Hari pernikahan tiba. Pagi usai akad nikah, pasangan pengantin duduk di pelaminan. Tamu-tamu pun mulai berdatangan, memberikan selamat dan doa.
12 Januari 2021. Menjadi hari bahagia bagi Devita dan Alby. Walaupun sebenarnya Devita tidak tampak bahagia sekali. Hanya Alby yang terlihat senang-senang saja kala tamu-tamu undangan mengajak salaman dan memberikan selamat. Alby menarik tubuh Devita untuk mendekat, laki-laki itu melingkarkan tangannya ke pinggang sang istri. Sontak tindakan tiba-tibanya itu membuat Devita nyaris oleng sebab ia menggunakan sepatu hak tinggi, meski tidak terlalu tinggi sekali. Tetap saja Devita kewalahan karena tak terbiasa mengenakan sepatu hak tinggi. Devita mendesis. "Lo ngapain, sih?" tanya Devita memelankan nada bicaranya. "Ada temen-temen gue." Devita lagi-lagi mendesis kesal. "Kaki gue sakit," keluh Devita. "Tahan dulu," kata Alby tak berperasaan. Devita hendak melepaskan lengan Alby yang masih setia melingkar di pinggangnya. Namun, perempuan itu tak bisa melepasnya lantaran Alby yang semakin mengeratkan pegangannya. "Ini cowok beneran suka atau pura-pura, sih! Gak ada hati!" batin Devita kesal. Devita menginjak kaki Alby sekuat tenaga, ia bisa bebas melakukannya karena rok yang kelewat panjang sampai menutupi kakinya. "Selamat, Bro!" Wajah Alby mulai kaku. Laki-laki itu tertawa patah-patah sembari menyalami teman-temannya. "Iyah ha ha ha." "Mampus lo! Makanya jangan macem-macem!" batin Devita merasa puas. Alby melirik Devita seperti robot. "Lepasin kaki lo," bisik Alby. Bukannya melepaskan kakinya dari kaki Alby, Devita justru semakin menekankan kakinya kuat. Sampai Alby sekuat mungkin menahan ekspresi wajahnya untuk tidak berubah sedikit pun. Dan hal itu sangat menyiksa. Sedangkan Devita tertawa puas, ini balasan. "Selamat, yah, Ta," ucap Mely sembari menepuk-nepuk lengan kanan Devita. "Foto-foto dulu, dong." "Ta—" Alby yang hendak protes sudah lebih dulu dibungkam dengan aksi Mely yang langsung menyempil diantara Devita dan Alby. "Gue tersingkirkan," gumam Alby pelan. Alby mulai jenuh melihat Devita dan Mely yang tidak ada habis-habisnya berselfi. Alhasil, Alby buru-buru menyerobot di antara Devita dan Mely. "Sesi fotonya nanti aja, yah," kata Alby dengan nada halus tapi penuh ancaman. Mely sadar akan ancaman itu. Perempuan itu buru-buru menjauh. "Okeh, nanti foto-foto lagi, yah! Bye!" Usai Mely pergi, Gita dan Farhan datang berdampingan dengan pakaian couple-nya. Gita lebih dulu bersalaman dengan Devita. "Selamat atas pernikahannya, ternyata lo beneran nikah, yah. Gue kira cuma bohongan." Devita tak menjawab. Perempuan itu hanya tersenyum saja. Saat giliran Farhan akan bersalaman dengan Devita, tangan Gita lebih dulu menarik tangan laki-laki itu. Sehingga tidak jadi, keduanya buru-buru pergi setelah bersalaman dengan Alby. "Dih, kok sewot," cibir Devita setelah Gita dan Farhan berjalan menjauh. "Siapa?" "Mantan gue sama temen SMA." 