nilam, mari sama Kak Aisyah, jika mereka menghina, nanti Kak Aisyah akan hukum mereka."

Tidak lama, datanglah guru TPQ di komplek tersebut yang bernama Aisyah. Seketika hati Nilam semangat kembali dan melupakan kesedihannya. Ternyata guru ngajinya pengertian dan tidak membeda-bedakan.

Bayu tetap tersenyum. Sebagai oranh dewasa, ia memaklumi kelakuan anak-anak yang mungkin pengaruh dari didikan orang tua. Kebanyakan warga komplek membanggakan kekayaan dan lupa dengan sanak saudara yang sedang kesusahan.

"Nilam, ayah tidak apa-apa. Tuh, dipanggil Ibu ustadzah, jadi, kamu jangan takut mengaji ya. Jika ada apa-apa bilang sama ustadzah ya. Ini ada uang jajan setelah ngaji. Beli makanan yang sehat ya?"

Bayu berjongkok dan mengusap kerudung sang anak agar tetap kuat dan tegar menghadapi kepahitan hidup.

"Baik, Ayah. Nilam pamit ngaji dulu ya. Assalamu'alaikum."

Seperti biasa, Nilam selalu mencium takzim ayahnya ketika berangkat ngaji maupun pergi ke mana pun. Sudah diajarkan budi pekerti sejak dini sehingga Nilam beda dari anak yang lainnya.

Nilam sudah berada di TPQ dan duduk didekat Aisyah. Bayu sangat terharu melihat Aisyah yang anggun dan bijaksana.

'Andai istriku seperti Aisyah, betapa bahagianya aku. Yang mau menerima segala kekuranganku,' batin Bayu sambil berbalik menuju rumahnya kembali. Sekilas bayangan Aisyah hadir di pelupuk mata. Namun, segera ia tepis. Ia tidak mau berpikiran yang aneh-aneh. Ia menuju rumahnya untuk membuat kerajinan rumah burung. Pekerjaan tersebut ia geluti sejak tiga tahun lalu. Meski hasilnya sedikit, tetapi cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Beberapa jenis sangakar burung sudah ia buat. Tinggal satu buah lagi dan akan disetorkan pada tetangga dekat yang menjadi langganan. Satu jam kemudian, ia kelar menyelesaikan pekerjaannya. Ia akan menjenguk Nilam kembali karena ia tidak ingin Nilam ketakutan karena temannya mengejek anaknya. Hati Bayu sedikit sedih mendengar anaknya dihina sesama temannya sendiri. Dalam lubuk hati, Bayu berjanji akan lebih serius membenahi ekonominya. Ia melangkahkan kaki menuju TPQ. Dan ternyata anak anak santriwan dan santriwati sudah berhamburan pulang. Sebagian besar mereka jajan makanan dari Abang yang menjajakan dagangan berupa cilok, sosis dan papade.

Namun, Nilam malah pulang dan tidak jajan.

"Ayah jemput Nilam lagi. Ayo kita pulang," ajak Nilam dengan wajah berseri seri kembali.

"Nak, kamu nggak jajan seperti teman-teman? Kamu masih diejek teman nggak?" tanya Bayu dengan nada kasih sayang. Ia khawatir jika sang anak masih dibully.

"Uangnya Nilam tabung saja di tabungan jago, Ayah. Nilam kan suka menabung. Jika uangnya terkumpul banyak, Nilam mau membeli laptop. Nilam ingin menjadi wanita canggih dan programmer. Sudah nggak ada yang meledek Nilam, Ayah. Kan ada Ustadzah Aisyah," ujar Nilam dengan semangat. Betapa Bayu terkejut mendengar penuturan bocah berusia tujuh tahun tersebut.

"Anak hebat. Kirain Nilam ingin sepatu baru atau tas baru. Semoga nanti ada uang ya. Dan bisa membelikan tas baru untuk Nilam. Habis ini, ayah mau antar rumah burung ke pelanggan. Kamu di rumah dulu ya? Besok ayah masih libur dan kamu juga libur. Kalau ayah dapat uang besok beli tas princes."

"Iya, Ayah. Jika Ayah belum punya uang, beli tasnya kapan-kapan saja. Yang penting Nilam bisa sekolah dan pinter," jawab Nilam dengan polosnya.

