Home / Rumah Tangga / Me Versus Gundik Suamiku / Bab 3. Diusir Oleh Mertua 

Share

Bab 3. Diusir Oleh Mertua 

Author: Pisces Man
last update Last Updated: 2025-08-05 12:52:12

"Aku sudah bilang sejak awal, kalau wanita ini tidak pantas untuk Gerry. Tapi kalian semua tertipu wajah polosnya dan malah membela dia. Sekarang kalian lihat sendiri 'kan akibatnya!"

Trinita sengaja mengeraskan suaranya agar semua mengalihkan perhatian pada dirinya. 

Salah seorang paman Gerry yang dari tadi diam, akhirnya mengangkat tangan, sebagai isyarat agar semua diam.

"Sudah cukup! Kita semua berkumpul di sini untuk mencari solusi atas masalah yang menimpa Erika. Bukan malah menambah kekacauan."

Beberapa merasa tertampar karena ucapan itu, tapi tak ada yang berani membantah. Karena pria yang sedang berbicara itu memang merupakan satu tokoh yang disegani.

"Jadi apa yang akan Mas lakukan untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh wanita itu," ucap Trinita dengan telunjuk mengacung ke arah Erika.

"Kita harus mendengarkan pembelaan dari Erika," ucap pria itu dengan nada datar.

Erika menatap pria itu sejenak dan sedikit dapat menghela napas lega. Hanya tatapan netral itu yang tidak menyayat hatinya saat ini. Tapi dia sadar, tidak ada pembelaan yang benar-benar berpihak padanya.

Perlahan Erika berdiri, tubuhnya sedikit bergetar, merasa sesak karena tekanan yang berada di ruangan ini dan kurang tidur. Tapi kesempatan untuk membela diri jelas tidak boleh dia sia-siakan begitu saja.

"Aku tahu kalian kecewa," suara Erika akhirnya terdengar lagi, tenang meski penuh luka, "Tapi tolong beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya. Setidaknya dengarkan penjelasanku sebelum kalian membuat keputusan."

Setelah memastikan tidak akan yang menyela ucapannya, Erika kembali berbicara. "Wanita yang ada di dalam foto itu bukan aku. Demi Tuhan, aku berani bersumpah ...."

"Apa gunanya bersumpah kalau buktinya tidak ada! Sudah salah ya mengaku salah. Jangan malah cari pembelaan dengan bersikap sok menjadi korban!" potong Trinita dengan suara menggelegar.

Trinita bahkan mengangkat tangannya, sebagai pertanda dia tak ingin ucapannya diinterupsi oleh siapapun juga. 

Saat ini dia akan menguliti Erika habis-habisan, agar sang menantu tidak berani untuk mengangkat wajahnya.

"Foto itu sudah menyebar luas dan kalau sampai perusahaan tempat kerja Gerry tahu kalau wanita di dalam foto itu kamu ... bukan tidak mungkin Gerry akan kehilangan pekerjaannya karena skandal ini!" ucapnya sambil menunjuk-nunjuk Erika

"Tapi Nita, kamu sendiri bahkan belum mendengar penjelasan Erika," sela pamannya Gerry dengan tegas.

"Kita tidak bisa menghukum seseorang hanya berdasarkan asumsi dan foto yang bahkan belum jelas kebenarannya," tukas pria itu.

Salah satu bibi Gerry yang duduk di sisi kanan ikut bicara, nadanya mulai melunak. "Mungkin sebaiknya kita dengar dulu. Aku juga awalnya percaya foto itu, tapi ... setelah kupikir-pikir, rasanya memang janggal. Terlalu dibuat-buat."

"Erika," lanjut pamannya Gerry dengan sorot mata namun tidak menghakimi. "Kalau memang itu bukan kamu, bisa jelaskan kepada kami apa yang sebenarnya terjadi."

Erika mengangguk pelan. Tangannya mengepal di sisi tubuh, berusaha menahan getar yang belum reda.

"Kemarin aku mendapat pesan ancaman dari sebuah nomor yang tak dikenal. Si pengirim pesan mengirim foto itu dengan disertai kalimat penuh ancaman," ucap Erika yang berusaha menahan tangisnya.

Tadinya Trinita ingin menyambar ucapan Erika, namun pamannya Gerry memberikan kode agar wanita itu tetap diam.

