Share

SEBUAH TAWARAN

BAB 2

Keluar dari ruang wawancara Delia termenung, memikirkan tawaran manager restoran tadi. Bagaimana mungkin? Dia datang melamar pekerjaan ke sebuah restoran, tapi dia diminta untuk menjadi baby sitter? yang benar saja. 

-flashback-

"Sebelum ini kamu pernah bekerja di mana saja?" tanya manager restoran. 

"Banyak Pak, sejak lulus SMA saya bekerja sebagai karyawan toko, penjual jajanan di pinggir jalan, cleaning service di stasiun kereta api—" 

Belum selesai Delia berbicara, sang manager restoran yang bernama Yuda itu memotong. "Bagaimana dengan baby sitter?" tanya Yuda. 

"Baby sitter? pengasuh anak maksudnya, Pak?" tanya Delia memastikan, dengan raut bingungnya. 

"Iya, saya rasa kamu cocok menjadi baby sitter," jawab Yuda yakin. 

"Tapi ini restoran, Pak. Apa restoran ini membutuhkan pengasuh anak? Saya melamar pekerjaan di sini sebagian karyawan restoran, ntah itu waiters atau apa pun. Bukan malah menjadi pengasuh anak!" jelas Delia panjang lebar dengan sedikit penekanan. 

Dia merasa tidak suka, kalau memang dia tidak diterima sebagai karyawan di restoran DF ini tidak apa-apa. Namun, jangan mengatakan dia cocok melakukan pekerjaan yang lain. Dia tahu dia tidak memiliki penampilan yang menarik dibanding pelamar lain yang cantik-cantik. Yuda yang merasa Delia salah paham, berusaha menjelaskan. 

"Begini Delia, setelah melihat CV kamu dan mendengar sederet pekerjaan kamu setelah lulus SMA, saya merasa ingin mengajukan kamu kepada atasan saya untuk menjadi baby sitter anaknya. Beberapa kali dia meminta saya untuk mencarikan anaknya baby sitter. Tidak tahu kenapa saat melihat kamu, saya merasa kamu anak yang tekun dalam bekerja dan saya yakin kamu akan mampu mengambil hati anak atasan saya," jelas Yuda sejelas mungkin.

"Berapa umur anak dari atasan Bapak?" 

Pertanyaan Delia membuat Yuda senang, Yuda merasa Delia tertarik menjadi baby sitter. "5 Tahun," jawab Yuda singkat.

"Jadi, Bapak tidak menerima saya sebagai karyawan di restoran ini, dan memberi saya penawaran menjadi baby sitter anak dari atasan Bapak, begitu?" tanya Delia, memastikan apa yang ditangkap otaknya dalam wawancara ini. 

"Iya, bisa dibilang begitu," jawab Yuda dengan tenang, dia yakin Delia akan menyetujui tawarannya.

"Baik, Pak, terimakasih banyak. Saya permisi." 

Di luar dugaan, Delia bangkit dan keluar ruangan dengan membawa kembali berkas yang sebelumnya dilihat oleh Yuda. 

Yuda yang melihat itu, bangkit dari kursinya dan mengintrupsi langkah Delia sebelum sampai pintu. "Delia, tunggu! Ini ... semoga kamu berubah pikiran," ujar Yuda sembari memberi kartu namanya pada Delia.

-flashback off-

Delia POV

Baby sitter? aku tidak memiliki pengalaman sedikit pun tentang anak-anak. Bagaimana jika anak itu susah diatur? Bagaimana jika anak itu menangis, apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku membuangnya, 'kan? Ahhh ... ini benar-benar gila, padahal aku sudah sangat senang dan yakin, aku dan Lila akan diterima bekerja di restoran itu, tapi nasib berkata lain. 

Hanya Lila yang diterima, dia benar-benar beruntung. Bagaimana nasibku? Aku harus menganggur berapa lama lagi, ya Tuhan. Apa aku harus menerima tawaran manager itu? T-tapi menjadi baby sitter sama sekali bukan keahlianku, aku sama sekali tidak pernah bercengkerama dengan anak-anak mana pun. Aku benar-benar pusing, tapi tidak ada salahnya aku mencoba. Iya, benar. Aku harus mencobanya.

