Selama sebulan sejak Fiona setuju untuk dimadu, hubungannya dengan Mas Jaya semakin renggang. Suaminya itu mulai sering menginap di rumah ibunya. Katanya sih untuk mengurus pernikahannya dengan Mbak Zoya.
Fiona sendiri pun mulai tak peduli. Dia memilih mengalah dengan memindahkan semua pakaian dan barang-barangnya ke kamar tamu. Membiarkan calon pengantin baru menempati kamar utama. Dalam pikirannya saat ini, hanya ada rencana untuk menguras harta suaminya dan membuat keluarga suaminya menjadi tidak harmonis.Bagi Fiona, kerugian non materi yang dia alami sudah cukup. Dia tidak ingin mengalami kerugian materi lain. Dia harus mengambil kembali setiap sen dari gajinya yang telah hilang hanya demi menyenangkan pria yang sama sekali tidak layak itu."Fi, kamu baik-baik aja?" pertanyaan berulang Freya membuat Fiona menggulung matanya dengan bosan."Berhenti deh nanya kamu baik-baik aja atau enggak! Kelihatannya aja gimana?" dumel Fiona pada sahabat sekaligus teman sejawatnya ini."Kamu keliatan baik-baik aja sih," balas Freya yang segera dihadiahi delikan sinis oleh Fiona. Freya mengedikkan bahu dengan acuh tak acuh."Seorang Fiona Larasati mau dimadu? Sejujurnya ini mengejutkan sih," Naura, salah satu sahabatnya sejak SMP ikut berkomentar.Saat ini, mereka bertiga sedang makan siang di sebuah cafe yang tak jauh dari Samudra Group. Perusahaan tempat Fiona dan Freya bekerja.Akhirnya setelah sebulan berlalu, Fiona memiliki keberanian juga untuk bercerita pada sahabat-sahabatnya ini. Itu pun karena dia ingin memberikan undangan pernikahan suaminya yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi. Fiona sengaja ingin mengundang kedua sahabatnya ini karena dia tidak ingin terdiam garing di acara pernikahan suaminya sendiri. Judul ini benar-benar terlalu ambigu untuk didengar."Rencana kamu apaan emang?" tanya Freya.Tidak ada yang mengenal Fiona lebih baik dari mereka berdua. Wajahnya yang keras dan dingin berbanding lurus dengan perangainya. Mungkin hanya keluarga suaminya saja yang tidak tahu, bahwa seorang Fiona Larasati adalah spesies manusia yang paling ogah rugi. Tapi kenapa malah pria tak tau diuntung macam Sanjaya Adiguna itu yang pernah mendapatkan keistimewaan untuk merasakan sikap lemah lembut sahabatnya ini?"Nguras hartanya!" desis Fiona. Sorot matanya memancarkan kekejaman."Gimana caranya nguras hartanya. Wong suami kamu pelit gitu?" Naura berujar sanksi."Belum tau. Liat gimana nanti aja. Aku gak buru-buru kok," jawab Fiona santai sambil mengaduk jus jeruk dalam gelasnya."Kalau butuh bantuan, kasih tau kita aja," ujar Naura sambil mengangkat sebelah alis dan sudut bibirnya. Dia paling suka membuat hidup orang lain menjadi tidak damai.Fiona terkekeh pelan sambil menyatukan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya menjadi bentuk lingkaran. Sebuah isyarat persetujuan.* * *Tepat di hari sabtu, hari yang ditunggu-tunggu suaminya akhirnya tiba juga. Seluruh keluarga suaminya sudah tampil cantik dan tampan dengan mengenakan pakaian seragam kebaya berwarna pastel. Dan masih dengan hati yang acuh tak acuh, mereka bahkan tidak menyiapkan seragam untuk Fiona.Mungkin mereka berpikir bahwa Fiona akan terlalu sedih dan sakit hati sampai tidak mungkin baginya untuk menghadiri acara pernikahan suaminya sendiri. Nyatanya, Fiona sudah sangat siap untuk mencuri spotlight sang mempelai wanita.Tubuh semampai Fiona dibalut kebaya merah gonjreng, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menggoda. Hi-heels lima senti membuatnya semakin terlihat seperti model papan atas. Dan rambut hitam legamnya disanggul sederhana dengan gaya modern yang tetap terlihat trendy. Tidak lupa bibir penuhnya disapukan lipstik berwarna merah darah. Semakin memberikan kesan kuat dalam tampilannya.Fiona turun dari mobil Ayla warna putihnya di kediaman mertuanya. Pernikahan kedua suaminya ini memang diselenggarakan di rumah