Home / Rumah Tangga / Me Versus Gundik Suamiku / Bab 4. Menyusun Rencana 

Share

Bab 4. Menyusun Rencana 

Author: Pisces Man
last update Last Updated: 2025-08-05 13:01:12

"Baiklah. Kalau itu mau Ibu, aku dan Kayla akan pergi dari rumah ini," ucap Erika dengan menahan isak tangisnya.

Setidaknya saat ini, harga diri adalah satu-satunya hal yang tersisa pada diri Erika. Dan dia akan mempertahankannya sampai detik terakhir berada di rumah Gerry.

"Bagus kalau kau sudah mengerti. Sekarang cepat kemasi barang-barangmu dan tinggalkan rumah ini, karena aku sudah muak melihat mukamu yang lusuh itu," sindir Trinita yang merasa di atas angin.

Erika segera masuk ke kamar, meletakkan Kayla di tengah ranjang. Dia mulai memasukkan barangnya dan sang putri yang seadanya ke dalam koper.

Hatinya berdenyut nyeri, karena koper itu rencananya akan dia gunakan untuk berlibur ke luar negeri setelah Gerry kembali ke Indonesia. Tapi nyatanya, kini dia menggunakannya saat terusir dari rumah suaminya.

Tak lama Trinita masuk ke kamar, wanita itu sudah seperti mandor yang mengawasi pekerjaan anak buahnya.

"Aku akan mengawasi apa yang boleh kau bawa pergi dari rumah ini," ucapnya dengan angkuh.

Erika hanya diam, dia bertekad menulikan telinganya dari celotehan Trinita. Meskipun punggungnya terasa berat karena tatapan tajam sang mertua.

Sesekali Erika menoleh ke arah Kayla yang masih terlelap, dia menghela napas lega, merasa sang putri juga ingin lekas pergi dari rumah yang tak menginginkan kehadirannya lagi.

Erika lalu keluar dari kamar sembari menggendong Kayla, dengan tangan kanan menggeret koper besar. 

Di ruang tamu, semua keluarga Gerrry masih berkumpul. Erika merasa keberadaannya semakin mengecil dan tak berarti, karena tatapan penuh penghakiman yang tertuju pada dirinya.

Erika menghela napas panjang sebelum kembali menggeret kopernya keluar dari rumah Gerry. Dadanya terasa sesak, membuat langkahnya semakin berat.

Saat Erika akan memutar handle pintu terdengar suara teriakan yang menggelegar.

"Tunggu dulu!" 

Erika menoleh dan melihat Trinita menatapnya sinis, suara hak sepatu tinggi yang beradu dengan lantai, membuat perasaannya semakin tidak karuan.

Akan tetapi, Erika tetap berusaha terlihat tenang di tengah intimidasi yang dilakukan oleh Trinita.

"Cepat bongkar kopernya." Titah Trinita pada salah satu sepupu perempuan Gerry.

Mata Erika terbelalak saat melihatnya, sama sekali tak menyangka jika Trinita masih memperlakukannya buruk sampai akhir.

"Bu! Bukannya Ibu melihat apa yang aku masukan ke dalam koper. Tapi kenapa sekarang Ibu malah membongkar barang-barangku? Apa Ibu pikir aku adalah pencuri?"

Trinita mengangkat dagunya setelah mendengar protes dari Kayla. Dengan sikap angkuh dia berdiri depan Erika.

"Ya ... siapa yang tahu apa yang kau bawa? Aku hanya mencegah agar kau tidak mencuri lebih banyak dari Gerry."

"Tapi aku ini istrinya Mas Gerry, Bu. Dan Kayla jelas berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya," ucap Erika membela diri.

"Bukankah aku sudah berkata jika Gerry akan menceraikanmu. Jadi kau tidak punya hak lagi atas harta anakku." 

Erika mengatupkan rahangnya, air matanya nyaris jatuh. Bukan karena lemah, melainkan karena tidak terima harga dirinya diinjak-injak begitu dalam.

Dengan tangan gemetar, Erika menurunkan koper dan membukanya sendiri. 

"Silakan. Periksa sendiri, Bu. Tidak ada satu pun yang bukan milikku di sini."

Koper itu hanya berisi beberapa pakaian, baju bayi, serta satu amplop berisi hasil pemeriksaan Kayla terakhir kali. Sesuatu yang bahkan Gerry tak pernah melihatnya.

