Share

4 | Pernikahan Suami

Selama sebulan sejak Fiona setuju untuk dimadu, hubungannya dengan Mas Jaya semakin renggang. Suaminya itu mulai sering menginap di rumah ibunya. Katanya sih untuk mengurus pernikahannya dengan Mbak Zoya.

Fiona sendiri pun mulai tak peduli. Dia memilih mengalah dengan memindahkan semua pakaian dan barang-barangnya ke kamar tamu. Membiarkan calon pengantin baru menempati kamar utama. Dalam pikirannya saat ini, hanya ada rencana untuk menguras harta suaminya dan membuat keluarga suaminya menjadi tidak harmonis.

Bagi Fiona, kerugian non materi yang dia alami sudah cukup. Dia tidak ingin mengalami kerugian materi lain. Dia harus mengambil kembali setiap sen dari gajinya yang telah hilang hanya demi menyenangkan pria yang sama sekali tidak layak itu.

"Fi, kamu baik-baik aja?" pertanyaan berulang Freya membuat Fiona menggulung matanya dengan bosan.

"Berhenti deh nanya kamu baik-baik aja atau enggak! Kelihatannya aja gimana?" dumel Fiona pada sahabat sekaligus teman sejawatnya ini.

"Kamu keliatan baik-baik aja sih," balas Freya yang segera dihadiahi delikan sinis oleh Fiona. Freya mengedikkan bahu dengan acuh tak acuh.

"Seorang Fiona Larasati mau dimadu? Sejujurnya ini mengejutkan sih," Naura, salah satu sahabatnya sejak SMP ikut berkomentar.

Saat ini, mereka bertiga sedang makan siang di sebuah cafe yang tak jauh dari Samudra Group. Perusahaan tempat Fiona dan Freya bekerja.

Akhirnya setelah sebulan berlalu, Fiona memiliki keberanian juga untuk bercerita pada sahabat-sahabatnya ini. Itu pun karena dia ingin memberikan undangan pernikahan suaminya yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi. Fiona sengaja ingin mengundang kedua sahabatnya ini karena dia tidak ingin terdiam garing di acara pernikahan suaminya sendiri. Judul ini benar-benar terlalu ambigu untuk didengar.

"Rencana kamu apaan emang?" tanya Freya.

Tidak ada yang mengenal Fiona lebih baik dari mereka berdua. Wajahnya yang keras dan dingin berbanding lurus dengan perangainya. Mungkin hanya keluarga suaminya saja yang tidak tahu, bahwa seorang Fiona Larasati adalah spesies manusia yang paling ogah rugi. Tapi kenapa malah pria tak tau diuntung macam Sanjaya Adiguna itu yang pernah mendapatkan keistimewaan untuk merasakan sikap lemah lembut sahabatnya ini?

"Nguras hartanya!" desis Fiona. Sorot matanya memancarkan kekejaman.

"Gimana caranya nguras hartanya. Wong suami kamu pelit gitu?" Naura berujar sanksi.

"Belum tau. Liat gimana nanti aja. Aku gak buru-buru kok," jawab Fiona santai sambil mengaduk jus jeruk dalam gelasnya.

"Kalau butuh bantuan, kasih tau kita aja," ujar Naura sambil mengangkat sebelah alis dan sudut bibirnya. Dia paling suka membuat hidup orang lain menjadi tidak damai.

Fiona terkekeh pelan sambil menyatukan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya menjadi bentuk lingkaran. Sebuah isyarat persetujuan.

* * *

Tepat di hari sabtu, hari yang ditunggu-tunggu suaminya akhirnya tiba juga. Seluruh keluarga suaminya sudah tampil cantik dan tampan dengan mengenakan pakaian seragam kebaya berwarna pastel. Dan masih dengan hati yang acuh tak acuh, mereka bahkan tidak menyiapkan seragam untuk Fiona.

