“Sakti! Sepertinya kita di black list dari hunian yang dirancang Litu!" celetuknya membuatku menautkan kedua alis."Kalau lajang seperti kami ini bagaimana? Kita akan berbagi kebahagiaan dengan siapa? Iya kan?" tambahnya sambil menepuk pundak Mas Sakti dengan tertawa.Aku melihat mereka yang tertawa dengan heran. Ini aku sudah serius menjelaskan, seperti presentasi saat sidang. Detak jantungku saja masih belum mereda. Eh, malah berakhir dengan tawa mereka. Ini maksudnya apa?"Kita ke ruanganku!" ajaknya ke Mas Sakti di sela tawanya.Mas Sakti mengikuti Pak Mahendra ke luar ruangan. Sebelumnya dia menoleh ke arahku tersenyum lebar dan menunjukkan jempolnya.Artinya?! Disetujui? Rancanganku disetujui untuk proyek ini?Senyum legaku langsung tercipta dengan sempurna.***Kopi mengepul di mejaku. Mas Sakti begitu perhatian kepada anak buahnya, sampai aku dipesankan kopi. Bahkan ada sekaleng coklat cookies. Tahu sekali dia kalau aku suka sekali dengan coklat.Dengan semangat, aku berkutat
Langkah panjangnya segera menjawab rasa penasaranku. Sosok lelaki yang menjulang tinggi, dengan rambut terkucir rapi tersenyum lebar menghampiri Mas Sakti."Halo, Bro! Lama kita tidak berjumpa! Kamu semakin keren saja!" teriak Mas Sakti menyambutnya.Aku bengong melihat laki-laki yang disebut teman oleh Mas Sakti. Sosok itu seperti yang aku impikan dari dulu. Tinggi menjulang dengan tampilan santai, wajah cool dan rambut panjang lurus rapi. Kalau dia teman Mas Saktu, berarti dia anak arsi juga. Anak arsitek yang setipe denganku.Uuufff, cocok dan semakin sempurna. Duh, Mas Sakti.Kenapa terlambat membawaku ke sini?!"Litu! Sini!" teriak Mas Sakti membuatku berkedip dari pandanganku ke arahnya. Aku segera menuruni tangga mendekati mereka. Dia tersenyum ke arahku. Senyuman pada bibir tipisnya membuat matanya tertarik nyaris hilang. Kontras dengan kulitnya yang tidak terang. Tangannya diulurkan kepadaku.Duh! Tolong!"Kenalkan, dia Lituhayu arsitek juga. Litu, dia Prasetyo!" teriaknya.
"Sudah, jangan gitu. Syukuri apa yang ada. Toh Mahendra tidak hanya lajang berkualitas, dia itu penyayang lo. Tidak pernah dia seperti ini dengan perempuan. Kamu beruntung. Cuma, kamu sementara harus hati-hati. Cie ... cie, yang baru jadian," ucapnya sambil tersenyum meledek ke arahku. Menandakan dia tahu apa yang terjadi antara aku dan Si Bos."Beruntung apaan. Aku sebenarnya takut dengan Pak Mahendra, Mas. Orangnya tidak asyik! Bawaannya serius terus! Bagaimana bisa jalan dengan orang seperti itu?" keluhku."Ya memang dia serius sama kamu. Terus kamu takut kenapa? Takut khilaf kalau deketan sama dia?" ledeknya sambil tertawa."Mas Sakti ...!"Ucapan Mas Sakti menunjukkan kalau Pak Mahendra serius menjalin hubungan denganku. Aku harus bagaimana, sedangkan aku masih ingin merdeka menikmati hidup.Aku ingat ucapannya, "Aku akan bilang ke Sakti dan Alysia tentang kita!"Mas Sakti sudah tahu, apakah Alysia juga sudah mengetahui tentang hubungan ini?Aaarrrgg ....Aku semakin pusing memik
Sosok yang ada di sebelah Bapak tadi berpindah di depanku. Dia berdiri tersenyum lebar, memegang satu buket bunga mawar putih kesukaanku. "Kak Mahe!" Mataku membulat menatap sosok di depanku. Sesuatu keajaiban dunia. Dia seperti seseorang yang baru, melepas semua atribut biasanya. Laki-laki pongah berpakaian rapi berjas kini lenyap, si Vampir hilang tak berbekas. Sekarang, tergantikan seseorang yang berpenampilan santai seperti pada umumnya. Terlihat maskulin, sporty dan sexy. Aku terpana melihatnya. Dunia terasa terhenti sesaat dan hanya ada kami berdua. Berdiri di depan pintu saling pandang dan kami terlempar di dunia yang semuanya berwarna hijau. Rumput bergoyang pelan dan kupu-kupu berterbangan mengikuti iramanya. Bunga liar tumbuh dan bermekaran, memancarkan aroma harum yang eksotik. Aku seperti seorang putri yang berdiri di depannya seorang pangeran yang membawa buket bunga. Mimpiku menjadi putri kesampaian. "Sampai kapan aku dibiarkan berdiri di sini?!" Suaranya seketi