💐💐💐 Alby masuk ke kamar ketika tengah malam. Wajahnya sudah letih dan lesu. Matanya yang sudah sayu karena kelelahan tiba-tiba melotot begitu melihat Devita yang sedang santai-santai duduk bersila di atas kasur sembari memangku semangkuk mie dan asik menonton film di laptop. "Enak, yeh dia santai-santai di kamar dari tadi siang. Gue nyalamin tamu-tamu sampe nih tangan rasanya mau copot!" gerutu Alby dalam hati. Alby dengan kecepatan penuh berlari menuju kasur, lantas menduduki tepi kasur secara tiba-tiba membuat kasur itu sedikit terpantul. Akibatnya mangkuk berisi mie milik Devita jatuh mengenai kakinya. "Aduh panas-panas!" Devita buru-buru bangun, lalu bergegas ke kamar mandi. Alby yang menyadari kecerobohannya tadi, buru-buru menyusul. Namun, sebelum ikut masuk ke kamar mandi, pintu tersebut sudah lebih dulu tertutup tepat seinci dari wajahnya. "Ta, maaf." Terdengar suara keran air dinyalakan. "Lo gak apa-apa 'kan?" tanya Alby khawatir. Pintu kamar mandi terbuka. Devita sempat terperanjat begitu melihat wajah Alby yang ada di depan pintu. "Lo ngapain di sini?" "Kaki lo gak apa-apa?" Devita melewati Alby begitu saja. Perempuan itu mengambil bantal dari kasur. Namun, Alby menghalangi jalan Devita sebelum perempuan itu pergi. "Mau ke mana?" "Keluar!" sewot Devita. "Kok keluar, sih." Devita menatap Alby yang memegang lengannya kuat-kuat. "Kasurnya gak bisa dipake lagi. Jadi bau kuah mie." Alby menarik tangan Devita untuk duduk di sofa panjang dekat dengan jendela. "Lo tidur di sini, jangan di luar. Dingin loh." "Kan bisa pake selimut," bantah Devita. "Habisnya lo nyebelin banget. Iseng!" desisnya kesal. Alby tersenyum. "Lucu banget, sih!" Alby memeluk lengan Devita, menyandarkan tubuhnya. Devita mendorong pipi Alby menjauh. "Dih, lo manja banget, sih!" Devita memang berhasil mendorong pipi Alby menjauh, tapi pelukan di lengan Haura masih tak mau lepas. "Diem dulu, kek. Gue lagi capek." Devita menurut. Perempuan itu diam selama beberapa saat. Matanya masih tak mau terpejam, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 02. 00 pagi. Devita bergerak gelisah, ia berusaha menyingkirkan Alby yang masih setia memeluk lengannya. "Nih orang udah kayak lem aja, buset susah banget dilepasin." Devita masih mencoba melepaskan pelukan Alby. Namun, benar-benar tak bisa dilepas. "Padahal udah tidur, tapi kok masih kuat." Devita menggerutu pelan, ia memikirkan kira-kira bagaimana caranya ia bisa melepaskan pelukan Alby di lengannya. Pasalnya ia tak bisa tidur kalau terus digelendoti oleh Alby. Ia hanya bisa tidur jika tidak ada yang membebaninya. Benar-benar menyusahkan! Pundak Devita sudah mulai keram. Perempuan itu berdoa dalam hati, semoga diberi kelancaran untuk aksi gilanya. Devita mengembuskan napas panjang. Berancang-ancang untuk merealisasikan ide gilanya. Ia tidak peduli jika nanti Alby terbangun atau terjatuh. Yang ia pedulikan adalah bagaimana caranya ia bisa terbebas dari sang suami. Devita mulai menghitung dalam hati. Satu. Dua. Ti ... ga! DUK! Devita berhasil melepaskan diri. Namun, Alby harus menanggung akibat dari tindakan gilanya. Kepala laki-laki itu sedikit terbentur sisi sofa, alhasil hal itu membuat Alby melek dengan mata melotot. "HUAH!" Devita kaget begitu melihat mata Alby melotot. Benar-benar menyeramkan. Alby mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia masih mencerna kejadian apa yang baru saja terjadi. Yang ia