sang mertua. Dengan mengusung tema pesta kebun. Berhubung halaman rumah kediaman mertuanya sangat luas, tidak ada salahnya untuk memanfaatkannya.Suara ijab qabul terdengar fasih melantun dari bibir suaminya begitu Fiona tiba di tempat. Dia melenggang dengan anggun di sepanjang jalan menuju halaman belakang. Dia sangat menikmati mata-mata yang memandangnya dengan penuh kekaguman. Pujian-pujian yang terus mengalir dari setiap orang yang melihatnya membuat dagu Fiona terangkat semakin tinggi. Apalagi dengan kebaya merahnya yang sangat mencolok membuat perhatian orang-orang tertuju padanya."Entah apa isi pikiran Jaya. Istri cantik begini diduakan,"Bibir Fiona berkedut samar mendengar ucapan yang berpihak padanya itu."Si Zoya cantik sih emang, tapi masih cantikan Fiona kemana-mana lagi,"Fiona terus melangkah dan mengambil tempat duduk di samping kedua sahabatnya yang telah tiba lebih dulu. Tadinya dia ingin bergabung dengan keluarga suaminya, tapi melihat tatapan nyalang mertuanya, Fiona mengurungkan niat. Dia tidak ingin dituding karena sudah membuat mertuanya itu darah tinggi."Ck ck ck. Kasihan banget sih sahabat aku yang enggak dianggap ini," decakan tak habis pikir Freya tak dipedulikan oleh Fiona.Dibandingkan sibuk memperhatikan dua insan yang tampak bahagia setelah orang-orang mendengungkan kata sah itu, Fiona lebih fokus menebarkan senyuman terluka pada semua kenalan suaminya. Dia sekaligus menikmati tatapan mengagumi yang jatuh pada dirinya."Fi, kamu baik-baik aja?" pertanyaan pertama keluar dari bibir teman suaminya. Namanya Agus. Fiona cukup mengenal pria ini karena beberapa kali pernah datang ke rumah untuk membicarakan pekerjaan dengan suaminya."Yah, gitulah Mas, mau gimana lagi," jawab Fiona dengan nada pasrah."Kok bisa istri kakak ipar kamu malah jadi istri kedua suamimu sih, Fi?" pertanyaan kedua datang dari mbak Mayang, tetangga depan rumah mertuanya. "Gimana ceritanya?!" terdengar nada kaget dan tak menyangka dalam suaranya."Yah~" Fiona hanya mampu mendesahkan sekelumit kata.Dia sendiri tidak tahu bagaimana harus menjawab. Dia lebih memilih membiarkan orang-orang ini berpikir sesukanya. Semakin liar justru semakin bagus.Dan mereka untungnya tidak mengecewakan Fiona, karena sekarang, dalam benak banyak orang, berbagai kata telah dirangkai untuk dijadikan gosip dengan orang-orang kompleks sore nanti. Kali ini Fiona sama sekali tidak keberatan jika dirinya dijadikan bahan gunjingan orang-orang."Yang sabar ya, Fi,"Fiona menganggukkan kepala singkat. Mulai hari ini, dia memang harus menyediakan banyak stok kesabaran."Ayo semuanya, kita makan-makan," ajak Fiona dengan ramah sambil beranjak dari kursinya.Dia berjalan dengan punggung tegak lurus menuju meja prasmanan. Langkahnya diikuti oleh orang-orang yang tadinya duduk di sekitar kursinya, membentuk ekor yang lucu. Keseruan tampak di sekitar mereka. Sedangkan pelaminan di tengah halaman terlihat senyap dan sepi."Jeng Marni gimana sih? kayaknya baru empat bulan Agung meninggal, kok istri putra sulungnya udah dinikahkan dengan putranya yang lain sih," bisik ibu-ibu tetangga yang bisa didengar semua orang."Jadi itu tadinya istri si Agung?" lantunan keterkejutan terdengar datang satu per satu."Ck ck ck. Kok bisa?""Mending si Jaya masih single, ini udah punya istri. Kayak gak ada wanita lain aja," sindir ibu-ibu yang lain dengan nada ketus."Jadi penasaran, apa sih istimewanya si Zoya-Zoya ini?""Tau nih. Service ranjangnya bagus kali," seseorang menimpali dengan lebih frontal."Mungkin bahkan udah dingdong juga, makanya buru-buru dinikahin. Kegatelan emang," balas yang lain."Benar-benar enggak habis pikir sama Jeng Marni. Liat deh, keluarga mereka aja pakai seragam gitu. Tapi liat menantunya si Fiona, pakaiannya beda sendiri. Pasti ada yang gak benar nih di dalam rumah mereka,""Hush! udah-udah. Gak baik suudzon sama orang,"Dari kejauhan, Fiona bisa