Share

Dewa Penyelamat

TIIIIDDDD!

“Wanita gila! Ngapain kamu di situ?” Seseorang memunculkan kepalanya ketika kaca mobilnya dibuka.

Samar-samar Kirey melihatnya. Karena tersorot lampu mobil. Sepertinya itu suara seorang pria dikenalnya. Ketika dia membuka matanya lebar-lebar, dia membelalak kaget.

Astaga! Itu Presdir Gio. Kenapa bisa bertemu di saat-saat seperti ini sih? gumam Kirey. Ya ampun! Ngapain juga tuh Presdir Gio turun dari mobil lalu mendekati Kirey? Pasti bakalan dimarahi lagi pegawainya itu.

“Kamu lagi. Kamu lagi. Kenapa kamu selalu berkeliaran di sekitarku, hah?” semprot Gio.

Yeh? Mana Kirey tahu. Tiba-tiba saja mereka bertemu. Ini hanya kebetulan saja, kok. Kirey sama sekali tidak merencanakannya.

“Kamu sengaja mau menggangguku terus, ya?” tuduh Gio. Dih, kegeeran banget dia.

“Siapa yang mau mengganggu Anda, Pak Presdir? Saya hanya kebetulan lewat sini. Bapak bisa lihat sendiri, kan, kalau saya sedang menyebrangi jalan.” Kirey membela diri. Itu harus. Karena Presdir Gio pasti akan terus menyalahkannya.

“Terus, kamu ngapain tidak menyingkir dari situ? Aku hampir saja menabrakmu tadi,” Gio sewot. Sekaligus mengkhawatir keselamatan Kirey.

“Baguslah. Jadi, aku punya alasan meminta ganti rugi karena dia telah menabrakku,” ujar Kirey dalam hati.

Sayang sekali, Gio tidak menabrak Kirey seperti yang sedang dilamunkannya saat ini. Ah, padahal Kirey bisa mendapatkan sejumlah uang darinya, pikirnya agak jahat.

“Hey, cepat menyingkir dari situ! Mobil mahalku mau lewat,” kata Gio memerintah.

Kirey segera menyingkir dari hadapannya. Dia mempersilakan Presdirnya yang terhormat itu untuk melewati jalannya. Tidak lama kemudian, Gio segera tancap gas. Melajukan mobil mahalnya dengan sangat kencang melewati Kirey.

“Menyebalkan!” Kirey mengacungkan tinjunya setelah Gio meninggalkannya. Mumpung Gio tidak melihatnya. Kirey berani mengumpat bosnya yang songong itu.

Kirey pikir, Gio tidak melihatnya? Salah besar. Gio melirik ke kaca spion mobilnya. “Dasar wanita aneh!” rutuk Gio.

Lalu, apa yang harus Kirey lakukan sekarang? Dia enggan sekali pulang ke rumahnya. Bapaknya pasti sedang menunggu kepulangan Kirey. Ingin sekali dia melarikan diri. Lari dari kenyataan. Tetapi, bagaimana caranya?

Kirey merasa putus asa. Tidak adakah yang bisa ia lakukan untuk membantu Bapaknya keluar dari jeratan utang yang berusaha membunuhnya pelan-pelan? Kirey berjalan lunglay. Pandangannya terasa buram, berkabut karena air mata kini menggenanginya.

“Tolong aku! Siapa pun itu. Dewa penyelamat sekali pun, aku tidak peduli,” harap Kirey.

CKIIIITTT!

Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Kirey menyingkirkan air matanya. Dia segera membuka matanya lebar-lebar. Kenapa dewa penyelamat Kirey berwujud Presdir Gio?

“Ikut aku!” Gio meraih tangan Kirey. Memaksanya masuk ke dalam mobil. Anehnya, Gio menempatkan Kirey di jok kemudi.

Ada apa ini? Kirey tidak mengerti. Situasi macam apa ini? Kirey ingin menanyakannya langsung kepada Pak Presdir. Namun, dia teringat kembali waktu itu. Presdirnya itu paling tidak suka diajak mengobrol saat sedang berkendara.

“Tunggu apa lagi? Cepat jalan!” perintah Gio.

Kirey masih terdiam. Jadi, maksud Presdir Gio, Kirey disuruh menggantikannya menyetir?

“Antarkan aku ke hotel waktu itu. Kamu tahu alamatnya, kan?”

Kirey mengangguk pelan. “Iya, saya tahu, Pak.”

“Cepatlah! Waktuku tidak banyak. Aku harus ke hotel itu lagi,” Gio memberitahu.

“Baik, Pak Presdir,” Kirey menuruti saja perintahnya.

Ada yang aneh dengan gelagat Gio. Kirey bungkam. Dia tidak harus menanyakan alasannya.

