Share

Insiden Memalukan

Gio tergelincir dan jatuh di lantai. “Aaauuuuww!” dia mengerang kesakitan.

Kirey menoleh ke belakang. “Ya ampun, Pak Presdir! Kenapa Bapak duduk-duduk di lantai yang basah?” sindir Kirey.

“Apa katamu? Duduk-duduk?” Gio sewot.

Kirey segera membantu Gio berdiri. Cari muka dulu di depan Presdir Gio. Padahal, di dalam hatinya dia sedang tertawa ngakak. Sukurin! Berlagu banget jadi Presdir.

“Kamu tidak tahu, kalau aku tergelincir dan jatuh di lantai yang basah ini, hah? Ini semua gara-gara kamu pastinya,” semprot Gio langsung menuduhnya.

“Oh, Pak Presdir terjatuh. Maafkan saya kalau gitu, Pak!” sesal Kirey. Namun, dia terlihat seperti sedang menahan tawa.

“Kenapa ekspresimu begitu? Kamu senang ya, aku jatuh kayak gini?” Gio curiga.

“Ah, bukan begitu, Pak. Lagian, suruh siapa saya harus mengepel lantai di sini? Bapak, kan?” Kirey melawan. Dia memutarbalikkan perkataannya.

“Kenapa Bapak jadi nyalahin saya?”

“Kamu?!” Gio kelewat kesal. Tangannya sudah mengepal tinju. Namun, dia masih menyabarkan diri. Pantatnya terlalu sakit jika diajak berdebat. “Awas kamu, Kirey!”

“Bapak juga sih. Kenapa Pak Presdir jalan-jalan di koridor yang sedang kupel ini? Sudah tahu lantainya basah dan licin,” Kirey mengingatkan.

“Aku… ingin melihat cara kerjamu dari dekat. Kamu becus bekerja atau tidak,” Gio beralasan. Ckckck. Kirey berdecak. Ada-ada saja Mr. Presdir satu ini.

Ah, sudahlah. Gio segera pergi meninggalkan Kirey. Dia berjalan menahan sakit di bokongnya. Sialan! Pasti semua pegawai melihatnya. Namun, tak satu pun dari mereka yang berani berkomentar atas insiden memalukan itu. Mereka langsung berbalik, kembali bekerja masing-masing, dan pura-pura menganggap insiden itu seolah tidak pernah terjadi. Jika ada yang berani mengungkitnya… langsung skakmat!

“Kirey, ada apa sih? Kamu kok malah jadi cleaning service tadi?” Sammy menghampiri Kirey di meja kerjanya. Usai sahabatnya itu bersih-bersih di koridor kantor.

“Tahu, ah!” Kirey menekuk mukanya, cemberut. Dia langsung menyibukkan diri dengan pekerjaannya di layar komputer.

“Diih, jutek banget. Ingat, kamu itu cewek! Gimana mau ada cowok yang deketin kamu kalau kamu judes begitu. Nggak ada ramah-ramahnya sama orang,” Sammy berkomentar. Ckckck.

Kirey mengembuskan napas sambil melirik sebal ke arah Sammy yang masih mengoceh nggak jelas.

“Sudah selesai ngomongnya? Kalau kamu masih bawel lagi, kulempar ballpoint ke wajahmu. Mau?” ancam Kirey galak.

Ups! Sorry. Sammy buru-buru meninggalkan macan galak itu. Gawat kalau sampai emosinya meledak-ledak. Bisa terjadi perang dunia ke… keberapa ya? Kesekian kalinya. Apalagi saat ini, Kirey lagi kesal banget karena dikerjain Presdir Gio.

Kirey, seorang wanita karir berusia dua puluh enam tahun. Profesinya adalah sebagai Ilustrator. Dia bekerja di perusahaan periklanan ternama. Yang merajai semua periklanan baik media cetak, elektronik, maupun online. Ya, pria songong nan arogan tadi itulah President Director di perusahaannya. Kira-kira usianya tiga puluhan. Setahu Kirey sih begitu.

Namanya Giovani. Namun, dia beken sekali dipanggil Presdir Gio oleh staf pegawainya di kantor. Pria itu katanya masih lajang. Dia belum tertarik untuk menikah. Hah? Tentu saja. berdasarkan pengamatan Kirey semalam, Presdir Gio hanya tertarik pada wanita-wanita cantik, seksi, anggun dan memesona saja. Alias wanita penghibur. Jika terus-terusan begitu sampai kapan pun Presdir Gio tidak akan pernah mendapatkan cinta sejati. Kirey bisa menjaminnya.

