Seperti terkena mantra, aku terdiam untuk beberapa saat. Wajahku menghangat menahan rasa yang begitu asing. Jemariku menyentuh bibir ini yang sudah terjamah. Pengalaman pertamaku dekat dengan laki-laki, dan ini terlalu jauh menurutku.Masih terasa lekat bagaimana kami saling memagut dan melupakan jati diri ini. Melepaskan siapa dia dan kedudukanku apa? Kami seperti laki-laki dan wanita yang sama-sama menautkan rasa yang tertahan dan terlepas mencari kepuasan.Ini bukan Litu yang biasanya. Selama ini, tidak pernah aku berkeinginan untuk bersentuhan terlalu jauh dengan laki-laki. Bahkan, membayangkannya pun merasa menjijikkan. Namun, bersamanya kenapa aku dengan mudahnya bisa larut dan justru menyambutnya tanpa tahu malu? Apa ini yang namanya keracunan mantra cinta? Kondisi yang menumpulkan logika dan rasa malu.Tunggu!Baru saja, dia menyatakan kalau aku wanitanya? Maksudnya, aku sekarang mempunyai seorang laki-laki yang bisa aku rindukan di dunia nyata? Bukan sekedar bayangan seperti
Spontan aku melempar ponselku, untung masih di kasur. Kantukku langsung hilang. Ingatanku berputar kembali pada kejadian tadi. Seketika aroma tubuhnya pun menyelusup kembali di penciumanku. Dengus napas yang menerpa wajah ini pun kembali terasa. Seakan sosoknya hadir kembali membersamaiku. Pipiku mulai memanas dengan sendirinya, rasa malu melingkupi hatiku. Kenapa aku bisa bertingkah menjijikkan seperti tadi? Aku seperti perempuan yang gampang larut dengan sentuhan laki-laki, bahkan membalas ciumannya dengan rakus. Hiiii .... Sejujurnya, aku belum siap bicara ataupun bertemu dengannya. Rasa malu ini masih begitu pekat. Kalau bisa, aku akan menggali tananh sedalam mungkin dan tidak akan menampakkan diri sebelum bisa menghapus kejadian yang tidak terduga itu. Namun, bagaimana mungkin? Aku langsung duduk dan mengambil ponselku kembali. Otakku tidak bisa mengontrol hatiku lagi. Begitu juga tangan ini, membuka ponsel atas perintah hati yang mengambil alih kuasa otak sehat ini. [Kenap
"Kamu kenapa bengong? Ada yang dipikirkan?" tanya Alysia mengagetkanku. Roti tawar yang aku oles selai coklat sampai terjatuh."Ti-tidak. Cuma agak ngantuk dan pegal karena lembur kemarin," ucapku. Dia menatapku sambil tersenyum penuh arti, seakan mengulitiku dan tahu apa yang aku sembunyikan.Tadi malam setelah menutup ponsel, alih-alih bisa tidur, memejamkan mata saja sulit. Setiap mata terpejam, pandanganku penuh dengan wajahnya. Seperti film yang diputar berulang, kejadian itu menjadi racun di otakku, bahkan sentuhannya terasa masih begitu lekat. Sekarang, menyisakan aku menguap tanpa henti."Kita berangkat sekarang, kamu bisa melanjutkan tidurmu di mobil," ajak Alysia. Dia menarik tanganku untuk segera mengikutinya.***"Jangan berhenti di lobby! Antar aku di parkiran saja!" pintaku. Aku melihat mobil warna hitam baru memasuki halaman gedung, aku tahu siapa yang di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan si Vampir yang berubah menjadi pangeran.Walaupun dia yang menghantui di setiap hel
“Sakti! Sepertinya kita di black list dari hunian yang dirancang Litu!" celetuknya membuatku menautkan kedua alis."Kalau lajang seperti kami ini bagaimana? Kita akan berbagi kebahagiaan dengan siapa? Iya kan?" tambahnya sambil menepuk pundak Mas Sakti dengan tertawa.Aku melihat mereka yang tertawa dengan heran. Ini aku sudah serius menjelaskan, seperti presentasi saat sidang. Detak jantungku saja masih belum mereda. Eh, malah berakhir dengan tawa mereka. Ini maksudnya apa?"Kita ke ruanganku!" ajaknya ke Mas Sakti di sela tawanya.Mas Sakti mengikuti Pak Mahendra ke luar ruangan. Sebelumnya dia menoleh ke arahku tersenyum lebar dan menunjukkan jempolnya.Artinya?! Disetujui? Rancanganku disetujui untuk proyek ini?Senyum legaku langsung tercipta dengan sempurna.***Kopi mengepul di mejaku. Mas Sakti begitu perhatian kepada anak buahnya, sampai aku dipesankan kopi. Bahkan ada sekaleng coklat cookies. Tahu sekali dia kalau aku suka sekali dengan coklat.Dengan semangat, aku berkutat
Langkah panjangnya segera menjawab rasa penasaranku. Sosok lelaki yang menjulang tinggi, dengan rambut terkucir rapi tersenyum lebar menghampiri Mas Sakti."Halo, Bro! Lama kita tidak berjumpa! Kamu semakin keren saja!" teriak Mas Sakti menyambutnya.Aku bengong melihat laki-laki yang disebut teman oleh Mas Sakti. Sosok itu seperti yang aku impikan dari dulu. Tinggi menjulang dengan tampilan santai, wajah cool dan rambut panjang lurus rapi. Kalau dia teman Mas Saktu, berarti dia anak arsi juga. Anak arsitek yang setipe denganku.Uuufff, cocok dan semakin sempurna. Duh, Mas Sakti.Kenapa terlambat membawaku ke sini?!"Litu! Sini!" teriak Mas Sakti membuatku berkedip dari pandanganku ke arahnya. Aku segera menuruni tangga mendekati mereka. Dia tersenyum ke arahku. Senyuman pada bibir tipisnya membuat matanya tertarik nyaris hilang. Kontras dengan kulitnya yang tidak terang. Tangannya diulurkan kepadaku.Duh! Tolong!"Kenalkan, dia Lituhayu arsitek juga. Litu, dia Prasetyo!" teriaknya.