Trinita mendengus. "Cuma ini? Kamu yakin tidak menyembunyikan apapun dariku?"

"Seperti yang Ibu lihat, hanya ini barang-barangku dan Kayla," ucap Erika dengan nada datar, namun menatap tajam Trinita.

Merasa tidak dapat lagi menggoyahkan ketenangan Erika, membuat Trinita mendengus. Sedetik kemudian jari telunjuknya mengarah ke pintu depan.

"Jangan banyak drama! Cepat tinggalkan rumah ini sekarang juga."

"Ibu jelas tahu kalau bukan aku aku yang menciptakan drama."

Setelah mengatakan itu, Erika lalu menutup kopernya sembari menggendong Kayla lebih erat. Dia melangkah keluar tanpa menoleh ke belakang.

Di teras depan, udara sore menyambutnya, dingin dan kosong. Erika menarik napas panjang. Dadanya terasa hampa. Tapi di tengah keterpurukannya, satu hal masih dia genggam erat. Martabatnya dan Kayla.

"Maafkan Mama, Sayang ... yang tidak dapat membela diri. Mama janji akan membalas semua perbuatan mereka kepada kita suatu saat nanti."

Erika lalu melangkah menjauh dari rumah Gerry. Namun langkahnya mantap. Karena diam-diam dia sedang menyusun rencana.

Oleh karena itu baik dirinya dan Kayla harus menghilang sementara waktu. Menghilang dari semua orang yang mengenal mereka, termasuk dari keluarganya sendiri. 

Bayangan kedua orang tuanya yang cemas seketika menghantuinya, tapi dengan cepat Erika mengenyahkannya.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Erika memutuskan untuk duduk di sebuah halte. Dengan cepat dia memesan taxi daring, dan menuju tempat persembunyiannya dan Kayla untuk sementara waktu.

***

Tiga hari kemudian, 

Erika dan Kayla tinggal Di sebuah rumah kontrakan mungil dengan cat mengelupas di beberapa sisi. Rumah itu terletak di sebuah gang kecil di pinggiran kota yang tersembunyi di balik deretan rumah padat penduduk.

Rumah kontrakan itu jauh dari kata layak untuk dihuni, tapi bagi Erika adalah tempat persembunyiannya dan Kayla yang paling aman untuk saat ini.

Erika duduk di lantai beralaskan karpet tipis, menyuapi Kayla yang duduk di pangkuannya. Tawa kecil putrinya menggema lembut di ruang yang sunyi. 

Meski wajah Erika tampak lelah, ada ketenangan baru di dalam sorot matanya. Ketenangan yang lahir dari keputusan besar dan luka yang perlahan berubah jadi kekuatan.

Tiba-tiba, suara ponselnya kembali berbunyi. Erika menoleh dan melihat si pemanggil adalah "Mama". Dia hanya menatap layar itu beberapa detik, lalu membalikkan ponselnya. 

Ini sudah panggilan keempat dalam dua hari terakhir. Erika tahu, keluarganya pasti cemas, tapi dia juga tahu, jika dia kembali sebelum dirinya siap bertempur, maka semua ini akan sia-sia.

Erika harus menguatkan hati untuk tidak mengabarkan kepada keluarganya, jika ini rencana yang sedang dia susun berjalan lancar.

"Besok aku harus membeli kartu seluler baru," gumamnya setelah menghela napas panjang.

Kayla akhirnya tertidur pulas di atas kasur tipis yang sudah dibersihkan Erika sejak pagi. Sang putri terlelap setelah perutnya kenyang.

Erika sendiri duduk di dekat jendela, memandangi langit senja sambil membawa map hitam berisi salinan dokumen penting yang dia ambil kemarin dari brankar bank.

Senyumnya mengembang ketika melihat semua surat berharga atas nama Gerry. Erika membuka dompet kecilnya dan mengeluarkan secarik kertas yang sudah mulai kusam. 

Itu adalah salinan surat kuasa dari Gerry. Dokumen yang memberinya kuasa penuh untuk mengalihkan kepemilikan atas aset tidak bergerak milik Gerry ke nama Kayla. 

Surat itu ditandatangani satu bulan sebelum Gerry berangkat ke luar negeri, saat pria itu kelelahan setelah menyelesaikan urusan proyek terakhirnya. 

Saat itu, Erika hanya mengatakan bahwa dokumen itu penting untuk berjaga-jaga, andai sesuatu terjadi.