rasakan adalah sakit di kepala dan yang ia lihat adalah Devita yang sudah berdiri di depan sofa dengan ekspresi terkejut. "Aw." "Maaf," cicit Devita. Lantas perempuan itu langsung kabur, keluar dari kamarnya sebelum Alby menyadari apa yang telah Devita perbuat. "Devita!!" "Wah kurang asem tuh anak, kepala gue dibikin benjol," gumam Alby sembari mengusap-usap kepalanya yang memang agak benjol."Mas gak jadi makan siang bareng. Aku mau ke sekolah Guntur," kata Devita ketika keduanya berada dalam satu mobil hendak menuju ke tempat makan. "Yaudah aku anterin." Devita hanya mengangguk saja. Perempuan itu mengalihkan pandangan ke arah luar jendela. Meski begitu, Alby tahu istrinya terlihat cemas. "Masalah apa?" tanya Alby tak tahan dengan keterdiaman Devita. Helaan napas berat terembus. "Aku gak tahu. Guntur itu bukan tipikal anak yang neko-neko. Makanya aku kaget karena ditelepon guru katanya Guntur ada di ruang kepala sekolah." Devita memijat pelipisnya. "Aku coba tanyain ke dia lewat chat juga gak dibales, cuma suruh cepet aja." Alby membelokkan setirnya menuju sekolah Guntur. "Yaa ... namanya masa-masa labil gini. Mas juga dulu gitu kok. Yang penting, kamu tanya baik-baik dulu aja. Jangan langsung ditodong kayak kriminal." Kali ini Devita mengangguk. Meski tetap saja mulutnya tak tahan ingin mengomeli Guntur. Pasalnya sebentar lagi adiknya itu kelas dua bel
Dalam seminggu setidaknya ada satu hari Alby tidak kerja. Laki-laki itu menetapkan hari minggu sebagai libur sekaligus quality time bersama dengan Devita. Kalau saat lajang dulu laki-laki itu akan nongkrong atau cari mangsa baru untuk dijadikan kekasih. Alby yang masih mengenakan kolor dan tak memakai baju keluar dari kamar. Ya, lagi-lagi ia ketiduran sehabis shalat subuh. Barusan ia terbangun gara-gara mendengar suara orang bilang kebakaran yang ternyata itu cuma alarm! Sudah pasti ulah dari Devita. Alby celingak-celinguk mencari keberadaan Devita. Sampai ketika kakinya menapak pada halaman belakang rumah barulah laki-laki itu melihat Devita sedang sibuk dengan tanaman. Menyadari kehadiran Alby, Devita sama sekali tidak berbalik. Perempuan itu justru sibuk mencabut rumput. "Ayo bantu beres-beres." Alby tak memakai sandal. Kaki tanpa alasnya menapaki halaman belakang yang dialasi oleh rumput jepang. Laki-laki itu mendekati Devita. Lalu berjongkok di sebelahnya. "Astaghfi
"Mama kalau mau datang harusnya bilang-bilang. Ya Allah kaget aku," kata Devita ketika mempersilakan Tita, sang mama untuk duduk di kursi ruang tamu. Devita mengambil tempat duduk di seberang. Perempuan itu masih merapikan sejenak tatanan rambutnya yang hanya dijedai asal. Tita melihat penampilan putrinya lekat. "Baru bangun apa gimana?" "Ya gaklah, Ma. Aku udah bangun dari subuh. Lanjut beres-beres sama siapin keperluan Mas Alby juga. Ini ... belum sempet mandi karena baru banget selesai beres-beres. Mama jangan bandingin aku sama kebiasaan pas belum nikah. Aku juga bisa berpikir lebih dewasa kok." Tita mengangguk-anggukkan kepalanya. Dalam hati merasa cukup bangga karena anak perempuannya bisa beradaptasi dengan baik. Apalagi sekarang statusnya sudah menjadi seorang istri. Bukan lajang lagi. "Mama kesini karena mau mastiin keadaan kamu aja, seminggu gak ada kabar dan gak main pula," sindir Tita sembari mencomot salah satu kue ditoples. Devita nyengir. "Maaf, Ma lup