"Si pengirim juga membawa-bawa nama Mas Gerry. Dan aku yakin jika si pengirim pesan ini menginginkan rumah tanggaku dengan Mas Gerry hancur," lanjut Erika dengan dada yang selaku sesak.

Bukan karena dia memiliki asma atau penyakit lainnya, tapi karena Erika sadar jika tidak ada satupun keluarga Gerry yang memihaknya saat ini.

Bahkan pamannya Gerry yang meminta Erika menjelaskan apa yang terjadi tidak menunjukkan reaksi akan membelanya.

Erika mengencangkan pelukannya pada Kayla yang berada di gendongan. Bayi itu kembali terlelap dalam damai setelah Erika menenangkannya, kontras dengan badai yang tengah menerjang ibunya.

"Aku tahu ... semua ini terdengar seperti pembelaan tanpa bukti. Tapi aku bukan wanita di foto itu. Dan aku berani bersumpah demi anakku, demi Kayla ...."

Erika menoleh ke arah kerabat Gerry yang duduk membentuk setengah lingkaran di ruang keluarga itu. Beberapa menatap iba, sebagian besar hanya diam dengan wajah dingin. Trinita, sebaliknya, kembali mendengus sinis.

"Anakmu tidak akan dapat menghapus dosamu, Erika," ucap Trinita tajam. "Gerry terlalu baik untuk kamu, dan sekarang ... semua orang tahu kebusukanmu."

Erika menahan isak yang menyumbat tenggorokannya. "Aku hanya ingin menjelaskan bahwa aku difitnah. Seseorang dengan sengaja ingin menghancurkan rumah tanggaku dan masa depan anakku."

"Siapa orangnya? Kamu bilang ada yang mengancammu. Apa kamu tahu siapa dia?" tanya bibinya Gerry yang lain.

Erika menggeleng pelan. "Nomornya tidak dikenal. Dan saat aku mau menghubungi balik, nomor itu sudah tidak aktif lagi."

"Jadi dengan kata lain ... kamu tidak bisa membuktikan apa-apa?" sela Trinita sambil menyilangkan tangan.

 Tatapan matanya pun tajam, seakan menembus ke jantung Erika. 

Erika hanya diam. Diam yang lebih menyakitkan daripada cercaan mana pun. Karena memang benar, untuk saat ini ... dia tidak punya bukti kuat selain kata-kata dan air mata. Apalagi foto editan itu terlihat asli.

Trinita lalu berdiri, matanya memindai ke arah semua yang hadir.

"Gerry mungkin sedang di luar negeri sekarang, tapi aku barusan berbicara dengannya. Dia tahu semuanya. Dan dia bilang ... kalau Erika tidak bisa membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, maka dia siap mengambil tindakan hukum. Termasuk menceraikan wanita murahan itu."

Kata-kata Trinita membuat Erika seperti kehilangan pijakan. Kayla lagi-lagi menggeliat pelan di gendongannya, mungkin merasakan detak jantung ibunya yang berpacu cepat.

"Mas Gerry ... bilang begitu?" bisik Erika lirih.

"Ya," jawab Trinita, tanpa ragu. "Dan aku akan pastikan surat pernyataan itu dikirim padamu secepatnya."

Trinita sengaja menjeda ucapannya, menantikan reaksi sang menantu. Reaksi menderita yang menyenangkan hatinya. 

Setelah merasa Erika tak dapat membantah lagi, Trinita kembali berbicara. "Pergi kau dari rumah ini. Kau jelas-jelas tidak punya hak di sini! Bawa pergi juga anakmu yang tak berguna itu!"

"Bu! Kayla adalah anak Mas Gerry, cucu Ibu. Tapi kenapa Ibu malah berkata jika dia adalah anak yang tak berguna?" protes Erika.

"Siapa suruh kau melahirkan anak perempuan yang tak dapat meneruskan nama keluarga? Jika saja anakmu laki-laki, maka aku akan dengan senang hati merawatnya," ucap Trinita yang semakin menusuk.

Ruangan itu mendadak sunyi. Bahkan napas pun terdengar berat dan lambat. Beberapa kerabat mulai saling melirik. Kata-kata Trinita barusan, terasa terlalu kejam untuk diucapkan oleh seorang wanita yang telah berstatus sebagai ibu.

Erika menunduk, menatap Kayla yang berada dalam dekapannya. Bayi kecil itu belum menyadari jika keberadaannya, dianggap tak berarti oleh nenek kandungnya sendiri.