Mungkin mereka berpikir bahwa Fiona akan terlalu sedih dan sakit hati sampai tidak mungkin baginya untuk menghadiri acara pernikahan suaminya sendiri. Nyatanya, Fiona sudah sangat siap untuk mencuri spotlight sang mempelai wanita.

Tubuh semampai Fiona dibalut kebaya merah gonjreng, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menggoda. Hi-heels lima senti membuatnya semakin terlihat seperti model papan atas. Dan rambut hitam legamnya disanggul sederhana dengan gaya modern yang tetap terlihat trendy. Tidak lupa bibir penuhnya disapukan lipstik berwarna merah darah. Semakin memberikan kesan kuat dalam tampilannya.

Fiona turun dari mobil Ayla warna putihnya di kediaman mertuanya. Pernikahan kedua suaminya ini memang diselenggarakan di rumah sang mertua. Dengan mengusung tema pesta kebun. Berhubung halaman rumah kediaman mertuanya sangat luas, tidak ada salahnya untuk memanfaatkannya.

Suara ijab qabul terdengar fasih melantun dari bibir suaminya begitu Fiona tiba di tempat. Dia melenggang dengan anggun di sepanjang jalan menuju halaman belakang. Dia sangat menikmati mata-mata yang memandangnya dengan penuh kekaguman. Pujian-pujian yang terus mengalir dari setiap orang yang melihatnya membuat dagu Fiona terangkat semakin tinggi. Apalagi dengan kebaya merahnya yang sangat mencolok membuat perhatian orang-orang tertuju padanya.

"Entah apa isi pikiran Jaya. Istri cantik begini diduakan,"

Bibir Fiona berkedut samar mendengar ucapan yang berpihak padanya itu.

"Si Zoya cantik sih emang, tapi masih cantikan Fiona kemana-mana lagi,"

Fiona terus melangkah dan mengambil tempat duduk di samping kedua sahabatnya yang telah tiba lebih dulu. Tadinya dia ingin bergabung dengan keluarga suaminya, tapi melihat tatapan nyalang mertuanya, Fiona mengurungkan niat. Dia tidak ingin dituding karena sudah membuat mertuanya itu darah tinggi.

"Ck ck ck. Kasihan banget sih sahabat aku yang enggak dianggap ini," decakan tak habis pikir Freya tak dipedulikan oleh Fiona.

Dibandingkan sibuk memperhatikan dua insan yang tampak bahagia setelah orang-orang mendengungkan kata sah itu, Fiona lebih fokus menebarkan senyuman terluka pada semua kenalan suaminya. Dia sekaligus menikmati tatapan mengagumi yang jatuh pada dirinya.

"Fi, kamu baik-baik aja?" pertanyaan pertama keluar dari bibir teman suaminya. Namanya Agus. Fiona cukup mengenal pria ini karena beberapa kali pernah datang ke rumah untuk membicarakan pekerjaan dengan suaminya.

"Yah, gitulah Mas, mau gimana lagi," jawab Fiona dengan nada pasrah.

"Kok bisa istri kakak ipar kamu malah jadi istri kedua suamimu sih, Fi?" pertanyaan kedua datang dari mbak Mayang, tetangga depan rumah mertuanya. "Gimana ceritanya?!" terdengar nada kaget dan tak menyangka dalam suaranya.

"Yah~" Fiona hanya mampu mendesahkan sekelumit kata.

Dia sendiri tidak tahu bagaimana harus menjawab. Dia lebih memilih membiarkan orang-orang ini berpikir sesukanya. Semakin liar justru semakin bagus.

Dan mereka untungnya tidak mengecewakan Fiona, karena sekarang, dalam benak banyak orang, berbagai kata telah dirangkai untuk dijadikan gosip dengan orang-orang kompleks sore nanti. Kali ini Fiona sama sekali tidak keberatan jika dirinya dijadikan bahan gunjingan orang-orang.