"Gue gak expect sebenernya sama lo yang tiba-tiba nikah sama cewek dari dating app. Gue kira malah lo cuma mau kayak biasanya," kata Cakra sembari menyesap kopinya. Mereka saat ini sedang berada di warung tempat biasa nongkrong. Alby menatap langit yang berubah senja. Tawanya mengudara. "Pada awalnya gue gak dengerin kata-kata lo yang nyuruh tobat dan bener-bener serius sama satu cewek. Tapi, pas lo saranin dating app, gue coba dan langsung klik sama satu cewek. Gue sih iseng ya pada awalnya karena tiba-tiba Devita ngajak nikah." Cakra nyaris menyemburkan kopinya. Laki-laki berkaus hitam itu menatap Alby serius. "Asli? Jadi, Devita duluan yang ngajak?" Alby mengangguk. "Iya, giliran pas ketemu langsung baru deh jatuh cinta." Cakra mencibir. "Bukan baru jatuh cinta namanya. Itu mah cinta lama bersemi kembali." Lagi, Alby tertawa. "Ya, dari situ gue bener-bener lakuin segala cara buat gak ngelepasin dia dan kayaknya takdir berpihak sama gue. Apalagi pas gue tahu temennya
Mata Alby terbuka pelan. Samar-samar ia merasakan cahaya matahari yang menembus tirai. Laki-laki itu menatap pada jam dinding. Seketika matanya melotot kaget. Kala jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Sontak Alby melompat turun dari kasur. Nyaris saja terjerembab. Laki-laki itu langsung berlari ke kamar mandi usai mengambil handuk. "Ta! Siapin baju mas." Pintu kamar mandi tertutup. Mendengar suara rusuh dan teriakan Alby. Mata Devita baru saja terbuka. Perempuan itu mengecek HP, melihat jam. Seketika langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Kantuknya mendadak hilang. Devita diam sebentar, tubuhnya masih terasa lemas sebab baru bangun tidur. Perempuan itu menguap pelan. Baru menyadari sehabis subuh tadi ia ketiduran. Seingatnya ia ketiduran saat sedang berdzikir tapi entah bagaimana ia bisa tiba-tiba berada di kasur. Kemungkinan suaminya yang memindahkan. Setelah cukup pulih. Devita melangkah menuju lemari. Perempuan itu mengambil kemeja yang digantung, celana kain d
Aroma masakan tercium sampai ke dalam kamar. Alby yang sedang bersiap-siap segera melangkah keluar. Laki-laki itu mengikuti aroma yang menggoda tersebut yang berakhir di dapur. Dapur minimalis modern yang Alby bangun untuk melihat istrinya memasak. Ternyata sekarang menjadi nyata. Ia melihat bagaimana penampilan Devita yang masih mengenakan daster bunga-bunga, rambut panjangnya digelung dan jepit oleh jedai kupu-kupu. Devita terlihat serius sekali, sampai tak menyadari kehadiran suaminya. Alby melangkah mendekati. Laki-laki itu sempat mengintip dari samping. Lalu bergegas mengambil botol kecap. Tanpa aba-aba laki-laki menuangkan kecap ke atas masakan Devita. Sontak saja Devita melotot kaget. Sampai refleks memukul lengan Alby. "Jangan kebanyakan! Nanti kemanisan." "Nasgornya pucet gitu gak berwarna." "Tetep aja kan ada takarannya. Aku gak suka sama nasgor kemanisan," protes Devita. Perempuan itu bahkan berusaha menggeser tubuh Alby agar menyingkir dari depan kompor.