Air mata Erika menetes perlahan. Namun dia tak menghapusnya, dan membiarkannya mengalir sebagai bukti bahwa dia masih punya hati. Meski saat ini, semua orang memperlakukannya seolah dia tak memilikinya.

"Aku tak minta kalian percaya padaku sekarang," suara Erika pelan, tapi terdengar tegas. "Tapi satu hal yang perlu kalian tahu ... aku mungkin bukan wanita sempurna, tapi aku bukan pembohong."

"Sudah bermain dramanya? Kalau sudah, cepat pergi dari rumah ini," ucap Trinita dengan nada menyindir. 

"Tapi Bu, ini adalah rumah Mas Gerry. Rumah ayahnya Kayla, bagaimana mungkin Ibu tega mengusir kami dari sini?" tanya Erika dengan raut wajah terkejut.

"Kenapa aku harus tidak tega? Rumah ini adalah rumah anakku, jadi sampai kapanpun aku berhak di sini. Dan kau ... sebentar lagi akan diceraikan oleh Gerry. Jadi otomatis tidak punya hak atas rumah ini."

Ucapan Trinita membuat Erika sadar bahwa posisinya di keluarga sang suami sangat lemah. Dan kemungkinan Gerry menceraikannya sangat besar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Me Versus Gundik Suamiku   6. Memanggil Pulang Gerry

    "Sialan! Ternyata wanita itu lebih licik daripada yang Ibu kira!" Teriakan Trinita menggelegar di ruang tamu. Matanya berkilat penuh dengan emosi.Sementara itu Lucinda dan Gisela hanya terdiam, tak berani untuk bicara.Tapi di dalam hatinya, Gisela memaki Erika. Angan-angannya untuk menikmati uang dari hasil penjualan aset Gerry harus tertunda, karena istri sang kekasih membawa surat-surat berharga pria itu."Bu ... apa Ibu sudah menelepon Mas Gerry dan memberitahu soal ini?" tanya Lucinda saat melihat amarah sang ibu mulai mereda.Trinita menatap anak bungsunya dengan ekspresi bingung, seakan melupakan hal yang penting."Melihat Ibu yang hanya diam, aku yakin Ibu belum menghubungi Mas Gerry," ucap Lucinda setelah terdiam beberapa saat."Sekarang kira-kira di Belanda jam berapa, ya?" tanya Trinita yang kini mengambil ponselnya."Sekarang seharusnya masih jam 1 siang di sana, Bu," jawab Lucinda yang direspon anggukan kepala oleh Trinita.Wanita itu segera menghubungi Gerry, baru pang

  • Me Versus Gundik Suamiku   Bab 5. Kalang Kabut 

    "Akhirnya aku bisa bebas menguasai semua hartanya Gerry," ucap Trinita sembari menyesap segelas wine."Aku senang Tante mendengarkan saranku. Lagian kenapa dulu Tante setuju kalau Gerry menikah dengan wanita kampungan itu?" tanya seorang wanita muda yang bernama Gisela.Trinita lantas berdecak keras sembari menatap tajam wanita itu."Aku sudah melarang Gerry untuk berhubungan dengan wanita kampungan itu, tapi anak itu bersikeras dengan keinginannya dan bahkan sampai mengancam akan kabur dari rumah."Gisela semakin mengembangkan senyum saat mendengar ucapan Trinita."Tapi akhirnya Gerry sadar kalau wanita itu nggak layak untuknya. Buktinya dia bersedia berhubungan denganku dan berjanji akan menceraikan wanita kampungan itu setelah kembali ke Indonesia.""Kalau saja Gerry sempat ketemu kamu sebelum memutuskan menikahi wanita kampungan itu, sudah Tante bujuk dia agar menikahimu," ucap Trinita dengan nada menyesal."Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, Tante. Aku bersedia men

  • Me Versus Gundik Suamiku   Bab 4. Menyusun Rencana 

    "Baiklah. Kalau itu mau Ibu, aku dan Kayla akan pergi dari rumah ini," ucap Erika dengan menahan isak tangisnya.Setidaknya saat ini, harga diri adalah satu-satunya hal yang tersisa pada diri Erika. Dan dia akan mempertahankannya sampai detik terakhir berada di rumah Gerry."Bagus kalau kau sudah mengerti. Sekarang cepat kemasi barang-barangmu dan tinggalkan rumah ini, karena aku sudah muak melihat mukamu yang lusuh itu," sindir Trinita yang merasa di atas angin.Erika segera masuk ke kamar, meletakkan Kayla di tengah ranjang. Dia mulai memasukkan barangnya dan sang putri yang seadanya ke dalam koper.Hatinya berdenyut nyeri, karena koper itu rencananya akan dia gunakan untuk berlibur ke luar negeri setelah Gerry kembali ke Indonesia. Tapi nyatanya, kini dia menggunakannya saat terusir dari rumah suaminya.Tak lama Trinita masuk ke kamar, wanita itu sudah seperti mandor yang mengawasi pekerjaan anak buahnya."Aku akan mengawasi apa yang boleh kau bawa pergi dari rumah ini," ucapnya de