Bayu sangat bersyukur mempunyai anak yang menurut dan pintar. Tidak lama, mereka sudah sampai di rumah.

Sesuai dengan rencananya, Bayu akan mengantar rumah burung pada pelanggannya yang kebetulan dekat dengan rumahnya. Ia membawa tiga rumah burung dan dibawa menggunakan gerobak dorong sederhana buatannya. Bayu tidak pernah malu dengan apa yang ia lakukan asalkan halal dan dari jerih payahnya.

Untuk menuju rumah yang dituju, ia melewati rumah Weldan. Dan ternyata disitu terdengar keributan entah siapa yang ribut.

"Dasar Pelakor laknat! Beraninya kamu merebut suami orang. Dasar buaya betina!" Begitulah suara wanita yang ternyata adalah istrinya Weldan. Ternyata perselingkuhan mantan istrinya Bayu sudah terdengar di dusunnya.

"Apa salahnya saya mencintai Mas Weldan, Neng? Toh, Mas Weldan serius denganku, iya kan, Mas?" Suara Rengganis terdengar dari telinga Bayu. Hingga langkahnya terhenti karena jalanan rame dilihat oleh Ibu-Ibu yang kepo di dusun tersebut. Ada yang memvideo hal tersebut. Juga ada yang geleng-geleng kepala melihat kejadian tersebut.

"Ya salah, kamu itu merebut suami orang. Lihat, suamimu kau tinggalkan bersama anak semata wayangnya. Dasar tidak tahu diri!"

Neneng menuding Bayu yang berdiri bersama gerobaknya. Membuat Bayu semakin malu sekaligus menjadi pusat perhatian. Bisa-bisanya mantan istrinya berulah kembali.

"Ini bukan salahku! Tapi salah dia yang nggak becus mencari nafkah! Buat beli skincare saja tidak bisa! Lihat, Mas Weldan mampu membeliaknki skincare hingga aku glowing seperti ini. Mas Weldan, tolong bicara, apakah kamu menerima aku sebagai istri kedua? Jika iya, ayo secepatnya kita menikah!" ungkap Rengganis dengan nada kesal karena banyak tetangga yang melihatnya.

Rumah Rengganis berada di sebelah Weldan dan kebetulan juga tetangga. Sehingga Rengganis bisa kapan saja bertemu dengan Weldan. Rengganis tinggal bersama kedua orang tuanya yang kaya dan seorang pensiunan tentara. Tidak dipungkiri jika Rengganis matre dan sombong kepada orang kecil yang menurutnya adalah orang rendahan.

Weldan hanya terdiam. Ia dilema dengan keputusannya. Meski dalam hati kecil, ia masih menginginkan Neneng. Namun, soal ranjang, Rengganis lah yang paling hot. Nasi sudah menjadi bubur. Warga dusun sudah melihat perselingkuhan mereka sehingga mereka disidang warga.

"Ayo Mas Weldan, kalian harus tegas! Lihat, tindakan kalian itu diviralkan disosmed, apakah kalian ingin dilaporkan ke pihak kepolisian?" tanya Bu RT yang ternyata ikut melihat kejadian tersebut. Sebagai Ibu RT beliau menjamin keamanan warganya meski kadang beliau juga banyak kekurangannya.

Rengganis menunggu keputusan Weldan dengan hati yang berdebar-debar. Ia berharap Weldan akan menyetujui perbikahan tersebut.

"Mas Weldan, ayo bicara! Kamu sudah berjanji bahwa empat bulan setelah masa Iddahku, kamu akan menikahiku? Jangan membuat diriku malu!" tegas Rengganis.

"Brengsek kalian! Diam-diam kalian merencanakan hubungan busuk! Saya jamin, kalian akan menyesal. Saya tidak akan setuju jika kalian menikah! Akan aku buat kalian menderita!"

Neneng juga tidak mau kalah dengan Rengganis. Ia tidak mau suaminya yang kaya raya diambil oleh wanita lain yang tidak ikut dalam perjuangannya selama ini.

Bayu muak melihat kejadian itu. Ia menyerobot para Ibu-Ibu untuk segera sampai ke rumah Pak Tohir. Tujuannya hanya satu saat itu. Menukar rumah burung dengan uang. Ia memikirkan Nilam yang berada di rumah sendiri.

