Dapatkan keseruan kisah Litu dan si Vampir ini. . Jangan lupa kasih komentar dan bintan lima. . Terima kasih
"Tidakkan ini berlebihan? Ini seperti bukan aku," ucapku ketika melihat tampilan wajahku di cermin. Rambutku kembali ke warna semula, hitam dan dirapikan di beberapa bagian. Aku terlihat berbeda, lebih segar. Wajahku dirias tipis tetapi membuat wajahku seakan berkilau. Tempat rujukan Alysia mengubahku berbeda, jujur, terlihat lebih ekslusive. Senyumku mengembang dengan sendirinya, ibuku pasti pangling."Nah, gini dong. Kamu seperti perempuan!" celetuk Alysia dengan tertawa."Ngaco! Jadi selama ini aku kelihatan seperti lakik!" "Ya, begitulah! Sekarang cantik!" ucapnya dengan merapikan rambut baruku ini.Tadi malam, kami bertiga aku, Alysia dan Mas Sakti membahas, bagaimana aku bisa mendatangi gala dinner kalau Sandra mengenaliku. Bisa jadi acara menjadi rusak dan berujung dipecatnya diriku. "Sebenarnya dia tidak tahu benar wajah kamu, yang dia ingat, kamu berambut pirang," jelas Mas Sakti kepadaku. "Kalau begitu diganti saja warnanya!" sela Alysia. "Siiip, kalau begitu. Besuk ka
"Ssstt ... sebentar lagi kita di panggil ke panggung. Mereka anak pemasaran akan menjual kita!" celetuk Mas Sakti kepada kami. Mereka merapikan pakaiannya untuk bersiap."Litu, kamu harus siap mental. Kemungkinan besar, kamu akan menjadi sorotan. Baru kali ini dalam sejarah, ada arsitek perempuan di perusahaan ini," ucap Mas Sakti menepuk tanganku. Aku menatap ke arahnya, bagaimana pun ini kali pertama event besar bagiku."Tenang saja! Aku berdiri di sebelahmu!" ucapnya sambil berdiri setelah terdengar team kami dipanggil. Dia menyodorkan tangannya ke arahku. Kami berenam menuju panggung dengan iringan tepuk tangan dan lampu sorot ke arah kami."Wah, ternyata ada bunga cantik di team ini!" sambut MC-pembawa acara dan itu di tujukan ke aku."Para hadirin, keindahan yang ditawarkan perusahaan kami adalah hasil karya mereka. Dari olah pikir dan tangan merekalah keindahan ini terlahir," ucap MC menyambut kedatangan kami.“Apalagi sekarang ada nona cantik. Bisa tahu dengan nona siapa?" tan
Satu-satunya orang yang bisa aku mintai tolong, hanya dia. Pak Mahendra-si Vampir yang membawaku ke sini. *** Aduh! Bagaimana ini? Aku terpekur di toilet yang indah ini. Mungkin kalau terpaksa, aku bisa tertidur di sini. Mondar-mandir mencari solusi dengan alternatif terakhir nama si dia. Bagaimana bisa? Iya kalau aku punya kantong ajaib yang bisa menyiapkan baju ganti. Faktanya, aku hanya punya si Vampir yang bisa aku mintai tolong. Pelan, aku buka pintu toilet. Sedikit terbuka, dan …. "Kamu akan keluar dengan bentuk seperti ini?" Suara yang mengagetkanku. Mataku terpaku menatap sepasang kaki bersepatu tepat di depanku. Perlahan aku dongakkan kepalaku. Wajah keras dengan mata elangnya menatapku, semakin ngeri dengan kedua alis yang bertaut. "Bapak!?" seruku dan tertunduk kembali. Di dorongnya tubuhku masuk kembali. "Lihat cermin!" Suara berat lekat di telingaku. Aku mendongakkan wajahku, terlihat bayangan kami. Aku dengan baju kotorku, terlihat seperti Upik Abu yang berseja
Walaupun aku kesal dengannya, tapi aku berterima kasih karena sudah menjadi penolongku. Dengan berpegangan di lengannya, kami kembali ke acara yang masih berlangsung dengan meriah. Jangan ditanya bagaimana keadaan diri ini yang sekuat tenaga menguasai hati dan jantung yang mulai bergerak tidak selaras. Untungnya, kami segera berpisah setelah Mas Sakti memanggilku untuk bergabung dengan team. Acara malam ini sukses besar. Sekitar tujuh puluh persen, apartemen terjual. Sampai selesai acara, Mas Sakti terlihat sibuk membantu team pemasaran. Beruntung Pak Tomi menemaniku sampai Alysia datang menjemput. "Syukurlah kamu datang, aku capek!" keluhku langsung berdiri menyambutnya. "Litu! Kamu dapat dari mana baju indah ini!" teriakkan dengan memutariku. Aku langsung menceritakan apa yang terjadi padaku. "Bajunya tadi tertinggal. Aku ambil, ya!" ucapku. "Ah sudahlah, gaun tadi tidak sebanding dengan yang kau kenakan sekarang. Ini design perancang terkenal!" bisiknya dan menarikku untuk s