Sedangkan Kirey? Apa yang bisa dilihat dari seorang Kirey yang hanya gadis biasa, tidak begitu cantik dan minim prestasi. Dia bekerja, itu pun tidak berdasarkan hati nuraninya. Tetapi, karena uang. Ya, uang mendominasi seluruh hidupnya. Menguasai dirinya. Apa pun yang berhubungan dengan uang, langsung disamber bak kilatan petir di siang bolong. Sangking butuhnya.

Realita saja. Hidup tanpa uang lebih menyeramkan ketimbang ketemu sama zombie, vampir, setan, kuntilanak, dan mantan. Bagi Kirey begitu. Dia lebih tertarik pada uang dibandingkan pria tampan. Jika di dunia ini hanya ada dua pilihan antara pria tampan dan uang, maka Kirey akan memilih uang saja.

Matre? Tidak. Zaman sekarang tanpa uang hidup terasa mati rasa. Betul? Apalagi bagi Kirey yang menanggung biaya hidup keluarganya. Bapaknya terlilit utang yang sangat banyak. Bahkan mencapai ratusan juta rupiah.

Uang sebanyak itu memangnya buat apa? Untuk menutupi utang dengan berutang lagi. Pusing, kan? Sama. Apalagi Bapaknya Kirey yang menjalaninya. Setiap hari rasanya hampir dicekik setan kredit. Bagaimana tidak? Sudah ada ratusan orang debt collector yang menagih utang ke rumahnya.

Teng! Sudah waktunya pulang. Kirey bilang, dia mau jalan kaki saja.

“Apa? Kamu mau jalan kaki lagi pulang ke rumah?” Sammy menghampirinya ketika jam pulang kantor.

Kirey mengangguk pelan. “Iya. Habisnya, mau gimana lagi? Belum gajian. Terus bayaran kemarin menjemput Presdir Gio juga belum kamu bayar, bukan?” keluh Kirey.

“Kasihan sekali,” Sammy mengiba. Dia tidak bisa membantunya. Sayang sekali.

“Sabar, ya! Ini semua ujian dari Tuhan.”

“Sialan!” Kirey mendengus kesal. Sammy malah menyindirnya.

Ya, mau bagaimana lagi. Kirey pulang meninggalkan gedung perkantorannya dengan berjalan kaki sore ini. Santai saja. Ikuti ke mana pun kakinya melangkah.

Sesampainya di rumah, dia melihat Bapaknya sedang didatangi orang-orang Bank lagi. Ya ampun! Masalah tidak akan pernah selesai jika terus-terusan kayak gini, pikir Kirey.

Kirey sering mengeluh pada Tuhan. Kenapa hidupnya terasa begitu berat? Rasanya dia ingin melompat dari lantai gedung yang paling tinggi. Gedung pencakar langit sekalian. Kemudian, dia akan menjatuhkan dirinya sendiri sampai ajal menjemputnya.

Tidak! Itu Tindakan bodoh yang tidak bertanggung jawab. Kirey tidak seperti itu. Yang putus asa dan depresi menghadapi dunianya yang kejam. Selemah dan sesedih dia saat ini, dia tidak akan tega menyakiti dirinya sendiri dengan cara bunuh diri. Itu hanya ada dalam kamus orang-orang lemah.

Kirey memilih untuk melarikan diri sejenak. Dia pergi lagi. Berlari sekuat tenaga. Sekencang-kencangnya. Beruntung, larinya semakin cepat akhir-akhir ini. Biasalah, dia selalu beranggapan suatu hari bisa lari dari kenyataan.

“Teruslah berlari, Kirey! Meski belum bisa menghadapi kenyataan. Larilah, tenangkan dirimu,” Kirey bicara kepada dirinya sendiri.

Tiba di persimpangan jalan. Ketika dia hendak menerobos lampu merah yang segera berganti hijau, Kirey terkejut. Aish! Tidak keburu. Kini dia terjebak di tengah jalan. Saat kendaraan roda empat membunyikan klakson di hadapan Kirey yang sedang kebingungan.

“Woy! Cari mati kamu! Minggir, sana!”

“Menghalangi jalan saja. Kalau mau bunuh diri, cari tempat lain saja!”

“Hey, Nona! Jangan berdiam diri di situ! Cepat menyingkir dari situ!”

Para pengendara roda empat marah sekali kepada Kirey. Wanita itu segera meminta maaf. Dia harus bergegas. Mempercepat jalannya. Ketika dia hendak menyebrangi jalan. Tiba-tiba saja…

TIIIIDDDD!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status