Gerry tak banyak bertanya dan itu adalah keberuntungan untuk Erika. Dia menatap salinan itu lama-lama, lalu tersenyum tipis.

 "Aku nggak akan ambil sepeser pun buat diriku. Tapi aku juga nggak akan membiarkan kalian mengambil semua hak Kayla."

Ponsel Erika bergetar. Sebuah pesan masuk dari seorang notaris yang menanganinya.

'Bu Erika, proses balik nama rumah utama di kawasan Ciputra hampir selesai. Untuk dua unit tanah lainnya, kami masih menunggu validasi akhir dari dinas terkait. Estimasi selesai dua minggu lagi.'

Erika membalas singkat.

'Terima kasih, Pak. Tolong lanjutkan seperti rencana awal.'

Dia lalu memandangi Kayla yang masih tertidur sembari berkata.

 “Mama janji, Sayang … kamu akan punya masa depan yang aman. Dan kmu nggak perlu bergantung pada siapa pun juga, termasuk pada papamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Me Versus Gundik Suamiku    61. Janji Hosea

    "Pah. Maksudnya apa? Aku nggak ngerti ucapan Papa barusan," ucap Erika.Toni terdiam karena menyadari jika dia telah bertindak impulsif. "Papa cuma nggak ingin kamu merasa canggung ketika bicara dengan Hosea nanti," ujarnya memberi alasan.Erika tersenyum tipis, menyadari alasan kegugupan sang ayah. "Pah. Sepertinya Papa butuh ngopi biar nggak tegang. Mau aku buatin kopi apa pesan lewat aplikasi?""Memangnya kamu boleh ngopi selama menyusui Kayla?" tanya Toni dengan dahi berkerut."Papa ngopi, aku minum milkshake stoberi," jawab Erika sembari tertawa.Toni menatap Erika bangga, karena sang putri masih tetap berdiri tegar di tengah semua masalah yang mendera."Kalau gitu Papa mau minum kopi susu gerobak yang ada di depan gang sini. Kalau nggak salah dia juga ada minuman non kopi."Setelah mengatakan itu Toni beranjak ke garasi untuk mengambil motor. Meninggalkan tanda tanya di dalam hati Erika.***Waktu berlalu begitu cepat, dan jarum jam mendekati pukul lima sore. Erika sudah duduk d

  • Me Versus Gundik Suamiku   60. Toni yang Mulai Luluh

    Toni akhirnya berkata lirih, "Kamu memang nggak bisa mengubah masa lalu, Er. Tapi kamu bisa menentukan masa depan kamu dan Kayla. Biarkan saja Gerry bersama dengan wanita itu, yang terpenting kita harus menang dari Gerry nanti saat di persidangan."Erika mengangguk mantap. "Iya, Pah. Kak Hosea juga berjanji akan membantuku menghadapi tuntutan Gerry. Jadi aku rasa peluang kita menang itu besar."Sebagai seorang ayah, Toni menyadari perubahan ekspresi Erika saat membicarakan Hosea. Dia mengembuskan napas panjang, merasa dilema dengan situasi Erika. Alasan Toni dulu tidak menyetujui hubungan Erika dan Hosea, karena ayah dari pria itu yang terkenal suka bermain wanita. Toni khawatir jika di dalam darah Hosea mengalir darah pengkhianat, tapi ternyata apa yang dia pikirkan salah total.Hosea yang dia anggap bajingan ternyata adalah pria dengan integrasi tinggi, dan sepanjang kariernya sebagai pengacara, media tidak pernah menemukan kesalahan yang dapat menjatuhkan pria itu. Bahkan menuru

  • Me Versus Gundik Suamiku   59. Kayla Pulang

    Setelah dirawat selama 4 hari, akhirnya Kayla diperbolehkan pulang, Sebab sang putri sudah sembuh dari sakit flu Singapura.Erika tentu saja merasa lega karena tidak perlu merasakan dinginnya AC rumah sakit saat malam hari. Toni dan Yuni ikut membantu membereskan barang-barang Erika dan Kayla. Sedangkan Hosea ada pertemuan dengan seorang jaksa untuk membahas kasus korupsi yang menimpa seorang pejabat."Akhirnya kita pulang juga, Nak. Kamu pasti bosan ya di rumah sakit," ucap Erika sembari mencium pipi gembul Kayla."Er. Untuk sementara ini, hindari bawa Kayla keluar rumah. Kondisi udara Jakarta juga lagi nggak bagus," celetuk Yuni setelah selesai memasukan baju kotor keduanya dalam satu tas."Iya, Mah. Aku nggak mau Kayla sakit lagi.""Iya, Mah. Aku nggak mau Kayla sakit lagi." Erika menatap wajah putrinya yang kini tampak lebih segar, meski masih ada bekas ruam di pipinya.Yuni tersenyum hangat sambil menepuk bahu putrinya. "Bagus. Kayla masih butuh pemulihan. Lagipula Papa kemarin