"Nilam, tunggu Ayah. Ayah berjanji akan membahagiakan kamu. Ayah menyesal dengan kelakuan ibumu yang sangat memalukan!" batin Bayu dengan nada menggebu. Rasa getir hatinya melihat hancurnya rumah tangga hanya gara-gara dia pria miskin.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mas Duda Yang Dihina   43

    Sore hari yang mendung, sememdung hati Aisyah yang kini mendengar cerita dari Bayu dan Pak Riyan. Mereka sedang merencanakan pernikahan. Namun, Bayu masih belum seratus persen menyetujui usulan Pak Riyan. Dilihat dari beberapa pertimbangan. Suara daun pisang kering mengakibatkan Bayu mendengar bisikan itu. Ia langsung menuju suara tersebut. Hingga ia menemukan siapa yang ada di samping kebun rumahnya. "Neng Aisyah? Kamu di situ?" Bayu memberanikan diri mendekati Aiayah. Aisyah menunduk sambil menangis. "Maaf, saya lancang!" ujar Aisyah sambil berbalik dan mencoba berlari. Namun, Bayu dengan cepat meraih tangan Aisyah. "Aisyah, kau jangan pergi. Ayo ikut aku!" "Jangan, Mas Bayu. Kau mau ajak aku ke mana?" tanya Aisyah dengan gugup. Bayu melangkah menuju di mana Pak Riyan dan Nisa berada. Pak Riyan dan Nisa berada di ruang tamu. Aisyah pun dipersilakan duduk oleh Bayu. "Siapa ini, Bay?" tanya Pak Riyan dengan terkejut. Pikirannya menerawang ke mana-mana.

  • Mas Duda Yang Dihina   42

    "Alhamdulilah, Pak Riyan. Semoga pembangunannya lancar," jawab Bayu sambil berdiri memandang bangunan yang ia usahakan. Pak Riyan menepuk pundak Bayu. "Kalau kau kesulitan dana, kubantu. Saya pikir, kau itu pria dewasa yang matang dan sederhana. Pikirkan tentang Nisa. Saya memberi kepercayaan padamu untuk menikahkan Nisa denganmu. Semoga kau mau," bisik Pak Riyan dengan mantap. Bayu menoleh ke arah Pak Riyan dengan tatapan mata melebar. Ia sangat dilema. Masalahnya ada wanita yang juga diam-diam menyukainya. Sangat bingung saat ini. Bayu hanya diam. Dia mengambil piring kotor yang berserakan di area bangunan. Ia belum sempat membawa masuk ke dalam rumah. Tenaganya terbatas dan ia butuh istri yang memahami kondisi suami. Bukan istri egois yang ingin didahulukan keinginannya. "Mas Bayu berpikir saja dulu. Soalnya Nisa itu memang seperti itu. Saya ingin ada yang membimbingnya," ujar Pak Riyan lagi. Ia tahu isi hati Bayu yang dilema. "Hem, Baik, Pak saya akan coba dulu. Siapa tahu j

  • Mas Duda Yang Dihina   41

    Siang itu Bayu bingung. Tamunya ada dua kubu. Kubu pertama datang dari keluarganya Pak Riyan yang turun dari mobil bersama anak gadisnya berusia sekitar dua puluh tahunan. Cantik, tomboy dan cuek. Kubu ke dua datang dari tetangganya sendiri yang bernama Aisyah. "Ayah, tamunya banyak. Ada Ustadzah Aisyah dan ada mereka. Sepertinya Nilam pernah lihat," ujar Nilam yang ikut bingung dengan kejadian tersebut. "Maaf, saya cuma sebentar. Hanya ingin memberikan ini!" ujar Aisyah dengan gugup. "Oh, iya terima kasih, Neng. Nggak bertemu Nilam dulu?" tanya Bayu dengan basa-basi. "Tidak, saya permisi!" Aisyah cepat-cepat pulang karena di rumah Bayu ada tamu. Bayu pun tidak sempat membuka kantong kresek yang diberikan Aisyah. Ia fokus melayani tamunya sambil membawa kantong kresek tersebut. "Pak Riyan, Neng Nisa, mari silakan masuk," ujar Bayu sambil mempersilakan tamunya untuk masuk ke ruang tamu. Kedua tamunya langsung ke ruang tamu sambil memandang ke rumah Bayu yang d

