Cahaya surya mulai meredup berwarna orange. Hawa pinggiran kota yang panas berubah dingin. Polusi dari asap-asap pabrik yang sudah mengisi daerah tersebut memudar karena hawa sedikit sejuk. Namun, tidak sesejuk Bayu yang sedang ditimpa musibah. Bayu mengalami bahaya sedang diserang Suherman dan dua anak Suherman. Ia berusaha menangkis, mengeluarkan seluruh gaya silatnya yang ia pelajari saat sekolah dulu. "Rasakan ini!" "Awa, sakit!" Suherman rubuh ke aspal. Dua anak buah Suherman langsung menyerah Bayu ketika bosnya tersebut kewalahan. Satu lawan dua orang. Bayu tidak menyerah. Ia teringat dengan nasihat guru silatnya dulu. Barengi usahamu dengan doa. Pria itu berdoa agar dimenangkan dalam pertarungan membela diri tersebut. Tidak lama, tumbangkan kedua pria yang bergelar preman tersebut. Suherman berdiri. Mengusap hidungnya yang mimisan dan memberi kode pada kedua anak buahnya untuk berlari. Usahanya menghancurkan Bayu gagal. Ia lari tunggang langgang dan mencari motornya.
Mentari tepat di ubun-ubun. Di rumah Bayu kedatangan tamu tidak lain adalah kakaknya Aisyah, Fathur. Beliau ingin menyatakan sesuatu. Fathur menarik napas dalam-dalam agar tidak grogi. "Mas Bayu, sebenarnya adik saya itu diam-diam menyukai sampean. Kemarin, dia mengakui dan curhat sama aku. Malahan sukanya sejak SMP. Bagaimana menurut Mas Bayu. Bayu terkejut. Detak jantungnya berpacu dengan cepat. Sesuatu yang membuatnya bergetar hatinya. Ia diam tak mampu berkata-kata. Namun, beberapa menit kemudian, ia menjawab. "Saya terkejut Mas. Serasa ini tidak mungkin, Neng Aisyah menyukai saya. Saya itu duda yang sudah punya anak. Menurut saya ya, maksudnya bagaimana ini?" Bayu masih bingung dengan tujuan Fathur ke sini. Apakah hanya sekedar memberi tahu tentang perasaan Aisyah, atau ada hal lain yang ingin disampaikan. Fathur terkekeh sambil menikmati camilan yang disediakan oleh Bayu. "Jangan bingung, Bay. Kalau mau, menikahlah dengan adikku. Siapa tahu jodoh. Kalau berminat, hubungi s
"Dia bukan istri saya! Saya itu sudah bercerai,* ujar Bayu dengan jujur. Tukang bangunan tersebut tidak tahu jika Bayu duda. Tahunya Bayu sudah menikah dan punya anak. "Maaf, Mas. Kirain dia istrinya. Buat saya boleh?" tanya tukang bangunan itu yang ternyata masih muda. Selalu melirik ke arah Nurma. "Tanya saja sendiri sama orangnya. Saya tidak mau menjodohkan. Takutnya salah. Sudah ya, dari tadi menyindir terus. Nur, nih ada yang mau kenalan denganmu," ujar Bayu sambil menunjuk ke arah temannya. "Saya nggak suka sama Mas tukang. Sukanya sama Mas Bayu," ungkap Nurma pada Bayu. "Jangan begitu. Saya masih punya fokus pada Nilam. Belum bisa bicara soal cinta," jawab Bayu dengan tegas. "Cie, ada yang lagi cinlok ini. Gas pol Mas Bayu. Jangan dibuang, sayang," sahut Pak Tukang yang sedang beristirahat di teras sambil meminum kopi dan makan jajanan pasar buatan Bayu. "Ada-ada kalian ini. Disambut yuk makanannya!" "Siap! Mas Bayu, saya salut dengan model sangkar burungnya. Kapan-kapan
Bapak masih tidak percaya dengan ucapan saya?" tanya Bayu di pagi itu. "Iya. Saya lebih percaya dengan Olla," jawab Pak Wira yang masih berdiri dengan tatapan tajam. Tidak lama, Bayu mengambil ponsel di sakunya. Ia menyodorkan konten video pada Pak Wira. Beliau lalu melihat video tersebut sampai habis. "Ini anak Anda, bukan. Apa ini terlihat editan??" Bayu memberikan bukti nyata kepada Pak Wira. Pak Wira pun terdiam dan melongo. "Apa? Kecil-kecil sudah pandai berbohong. Malu maluin saja. Kemudian Pak Wira tidak meminta maaf dan langsung pergi saja dari rumah Bayu. "Tunggu!" Bayu menghentikan langkah Wira. "Ada apa? Mau ganti rugi? Atau dilaporkan pihak kepolisian?" tanya Bayu terkekeh. Bukan, tolong Nilam diberi ketegasan agar tidak semena-mena menghina orang lain. Itu saja," kata Bayu sambil berdiri dengan ketenangan. "Kamu tidak perlu mencampuri urusan saya. Jangan sok sempurna," jawab Pak Wira yang masih tidak menerima nasihat dari Bayu. Bayu mengangg
Cahaya orange diufuk barat perlahan-lahan sirna. Berganti dengan sandikala bercampur awan pekat hingga tercipta cakrawala yang mempesona. Di rumah kuno, Bayu sedang melaksanakan acara ulang tahun anaknya yang sudah berusia 7 tahun. Bayu ingin Nilam bahagia dimasa kecilnya dan tidak kurang kasih sayang. Di tengah-tengaj acara, kebetulan Bayu sedang menangkap aura sedih yang dipancarkan oleh Ustadzah Aisyah. Ia ingin mendekat, tapi takut menjadi bahan gunjingan. Sehingga niatnya ia urungkan. Ia fokus menjadi moderator dalam acara tersebut. Ia mengawali acara ulang tahun Nilam dengan pembacaan doa hingga serangakaian acara. Mulai dari potong kue, pecah balon yang berisi dorprise dan diakhiri dengan penutup dan talkshow Acara talk show sangat meriah karena Nilam dan teman-temannya tampil dipanggung yang sengaja dibuat Bayu. Mereka menampilkan kemampuann yang dimiliki masing-masing anak. Ada yang menyanyi, mengaji maupun membacakan puisi dll. Denting jam menunjukkan waktu
Denting jam menunjukkan tengah malam. Para warga sedang berdiskusi mengenai hukuman apa yang patut untuk Suherman. Mereka berdiskusi sambil lesehan di dalam pos ronda. Sementara Suherman duduk bersila dengan wajah khawatir. "Pak Hadi, kami sudah punya jawabannya," ungkap seorang pria berpeci mewakili salah satu warga. Pak Hadi menatap pria berpeci itu dengan tatapan tegas. "Utarakan jawaban kalian. Semoga menjadi solusi yang terbaik untuk semuanya," jawab Pak Hadi dengan bijak sambil menggeser asbak rokok yang akan ia berikan pada salah satu warga yang menyulut rokok. "Bagusnya Mas Herman ini dilarang bertamu selama satu bulan di komplek dusun ini. Atau kalau tidak, Mas Suherman harus meminta maaf kepada Mas Bayu. Itu sudah menjadi kesepakan kita, bagaimana?" "Setuju!" ujar warga secara serentak. Akhirnya diskusi selesai. Herman dihadapkan dengan dua pilihan. Ternyata Suherman lebih memilih tidak boleh bertamu ke rumah warga selama sebulan. Dari itu, semua warga tahu jika Suherm