Ganda POV

Aku memiliki semuanya, semua hal yang aku ingin dapat kumiliki. Kecuali satu, cinta yang tulus. Ah ... tapi peduli apa? Tanpa cinta, aku masih dapat menikmati hidup. Terkait wanita, aku hanya menginginkan kepuasan biologis dari mereka. Iya, dengan uang semua akan mudah. 

Seperti saat ini, wanita sexy dengan bibir menggodanya sedang melumat ganas bibirku. Membangkitkan gairah yang panas menjadi semakin panas. Cumbuannya pun turun dari bibir ke leher dan turun ke dada. Remasan tanganku pada dada sintalnya pun membuatnya terus melenguh di sela aksinya.

Dering telepon menghentikan aksi panas kami. Dengan malas kuambil ponsel di atas nakas sebelah kiri ranjang. Ternyata Yuda menelepon, kurang ajar sekali dia, karena gangguan darinya membuat gairahku hilang. 

"Halo, ada apa?" tanyaku sedikit kesal. 

"Hehe ... sabar, Boss, sabar." Dengan santainya dia menyuruhku sabar. 

"Kau telah mengganggu kegiatan—" Belum selesai aku berbicara, dia langsung memotong pembicaraanku. 

"Kegiatanmu tidak penting, kau bisa teruskan nanti, sekarang ada yang lebih penting," ucapnya membuatku penasaran.

"Apa?" jawabku singkat. 

"Aku sudah menerima beberapa pelamar untuk ditempatkan di cabang restoranmu yang baru—" Belum selesai dia berbicara, sekarang giliranku yang memotong pembicaraannya. 

"Kau gila! hanya karena ingin membahas karyawan baru, kau rela menggangguku? sialan!" 

Tut ... telepon kumatikan secara sepihak, benar-benar gila, dia bisa membahas ini nanti. Kulihat wanita cantik di sebelahku pun mulai kehilangan gairah, wajahnya terlihat kesal.

"Lain kali jika kau ingin 'bermain', sebaiknya matikan dulu ponselmu!" ujarnya dengan menekan kata 'bermain'. 

"Kau benar. Benda pipih ini dapat menjadi pengganggu," ujarku memimpali. 

Hening ... aku dan dia sama-sama diam. Aku dengan minuman alkoholku, dan dia sibuk dengan rokoknya. 

"Jadi? Bagaimana, kau ingin lanjut?" tanyaku setelah menghabiskan setengah botol anggur. 

"Ha? Tentu saja tidak, aku sudah kehilangan mood dan gairahku," ujarnya dengan senyum mengejek yang membuatku kaget dan heran. 

"Heii, tapi aku yang membayarmu!" seruku tak terima. 

Dalam permainan ini aku penentunya, kurang ajar! setelah Yuda merusak kegiatanku, sekarang wanita ini ingin merusak mood-ku juga. Meski sebelumnya aku kehilangan gairah, tapi apa yang belum tuntas, harus segera diselesaikan. 

"Tidak mendapat bayaran darimu aku juga tidak masalah, Tuan. Masih banyak lagi pria di luar sana yang menungguku," ujarnya dengan senyum mengejek. 

Saat dia ingin membuka pintu kamar, dengan sedikit berlari kuhampiri dia, mengangkat tubuh rampingnyanya dan menggendongnya di atas pundakku. Rontaannya tidak kupedulikan, minuman alkohol yang sudah membuatku mabuk, membuatku hilang akal. 

Kujatuhkan tubuhnya ke atas ranjang, kemudian kutimpah tubuhnya sembari melucuti pakaian sexy-nya. Bahkan tidak segan aku merobek dress sexy itu. Sepertinya untuk malam ini pelacurku sedikit berbeda, bukan dia yang melayaniku, tapi aku yang memperkosanya. Namun, sudahlah, sepertinya dia juga menikmati permainanku. Seperti saat ini, dia sudah mulai membalas ciumanku dengan liarnya. Dasar murahan! jika butuh tidak perlu jual mahal.

Permainan kami pun sudah akan mencapai puncak, tidak lupa sebelum permainan inti, aku memakai pengaman. Aku tidak ingin, setelah melakukan satu malam dengan seorang wanita, satu atau dua bulan lagi, dia akan datang, dan meminta pertanggungjawaban. Aku sangat mewaspadai hal itu, sebelum permainan ini dimulai, aku juga meminta si wanita untuk meminum obat pencegahan kehamilan, dan dapat kupastikan semuanya akan aman, sampai pagi menjelang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status