melihat dengan jelas tangan gemetar mertuanya yang meremas erat sapu tangan dalam genggamannya. Tak perlu dikatakan seberapa marah wanita paruh baya itu mendengar orang-orang bergunjing secara terang-terangan tentang keluarganya.Di meja prasmanan, Fiona sudan mesem-mesem sendiri mendengar hujatan yang diarahkan untuk ibu mertuanya itu. "Omongan tetangga lebih pedas dari nasi lele bang Omar," bisik Fiona di samping telinga Freya. Dia sengaja menyebut makanan kesuksesan sahabatnya ini untuk memberikan sebuah gambaran."Siapa yang gak tau kalo omongan tetangga udah kayak makanan dikasi cabe sekarung," timpal Naura sambil menggigit sate yang baru saja diambil dari meja prasmanan. "Satenya keras, bakal jadi gosip lain nih," ucap Naura sambil menggoyangkan tusuk sate di depan wajah Fiona.Mereka kemudian beranjak dari meja prasmanan dan berjalan menuju meja terdekat dengan piring penuh makanan.Tidak ada yang memperhatikan wajah keruh pengantin baru di atas pelaminan yang sepi. Selain keluarga mempelai pria dan wanita yang mengucapkan selamat. Kelihatannya para tetangga dan tamu undangan yang hadir lebih asyik dengan makanan dan gosip hot yang sudah tersebar tak tentu arah. Bahkan orang-orang yang hadir tampaknya tidak peduli apakah ucapan mereka didengar oleh pemilik hajatan atau tidak.Adapun para muda-mudi yang hadir bahkan lebih sibuk mencari spot foto terbaik dan aestetik untuk mereka pamerkan di media sosial masing-masing. Fiona sendiri tidak menggubris keriuhan yang ada karena ponselnya tiba-tiba dihantui pesan masuk yang tak pernah dia duga.[Lusa aku kembali darl. Tunggu aku.]Fiona memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pusing. Dia baru saja akan memulai misinya, tapi calon pengganggu sudah datang saja.* * *1 bulan kemudian, Kasus yang menimpa Mas Fadli dan Mbak Zoya akhirnya dilimpahkan ke pengadilan. Dikarenakan bukti itu datangnya dari Fiona, mau tidak mau dia tetap harus hadir sebagai saksi di pengadilan. Ketika hal itu terjadi, dia bisa melihat dengan jelas wajah terkejut keluarga mantan suaminya. "Fiona!" seru mereka dengan terkejut. Walau begitu, Fiona memilih sikap acuh tak acuh. Dia mengikuti seluruh rangkaian persidangan dengan khidmat. Dia juga menjawab pertanyaan dari Jaksa penuntut umum dengan jujur tanpa ada yang dia sembunyikan. "Jadi ini semua ulah kamu? Harusnya dari awal aku membunuhmu!" raung Zoya dengan marah yang membuat dirinya mendapat peringatan dari hakim. Melihat Fiona duduk di kursi saksi membuat Zoya menggeram penuh amarah. Jika pengungkapan bukti sabotase mobil Mas Agung ini diserahkan oleh Paman Rusdi, mungkin Zoya tidak akan semarah ini. Tapi yang melakukannya adalah musuh bebuyutannya. Orang yang sudah Zoya cap sebagai penyebab atas setiap kemalangan
"Jaya! Mas Fadli, Jay!"Ketika Jaya tiba di rumah, hal pertama yang menyambutnya adalah raungan sang kakak yang baru saja sadar dari pingsannya. "Mbak, tenang! Coba ceritakan ada apa?" tanya Jaya berusaha untuk bersikap tenang meski hatinya sendiri sudah gundah gulana. "Mas Fadli, Jay! Mas Fadli!" pekik Mbak Arum dengan histeris. Air mata terus merebak membanjiri pipinya. "Mbak, jelaskan pelan-pelan apa yang terjadi?" tanya Jaya dengan penuh kesabaran. "Mas Fadli ditangkap polisi!" ungkap Arum dari sela-sela sengguk tangisnya. "APA?!" pekik Ibu Marni dengan keras hingga memenuhi ruangan. "Tadi siapa orang yang menghubungi Mbak?" tanya Jaya masih dengan nada tenang meskipun hatinya sudah hancur berantakan. "Namanya Chandra. Pengacara Mas Fadli. Katanya sekarang dia ada di kantor polisi untuk menemani Mas Fadli diinterogasi," jawab Arum dengan tergugu. "Kalau begitu, ayo kita ke kantor polisi," ajak Jaya sembari beranjak dari sofa yang dia duduki. "Ayo! Ayo!" timpal Ibu Marni d