  • Me Versus Gundik Suamiku   58. Mulai Berpaling Ke lain Hati

    Gerry menatap wajah Gisela lama sebelum menjawab. "Aku percaya padamu, Gisel. Aku tadi cuma kaget.""Tetap saja kamu nggak percaya sama aku 'kan?" tanya Gisela ketus."Bukan begitu, Sayang. Mungkin ini efek aku yang masih capek. Lihat ini ...." Gerry menghentikan ucapannya dan memperlihatkan jari telunjuk kiri yang tertutup plester. "Aku sampai kena pisau saat sedang memasak mie."Wajah Gisela sontak berubah menjadi panik, dengan cepat dia menarik tangan Gerry dan memandanginya dengan iba. "Kenapa bisa kena pisau? Untung saja jarimu tidak terpotong."Gerry menghela napas kasar, dia balik menggenggam tangan Gisela. "Aku tadi terlalu tegang waktu makan malam dengan bosku dan pengacaranya."Gisela balik menatap Gerry dengan jengah, merasa nyali sang kekasih sangat kecil. Akan tetapi, dia menahan agar kalimat itu tak terlontar dari mulutnya. Dia tak ingin rencananya gagal total karena kesalahan sekecil mungkin. Karena itu Gisela segera memasang ekspresi simpati."Kasihan sekali kamu, Sa

  • Me Versus Gundik Suamiku   57. Gisela Merajuk

    "Ibu yakin semua orang pasti akan menganggap wanita itu murahan, Gerry. Postingan waktu itu saja banyak yang menghujatnya sebagai wanita penghibur, apalagi sekarang."Gerry menarik napas panjang, untuk urusan menjatuhkan mental orang ... Trinita dan Dimas memang mirip."Terserah Ibu mau berbuat apa, tapi pastikan keluarga kita tidak akan terkena dampaknya," ucap Gerry memberi ultimatum kepada sang ibu."Kalau itu kamu tenang saja, Gerry. Ibu pastikan semuanya aman," sahut Trinita dengan penuh keyakinan.Lagi-lagi Gerry menarik napas, berharap jika beban yang ada di hatinya terangkat sebagian. "Bu, aku mau ke rumah sakit sebentar. Mau ketemu Gisela," ucap Gerry."Tapi ini sudah malam Gerry, kenapa tidak besok saja sebelum kamu berangkat kerja?" tanya Trinita yang cemas saat melihat wajah pucat Gerry."Tapi aku kangen sama Gisel, Bu. Aku berniat untuk membawanya ke rumah ini setelah dia keluar dari rumah sakit," ujar Gerry memberi alasan.Trinita menatapnya lama, sebelum menarik napas

  • Me Versus Gundik Suamiku   56. Strategi Gerry

    "Aduh!" teriakan Gerry yang menggelegar membuat Trinita terkesiap. Dia melangkah mendekati sang putra dan berdecak keras saat melihat darah menetes dari jari Gerry."Duduk di situ, biar Ibu obati luka kamu dan lanjutin masak mienya." Titah Trinita yang lalu mematikan kompor.Beberapa saat kemudian, Trinita membersihkan luka Gerry dengan cairan NaCl dan membalutnya dengan plester luka."Apa sih yang ada di pikiranmu sampai melamun seperti tadi, untung saja jarimu tidak terpotong," omel Trinita yang kini mencuci tangannya di sink."Banyak, Bu. Ternyata pengacara Erika adalah salah satu yang terbaik di negara ini. Sejujurnya aku ragu apakah bisa memenangkan tuntutan ini," ucap Gerry setelah menarik napas dalam. Trinita menoleh sekilas ke arah Gerry. "Pria itu pengacara terbaik? Apa kamu nggak salah, Ger?" tanyanya dengan nada panik. "Aku serius, Bu. Pria bernama Hosea itu adalah pengacara dengan integritas yang tinggi. Dia nggak akan segan-segan menyerang lawannya yang terbukti bersal

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status