Ada pertanyaan besar yang berjubel di kepala ini. Apa hubungannya Pak Mahendra denganku yang mengakibatkan aku harus tidak bebas lagi? Aku baru saja bergabung di perusahaan, dan itu pun hanya beberapa kali bertemu dengan Bos Vampir itu. Semoga ini hanya kesalahpahaman belaka dan ke depannya tidak menyulitkan hidupku, apalagi terpaut dengan gosip skandal yang mulai merebak di kasak-kusuk karyawan. Walaupun aku orang yang super cuek, tapi tatapan yang sembunyi-sembunyi mengikuti langkah ini, dan slentingan omongan yang tak sengaja aku dengar, sukses membuatku tidak nyaman. “Masak, sih. Pak Bos mau dengan dia. Padahal penampilannya biasa.” Komentar yang masih wajar. Namun, yang membuatku mengepalkan genggaman dan ingin melontarkan untuk membungkam mulut, saat ada yang berujar, “Pasti servisnya memuaskan. Zaman sekarang apa sih, yang tidak dilakukan demi memikat laki-laki seperti Bos.” Aku hanya bisa berusaha menenangkan diri, walaupun harga diri seakan tercabik saat ada yang memperta
Pak Mahendra, seperti biasa berpenampilan begitu sempurna. Dia berdiri menatap ke arahku. Aku langsung melepas head seat dan meletakkan pencil kemudian berdiri siap. "Maaf, Pak. Saya tidak melihat kedatangan Bapak," ucapku menatapnya sekilas dan tertunduk lagi. Mengalihkan pandangan dari wajahnya, langkah aman untuk mengurangi rasa tak karuan ini. Siapa, sih yang bisa tenang didatangi bos besar seperti dia? Apalagi mengingat kejadian akhir-akhir ini dan gosip yang mulai merebak. Dia melangkah menghampiri meja kerja dan mengamati apa yang sedang aku kerjakan. "Saya sudah mulai membuat rancangan kota baru," jelasku dengan merapikan alat tulis yang berserakan di atas gambar. Menunjukkan hasil kerjaku kepadanya. Lebih baik aku berusaha bersikap profesional dan tidak berpengaruh dengan rasa yang tidak perlu ini. "Ini semua kamu yang membuat, kan?!" Dia memicingkan mata tanpa mengalihkan pandangan pada kertas yang terpampang di meja kerja. Pertanyaan pertama, membuat telinga ini mulai
Dari awal masuk, aku langsung di sambut Mbak Endah supervisor cafetaria. Dengan senyum manis dan tatapan anehnya seakan dia meledekku. "Mbak Lituhayu sudah ditunggu Bos!" ucapnya dengan menggandeng tanganku. "Hati-hati, awas digigit.” "Apaan sih, Mbak Endah ini!" teriakku sambil mencubit pipinya yang gembul. Dia langsung teriak sambil tangannya menangkup tanda minta ampun. "Mbak Litu, jangan gitu ah. Cantiknya ilang lo," ledeknya lagi. Aku tersenyum saja menanggapinya. "Mbak Endah, Mas Sakti kalau sudah sampe, suruh buruan masuk, ya!" "Lo, ya tidak bisa to, Mbak. Aku set-up kursinya cuma untuk dua orang, kok. Nanti aku digantung Pak Bos." "Mbak Endah .... Bantuin kagak?" ucapku dengan kedua tanganku bersiap mencubit pipinya. "Iya, ya. Siap!" akhirnya dia menyetujuinya. "Mbak Litu ini, sebenarnya pilih Pak Bos atau Mas Sakti, sih?" bisiknya dan kembali terdiam setelah aku melotot ke arahnya. Tadi sebelum berangkat aku sudah menghubungi Mas Sakti, kalau aku suruh menemani Pak M
Rasa kaget ini belum reda, dia sudah mengejutkanku dengan yang lain."Ini!" ucapnya lagi dengan menyodorkan piring kosongnya kepadaku. Aku menatapnya tidak mengerti apa maksudnya si Vampir ini."Ambilkan saya!" perintahnya.Aku ingat kalau Bapak lagi kambuh manjanya, dia meminta Ibu untuk mengambilkan makanan. Seringkali aku meledek mereka yang sok-sokan romantis. “Jadi wanita memang seperti ini. Harus bisa meladeni suami supaya cintanya awet,” ucap Ibu disetujui Bapak yang hanya senyum-senyum manja.Itu kan untuk pasangan. Namun, untuk kali ini kan…."Nasinya dikit, rendang satu potong, sambal goreng dan sayur nangka. Kasih sambal hijaunya dikit!" perintahnya lagi dan seperti orang terkena hipnotis aku menuruti apa maunya. Ini kali pertama aku disuruh mengambilkan makanan oleh laki-laki. Terasa aneh saja, apalagi dia seorang bos yang menurutku mulai bertingkah aneh."Terima kasih!" ucap dengan senyum lebarnya yang memusnahkan predikat vampir seketika.Aku bengong melihat keajaiban