  • Mas Duda Yang Dihina   40

    Cahaya surya mulai meredup berwarna orange. Hawa pinggiran kota yang panas berubah dingin. Polusi dari asap-asap pabrik yang sudah mengisi daerah tersebut memudar karena hawa sedikit sejuk. Namun, tidak sesejuk Bayu yang sedang ditimpa musibah. Bayu mengalami bahaya sedang diserang Suherman dan dua anak Suherman. Ia berusaha menangkis, mengeluarkan seluruh gaya silatnya yang ia pelajari saat sekolah dulu. "Rasakan ini!" "Awa, sakit!" Suherman rubuh ke aspal. Dua anak buah Suherman langsung menyerah Bayu ketika bosnya tersebut kewalahan. Satu lawan dua orang. Bayu tidak menyerah. Ia teringat dengan nasihat guru silatnya dulu. Barengi usahamu dengan doa. Pria itu berdoa agar dimenangkan dalam pertarungan membela diri tersebut. Tidak lama, tumbangkan kedua pria yang bergelar preman tersebut. Suherman berdiri. Mengusap hidungnya yang mimisan dan memberi kode pada kedua anak buahnya untuk berlari. Usahanya menghancurkan Bayu gagal. Ia lari tunggang langgang dan mencari motornya.

  • Mas Duda Yang Dihina   39

    Mentari tepat di ubun-ubun. Di rumah Bayu kedatangan tamu tidak lain adalah kakaknya Aisyah, Fathur. Beliau ingin menyatakan sesuatu. Fathur menarik napas dalam-dalam agar tidak grogi. "Mas Bayu, sebenarnya adik saya itu diam-diam menyukai sampean. Kemarin, dia mengakui dan curhat sama aku. Malahan sukanya sejak SMP. Bagaimana menurut Mas Bayu. Bayu terkejut. Detak jantungnya berpacu dengan cepat. Sesuatu yang membuatnya bergetar hatinya. Ia diam tak mampu berkata-kata. Namun, beberapa menit kemudian, ia menjawab. "Saya terkejut Mas. Serasa ini tidak mungkin, Neng Aisyah menyukai saya. Saya itu duda yang sudah punya anak. Menurut saya ya, maksudnya bagaimana ini?" Bayu masih bingung dengan tujuan Fathur ke sini. Apakah hanya sekedar memberi tahu tentang perasaan Aisyah, atau ada hal lain yang ingin disampaikan. Fathur terkekeh sambil menikmati camilan yang disediakan oleh Bayu. "Jangan bingung, Bay. Kalau mau, menikahlah dengan adikku. Siapa tahu jodoh. Kalau berminat, hubungi s

  • Mas Duda Yang Dihina   38

    "Dia bukan istri saya! Saya itu sudah bercerai,* ujar Bayu dengan jujur. Tukang bangunan tersebut tidak tahu jika Bayu duda. Tahunya Bayu sudah menikah dan punya anak. "Maaf, Mas. Kirain dia istrinya. Buat saya boleh?" tanya tukang bangunan itu yang ternyata masih muda. Selalu melirik ke arah Nurma. "Tanya saja sendiri sama orangnya. Saya tidak mau menjodohkan. Takutnya salah. Sudah ya, dari tadi menyindir terus. Nur, nih ada yang mau kenalan denganmu," ujar Bayu sambil menunjuk ke arah temannya. "Saya nggak suka sama Mas tukang. Sukanya sama Mas Bayu," ungkap Nurma pada Bayu. "Jangan begitu. Saya masih punya fokus pada Nilam. Belum bisa bicara soal cinta," jawab Bayu dengan tegas. "Cie, ada yang lagi cinlok ini. Gas pol Mas Bayu. Jangan dibuang, sayang," sahut Pak Tukang yang sedang beristirahat di teras sambil meminum kopi dan makan jajanan pasar buatan Bayu. "Ada-ada kalian ini. Disambut yuk makanannya!" "Siap! Mas Bayu, saya salut dengan model sangkar burungnya. Kapan-kapan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status