"Sudah, jangan gitu. Syukuri apa yang ada. Toh Mahendra tidak hanya lajang berkualitas, dia itu penyayang lo. Tidak pernah dia seperti ini dengan perempuan. Kamu beruntung. Cuma, kamu sementara harus hati-hati. Cie ... cie, yang baru jadian," ucapnya sambil tersenyum meledek ke arahku. Menandakan dia tahu apa yang terjadi antara aku dan Si Bos."Beruntung apaan. Aku sebenarnya takut dengan Pak Mahendra, Mas. Orangnya tidak asyik! Bawaannya serius terus! Bagaimana bisa jalan dengan orang seperti itu?" keluhku."Ya memang dia serius sama kamu. Terus kamu takut kenapa? Takut khilaf kalau deketan sama dia?" ledeknya sambil tertawa."Mas Sakti ...!"Ucapan Mas Sakti menunjukkan kalau Pak Mahendra serius menjalin hubungan denganku. Aku harus bagaimana, sedangkan aku masih ingin merdeka menikmati hidup.Aku ingat ucapannya, "Aku akan bilang ke Sakti dan Alysia tentang kita!"Mas Sakti sudah tahu, apakah Alysia juga sudah mengetahui tentang hubungan ini?Aaarrrgg ....Aku semakin pusing memik
Sosok yang ada di sebelah Bapak tadi berpindah di depanku. Dia berdiri tersenyum lebar, memegang satu buket bunga mawar putih kesukaanku. "Kak Mahe!" Mataku membulat menatap sosok di depanku. Sesuatu keajaiban dunia. Dia seperti seseorang yang baru, melepas semua atribut biasanya. Laki-laki pongah berpakaian rapi berjas kini lenyap, si Vampir hilang tak berbekas. Sekarang, tergantikan seseorang yang berpenampilan santai seperti pada umumnya. Terlihat maskulin, sporty dan sexy. Aku terpana melihatnya. Dunia terasa terhenti sesaat dan hanya ada kami berdua. Berdiri di depan pintu saling pandang dan kami terlempar di dunia yang semuanya berwarna hijau. Rumput bergoyang pelan dan kupu-kupu berterbangan mengikuti iramanya. Bunga liar tumbuh dan bermekaran, memancarkan aroma harum yang eksotik. Aku seperti seorang putri yang berdiri di depannya seorang pangeran yang membawa buket bunga. Mimpiku menjadi putri kesampaian. "Sampai kapan aku dibiarkan berdiri di sini?!" Suaranya seketi
"Kak Mahe .... Sa-saya merasa tidak cukup pantas berjalan bersama Kak Mahe. Tolong dipikirkan kembali. Saya ....""Litu! Kalau keadaanmu seperti sekarang, belum mandi dan kucel seperti ini memang tidak pantas. Sana mandi dulu!" teriaknya dengan mengacak lembut rambutku, sambil tertawa kecil. "Kamu tahu tidak, kaos kamu basah dan nempel?" bisiknya dengan mendekatkan kepalanya di telingaku. "Dari tadi ada yang berbayang di sana. Cepet ganti! Sebelum alarm bahaya dariku berbunyi. Atau, kamu mau aku terkam sekarang?"Sontak aku kaget dan menarik badanku menjauh darinya. Aku menunduk memastikan apa yang dimaksud. Reflek, telapak tanganku menutup dadaku yang berbayang jelas, apa dibalik kaos putihku.Hufft!Kenapa aku tidak sadar dan memperhatikan dari tadi?"Mandi sana! Kita akan pergi!" teriak Pak Mahendra sambil tertawa melihat tingkahku."Ba-baik. Tunggu ya, Kak!" ucapku langsung berbalik dan melesat lari masuk kamar untuk mandi dan bersiap.***Celana jeans biru, baju warna putih sati