Fadli yang berangkat ke kantor ketika jarum jam hampir menunjukkan pukul 11 pagi tiba-tiba dihadang oleh beberapa rekan kerjanya. Wajah kaku mereka membuat Fadli tiba-tiba merasakan firasat buruk di hatinya. Pikirannya bahkan langsung tertuju pada Zoya, dan ancamannya. Apalagi ketika mengetahui bahwa Jaya ternyata tidak berhasil membujuk Fiona untuk mencabut tuntutannya. 'Jangan bilang si Zoya sudah mengatakan tentang hal itu pada polisi!' gumam Fadli dengan panik. "Ada apa ini?" tanya Fadli pura-pura tidak merasakan keanehan dari mereka. Akan tetapi, dia perlahan mulai mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Sayangnya, sebelum Fadli sempat melaksanakan niatnya itu, dia telah lebih dulu dibekuk oleh rekan-rekan sejawatnya. "Sialan! Apa yang kalian lakukan?" maki Fadli dengan berang. Kini tangannya bahkan sudah diborgal yang terasa menginjak harga dirinya. Tanpa menghiraukan protesan dari Fadli, seorang polisi yang menangani kasus Fiona sebelumnya terus menyeret Fadli menuju
Di kediaman Adiguna, "Loh, Fadli? Kamu tidak berangkat kerja?" tanya Ibu Marni ketika melihat menantunya justru duduk dengan khidmat di sofa ruang keluarga. Seperti yang dikatakan Jaya kemarin, dia berpura-pura untuk tidak tahu menahu perihal yang katanya rahasia menantunya ini. Toh, semuanya juga belum terbukti kebenarannya. Bagaimana jika Zoya berbohong? Pun jikalau yang dikatakan Zoya itu benar, mereka bisa mengambil tindakan nanti. Tidak perlu terburu-buru. "Ini sudah jam setengah sembilan loh!" tambah Ibu Marni memperingatkan. "Fadli mau nanya dulu sama Ibu, apa Jaya berhasil membujuk Fiona untuk mencabut tuntutannya?" tanya Fadli penuh harap. "Huh! Dia tidak mau mencabut tuntutannya!" balas Ibu Marni seraya mendengus sinis. " ... "Tanpa sadar, geraham Fadli bergemeretak dengan tidak puas. Sayang sekali dia tidak berdaya! "Buk! Fadli mau bertemu dengan Ibu Mastah dulu, boleh?" tanya Fadli meminta izin. Alis Ibu Marni berkedut pelan. "Bertemu Ibu Mastah? Buat apa?" tanya
Pagi-pagi sekali. Jarum jam bahkan masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi paman Rusdi sudah menunggu di depan perusahaan tempat Fiona bekerja. Gelagatnya yang mencurigakan membuat seorang satpam perusahaan yang bertugas pagi ini terus menatapnya dengan curiga. "Permisi, Pak!" tegur Paman Rusdi dengan malu-malu. "Ada apa?" tanya satpam itu sedikit ketus. Wajahnya bahkan memberengut jijik. Aroma yang menguar dari tubuh pria gelandangan itu membuatnya ingin segera mengakhiri interaksi ini. "Di dalam sini ada karyawan yang namanya Fiona Larasati 'kan?" tanya paman Rusdi. Gelagatnya yang menurut sang satpam sudah mencurigakan sejak awal, membuat satpam yang bertugas itu semakin mengerutkan kening. Dia tidak mungkin tidak mengenal orang yang disebutkan oleh pria ini. Pasalnya, nama yang disebutkan itu sudah sangat terkenal di perusahaan. Selain karena kedekatannya dengan sang bos perusahaan. Wanita ini juga sering viral lantaran masalah keluarganya. Dan kabar terbaru yang ke
Ibu Mastah bergegas kembali ke kamarnya untuk mencoba menghubungi sang adik kandung melalui nomor yang hanya mereka ketahui sendiri. Tadinya dia berniat mengunjungi ruang keluarga untuk menanyakan tentang kabar putrinya yang tidak juga pulang hingga semalam ini. Siapa yang menduga dia justru mendengar obrolan penting itu. "Halo," sapa Ibu Mastah dengan antusias begitu sambungan telepon mulai terhubung. [Huh! Sekarang kamu baru menghubungiku?!]Ibu Mastah harus menjauhkan ponsel butut di tangannya dari sisi telinga karena kerasnya suara bentakan sang adik dari seberang sana. "Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Aku dengar dari Jaya dan ibunya kalau kamu memiliki bukti pembunuhan yang dilakukan oleh Fadli. Apa benar?" tanya Ibu Mastah. Rentetan kalimat panjang ini diutarakan dalam satu tarikan nafas tergesa. [ ... ]"Halo, Rusdi?" panggil Ibu Mastah karena sang adik tidak membalas perkataannya. [Jadi mereka sudah tahu!] "Apa?" tanya Ibu Mastah. [Kak, Zoya ada dimana?]Ibu Mastah m