"Yang sabar ya, Fi,"

Fiona menganggukkan kepala singkat. Mulai hari ini, dia memang harus menyediakan banyak stok kesabaran.

"Ayo semuanya, kita makan-makan," ajak Fiona dengan ramah sambil beranjak dari kursinya.

Dia berjalan dengan punggung tegak lurus menuju meja prasmanan. Langkahnya diikuti oleh orang-orang yang tadinya duduk di sekitar kursinya, membentuk ekor yang lucu. Keseruan tampak di sekitar mereka. Sedangkan pelaminan di tengah halaman terlihat senyap dan sepi.

"Jeng Marni gimana sih? kayaknya baru empat bulan Agung meninggal, kok istri putra sulungnya udah dinikahkan dengan putranya yang lain sih," bisik ibu-ibu tetangga yang bisa didengar semua orang.

"Jadi itu tadinya istri si Agung?" lantunan keterkejutan terdengar datang satu per satu.

"Ck ck ck. Kok bisa?"

"Mending si Jaya masih single, ini udah punya istri. Kayak gak ada wanita lain aja," sindir ibu-ibu yang lain dengan nada ketus.

"Jadi penasaran, apa sih istimewanya si Zoya-Zoya ini?"

"Tau nih. Service ranjangnya bagus kali," seseorang menimpali dengan lebih frontal.

"Mungkin bahkan udah dingdong juga, makanya buru-buru dinikahin. Kegatelan emang," balas yang lain.

"Benar-benar enggak habis pikir sama Jeng Marni. Liat deh, keluarga mereka aja pakai seragam gitu. Tapi liat menantunya si Fiona, pakaiannya beda sendiri. Pasti ada yang gak benar nih di dalam rumah mereka,"

"Hush! udah-udah. Gak baik suudzon sama orang,"

Dari kejauhan, Fiona bisa melihat dengan jelas tangan gemetar mertuanya yang meremas erat sapu tangan dalam genggamannya. Tak perlu dikatakan seberapa marah wanita paruh baya itu mendengar orang-orang bergunjing secara terang-terangan tentang keluarganya.

Di meja prasmanan, Fiona sudan mesem-mesem sendiri mendengar hujatan yang diarahkan untuk ibu mertuanya itu. "Omongan tetangga lebih pedas dari nasi lele bang Omar," bisik Fiona di samping telinga Freya. Dia sengaja menyebut makanan kesuksesan sahabatnya ini untuk memberikan sebuah gambaran.

"Siapa yang gak tau kalo omongan tetangga udah kayak makanan dikasi cabe sekarung," timpal Naura sambil menggigit sate yang baru saja diambil dari meja prasmanan. "Satenya keras, bakal jadi gosip lain nih," ucap Naura sambil menggoyangkan tusuk sate di depan wajah Fiona.

Mereka kemudian beranjak dari meja prasmanan dan berjalan menuju meja terdekat dengan piring penuh makanan.

Tidak ada yang memperhatikan wajah keruh pengantin baru di atas pelaminan yang sepi. Selain keluarga mempelai pria dan wanita yang mengucapkan selamat. Kelihatannya para tetangga dan tamu undangan yang hadir lebih asyik dengan makanan dan gosip hot yang sudah tersebar tak tentu arah. Bahkan orang-orang yang hadir tampaknya tidak peduli apakah ucapan mereka didengar oleh pemilik hajatan atau tidak.

Adapun para muda-mudi yang hadir bahkan lebih sibuk mencari spot foto terbaik dan aestetik untuk mereka pamerkan di media sosial masing-masing. Fiona sendiri tidak menggubris keriuhan yang ada karena ponselnya tiba-tiba dihantui pesan masuk yang tak pernah dia duga.

[Lusa aku kembali darl. Tunggu aku.]

Fiona memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing. Dia baru saja akan memulai misinya, tapi calon pengganggu sudah datang saja.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status