"Kak Mahe .... Sa-saya merasa tidak cukup pantas berjalan bersama Kak Mahe. Tolong dipikirkan kembali. Saya ....""Litu! Kalau keadaanmu seperti sekarang, belum mandi dan kucel seperti ini memang tidak pantas. Sana mandi dulu!" teriaknya dengan mengacak lembut rambutku, sambil tertawa kecil. "Kamu tahu tidak, kaos kamu basah dan nempel?" bisiknya dengan mendekatkan kepalanya di telingaku. "Dari tadi ada yang berbayang di sana. Cepet ganti! Sebelum alarm bahaya dariku berbunyi. Atau, kamu mau aku terkam sekarang?"Sontak aku kaget dan menarik badanku menjauh darinya. Aku menunduk memastikan apa yang dimaksud. Reflek, telapak tanganku menutup dadaku yang berbayang jelas, apa dibalik kaos putihku.Hufft!Kenapa aku tidak sadar dan memperhatikan dari tadi?"Mandi sana! Kita akan pergi!" teriak Pak Mahendra sambil tertawa melihat tingkahku."Ba-baik. Tunggu ya, Kak!" ucapku langsung berbalik dan melesat lari masuk kamar untuk mandi dan bersiap.***Celana jeans biru, baju warna putih sati
Aku keluar dari mobil, udara sejuk menyambut dengan membelai lembut kulit ini. Kuedarkan pandanganku, semua tampak hijau. Kuhirup udara segar dan kubiarkan menyelusup di rongga dada. Kubentangkan kedua tanganku untuk menikmatinya lebih dalam. Terpejam mataku tenggelam di kesegaran ini. Angin semilir menghembus pelan memainkan anak-anak rambutku."Kamu suka, kan?" Hembusan napasnya menggelitik telingaku. Kedua tangannya menelusup memeluk pinggang ini. Kepalanya didekatkan di bahu kiriku. Bau maskulinnya menguar di hidung, mempercepat detak jantungku."Se-segar sekali," ucapku "saya tidak tahu kalau ada tempat seperti ini.""Bukankan ini kencan pertama yang kamu impikan? Berdua dengan kekasih di pegunungan yang dingin ini? Dasar, anak nakal! Sukanya di daerah dingin!" celetuknya sambil mencium kepalaku dengan lembut.Aku menoleh ke arahnya dengan mengeryitkan dahi, dari mana dia tahu apa yang aku inginkan? Pertama, mawar putih. Aku sangat mengidamkan suatu saat diberi sebuket mawar put
"Maaf, Kak. Habisnya, nakutin, ngeselin, kalau ngomong pedes level duapuluh. Pokoknya, kita siap mati karena sakit hati. Apalagi kalau sudah marah, bikin semua makhluk di muka bumi ini ketakutan! Pokoknya beneran seperti vam-pir ...," omelku melambat saat sadar dia hanya memandang dengan tersenyum."Tidak marah?" tanyaku heran, dia menjawab dengan gelengan. Senyumannya malah semakin lebar."Kamu kalau ngomel lucu!" celetuknya sambil menikmati pisang bakar keju.Hari ini benar-benar indah. Semua inginku kesampaian. Kami juga sepakat, kebersamaan kami ini tidak boleh mengganggu sikap profesional dalam pekerjaan. Aku pun tidak mau, nantinya dianggap menumpang nama besar Mahendra."Jadi besuk di kantor kita bersikap seperti biasa, ya," pintaku "Iya, dan aku kembali menjadi si Vampir," ucapnya sambil tergelak.***"Cie ... cie ... cie .... Yang baru pulang kencan," celetuk Alysia saat aku baru masuk rumah. Dia sudah menungguku di ruang tamu. Aku langsung berhambur duduk di sebelahnya."Al
Alysia sahabatku, tidak seperti perempuan lain. Perempuan yang cenderung menilai seseorang dari penampilan fisik. Dari bentuk badan, warna kulit bahkan muncul jerawat satu pun dibahas. Sesuatu yang tidak penting menurutku. Apalagi tubuhku yang menjulang dan cenderung kerempeng, jauh dari kata seksi versi mereka.Alysia lah yang memupuk rasa percaya diriku. Dia yang menyebabkan aku nyaman berjalan dengan badan tegak. Dia yang membuatku mampu menutup telinga dan hati saat ada yang mencemooh penampilanku."Kasihan kau Litu, tinggi badanmu membuatmu susah memiliki pacar!" Kalimat yang sering aku dapatkan. Mereka seakan bangga berjalan berdua dengan kekasih di kampus. Kemana-mana berdua. Menurutku, mereka merugi karena membuang waktu di kampus hanya dengan kekasih dan sibuk dengan obrolan yamg membosankan. Bahkan sibuk dengan rasa cemburu ataupun takut kehilangan. Ya, iya lah, pacaran bertahun-tahun tetapi setelah lulus kuliah nikahnya dengan yang lain. Merugi, kan?"Litu! Aku ada baju b