“Kirey!” panggil Gio.

“Iya,” jawab Kirey cepat.

“Kenapa kamu berada di jalanan saat jam-jam malam begini?” tanya Gio.

Tumben, Gio menanyakannya. Bukankah dia paling tidak suka berbincang dengan Kirey? Jika tidak penting-penting amat.

“Saya sudah mau pulang. Tetapi…”

“Tetapi kenapa?” Gio tidak sabaran.

Kalimat Kirey sengaja menggantung. Karena dia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Masa iya, dia harus curhat mengenai keadaan perekonomian keluarganya? Memangnya kalau Kirey cerita Presdir Gio bakalan membantunya? Atau malah mengejeknya? Kirey jadi berburuk sangka.

“Tidak apa-apa, Pak Presdir,” Kirey menutup-nutupi.

“Bohong kamu!” tebak Gio. “Matamu sembab seperti habis menangis, Kirey.”

“Oh, ya?” Kirey melihat-lihat di kaca spion. Benar saja. Matanya bengkak sehabis menangis tadi.

Kirey menepikan mobil Gio sesampainya di hotel, tempat tujuan Presdirnya. Perbincangan mereka terpaksa harus dihentikan sementara. Karena Gio buru-buru meninggalkan mobil.

BRUUKKK!

Gio menutup pintu mobilnya. Kemudian, dia berjalan masuk ke dalam hotel. Sementara, Kirey masih duduk di jok kemudi mobilnya. Dia akan menunggu Gio sampai urusannya di hotel selesai.

Huft! Kirey menenggelamkan wajahnya di atas stir. Sambil memejamkan mata. Kirey terlihat kelelahan sekali hari ini. Lelah fisiknya. Lelah juga batinnya.  

Tidak lama kemudian, Gio tiba di depan mobil. Urusannya di hotel sudah selesai. Dia membawa sebuah koper. Entah apa isinya. Dia mengetuk-ngetukkan tangannya di kaca mobil. Kirey yang tak sengaja ketiduran saat itu tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.

Kirey membukakan pintu mobil untuk Gio. Mereka pun segera meninggalkan hotel menuju rumah Gio. Baru kali ini Kirey akan pergi ke rumah Presdirnya.

“Kirey, tadi kamu sedang menangis, bukan? Kenapa?” Gio ingin tahu.

Kirey agak canggung mengatakannya. Namun, karena Gio terus mendesaknya, akhirnya, dia akan menceritakan permasalahan keluarganya. Bahwa sebenarnya dia sangat membutuhkan uang saat ini.

“Permasalahan saya saat ini… adalah uang, Pak,” ungkap Kirey.

“Apa?” Gio membelalak kaget.

Klasik sekali permasalahan orang miskin. Gio sempat mengejeknya dalam hati. Namun, dia tidak secara langsung mengatakannya di depan Kirey. Gio tahu etika, kok. Karena jika dia sesumbar, Kirey pasti merasa sakit hati karenanya.

“Uang? Maksudmu… gajimu tidak mencukupi semua kebutuhan hidupmu?” tebak Gio asal-asalan. Dia sedang malas mikir. Jadi, asal saja menerkanya.

“Bukan begitu, Pak. Saya sedang membutuhkan uang untuk membayar utang-utang keluarga saya,” kata Kirey dengan penuh keberanian.

Jangan salah! Kirey sudah mengumpulkan tekadnya terlebih dahulu sebelum mengatakannya kepada Gio. Dia merasa gengsi dan malu. Namun, tetap saja butuh. Jadi, dia mengesampingkan harga dirinya sekarang.

Semoga saja, Gio mau menjadi dewa penyelamatnya, harap Kirey. Meski ia tidak yakin seratus persen Gio bakalan membantunya keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya itu.

“Berapa utang keluargamu?” tantang Gio.

“Ng… sekitar delapan ratus juta rupiah,” sahut Kirey.

“Oh, begitu ya,” Gio tampak lurus-lurus saja menanggapinya.

Tuh, kan, benar! Gio mana tertarik membantu Kirey. Kirey sudah menduga sebelumnya.

“Bisa bantu aku membawakan koper itu sesampainya di rumahku?” tawar Gio.

“Baik, Pak.”

Angkat koper yang kelihatan enteng begitu Kirey sih tidak masalah. Tetapi, masa iya setelah menjelaskan permasalahan Kirey, Gio diam saja tanpa meresponnya? Buang-buang waktu saja, pikir Kirey.

Sesampainya di rumah Gio, Kirey menuruti perintah sang Presdir. “Lihat isinya!” perintah Gio.

“HAAAAA!” Kirey membelalak kaget saat melihat isinya.

***

           

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status