  • Me Versus Gundik Suamiku   Bab 3. Diusir Oleh Mertua 

    "Aku sudah bilang sejak awal, kalau wanita ini tidak pantas untuk Gerry. Tapi kalian semua tertipu wajah polosnya dan malah membela dia. Sekarang kalian lihat sendiri 'kan akibatnya!"Trinita sengaja mengeraskan suaranya agar semua mengalihkan perhatian pada dirinya. Salah seorang paman Gerry yang dari tadi diam, akhirnya mengangkat tangan, sebagai isyarat agar semua diam."Sudah cukup! Kita semua berkumpul di sini untuk mencari solusi atas masalah yang menimpa Erika. Bukan malah menambah kekacauan."Beberapa merasa tertampar karena ucapan itu, tapi tak ada yang berani membantah. Karena pria yang sedang berbicara itu memang merupakan satu tokoh yang disegani."Jadi apa yang akan Mas lakukan untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh wanita itu," ucap Trinita dengan telunjuk mengacung ke arah Erika."Kita harus mendengarkan pembelaan dari Erika," ucap pria itu dengan nada datar.Erika menatap pria itu sejenak dan sedikit dapat menghela napas lega. Hanya tatapan netral itu yang tidak

  • Me Versus Gundik Suamiku   Bab 2. Pengadilan Keluarga 

    "Mbak Nita. Jangan tertawa emosi, kita 'kan bisa membicarakannya terlebih dahulu."Sebuah suara kembali terdengar, membuat Trinita menoleh. Senyuman sinis tercipta di wajah wanita paruh baya itu. Kali ini dia akan mempermalukan Erika di depan adik ipar dan istrinya yang selama ini selalu membela menantunya ini."Jangan terbawa emosi katamu?! Apa kamu akan berkata seperti itu jika menantu kesayanganmu itu yang melakukannya," sindir Trinita yang membuat adik iparnya hanya terdiam."Meskipun Erika melakukan kesalahan, tetap saja dia tidak pantas diperlakukan kasar seperti ini, Mbak." Kali ini istri adik iparnya yang berbicara, membuat emosi Trinita kembali meluap."Diam kau! Dia ini adalah menantuku, bukan menantumu. Jadi kau tidak berhak mencampuri apa yang akan aku lakukan terhadap wanita murahan ini!" Bentak Trinita yang membuat hati Erika semakin berdenyut nyeri. Sang mertua kini terang-terangan menunjukkan kebenciannya di depan semua orang. Erika mengerjabkan mata, menahan air mat

  • Me Versus Gundik Suamiku   1. Difitnah

    "Erika!"Suara teriakan yang menggema terdengar di sebuah ruangan tamu. Trinita melangkah masuk dengan amarah yang terpancar pada wajahnya. Matanya memindai keadaan sekitar, lalu mendengus saat tak melihat keberadaan sang menantu yang paling dia benci."Erika! Kau ada di mana?!" Sekali lagi teriakan itu terdengar, dan kali ini Erika yang sedang menggendong Kayla, putrinya datang tergopoh-gopoh. Keringat pun bercucuran dari pelipisnya."Ada apa, Bu?" tanya Erika dengan napas tersengal."Dasar pemalas. Mentang-mentang Gerry nggak ada di sini, kerjamu hanya tidur saja!" teriak Trinita dengan suara menggelegar.Kayla yang baru saja terlelap, otomatis menangis karena kencangnya suara sang nenek. Dan Erika segera menenangkan putrinya yang baru berusia 6 bulan itu."Cepat tenangkan tangisan anak itu. Kepalaku pusing mendengarnya!" bentak Trinita sembari menutup kedua telinganya."Tapi Kayla demam semalam dan baru turun panasnya jam tiga subuh, Bu," ucap Erika memberikan pembelaan.Namun bu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status