Share

PERTEMUAN PERTAMA

BAB 4

Ganda POV

Setelah meeting dengan para chef, terkait menu baru yang akan dihadirkan di restoran DF selesai, aku langsung menemui teman sekaligus orang kepercayaanku, Yuda. Setelah beberapa hari lalu, dia kutugaskan untuk merekrut karyawan baru, aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ditambah lagi, aku belum memakinya sebab mengganggu malamku dengan wanita bayaran itu.

"Hei, Kawan! Gimana, sukses meeting-nya?" sapanya, saat aku sudah duduk di hadapannya. 

"Tentu saja. Secepatnya kita akan mempromosikan menu baru ini," jawabku sembari meminum cappuccino hangat yang sudah dipesankan olehnya. 

"Bagus, semoga makin sukses!" ujarnya dengan mengangkat dua jempol miliknya. 

"Baby sitter untuk Denis? Apa kau sudah menemukan orangnya?" tanyaku sembari mengambil cake chocolate milik Yuda. 

Sudah dari seminggu yang lalu, pengasuh Denis yang sekarang ini, ingin berhenti bekerja. Aku memintanya untuk menunggu, sampai aku bisa menemukan pengganti dirinya untuk menjaga Denis. Dalam 6 bulan ini, Denis sudah 3 kali ganti pengasuh. 

Entahlah, para pengasuh Denis meminta resign setelah 2-3 minggu bekerja, tapi untuk kali ini, aku akan meminta pengasuh Denis menandatangani surat perjanjian, dengan poin utama; tidak dibenarkan resign dalam kurun waktu 6 bulan. Aku juga lelah, jika dalam sekejap harus mencari pengganti. 

"Aku sudah menemukan orangnya, kelihatannya dia orang yang tepat untuk menjadi pengasuh Denis. Tapi saat temu janji dengannya kemarin, aku tidak datang, mungkin dia kecewa sebab menunggu terlalu lama, hingga kini dia tidak mengangkat teleponku." 

Ada jeda sedikit dalam kalimatnya, yang tidak aku potong. Kemudian dia melanjutkan. 

"Aku akan berusaha mencari alamat tempat tinggalnya, karena aku yakin dia orang baik dan tepat untuk menjadi pengasuh Denis." 

Penuturannya dengan ekspresi yang begitu yakin, membuatku merasa penasaran dengan bagaimana orang itu. 

"Bagaimana bisa kau begitu yakin?" tanyaku dengan serius. 

"Feeling-ku jarang meleset, aku dapat melihat itu dari saat pertama melihatnya," jawabnya dengan sangat yakin. 

"Oke, kita lihat saja nanti," responku dengan mengangkat satu alis ke atas. 

Denis sedang tidur, pengasuhnya mengatakan dia mencariku seharian ini. Biasanya aku selalu meneleponnya, tapi hari ini aku begitu sibuk mengurus pembukaan restoran dan menu baru yang akan dipromosikan. Sehingga panggilan telepon dari pengasuh Denis pun terabaikan olehku. Kukecup kening dan pipi gembil putra tercintaku, memperbaiki selimut tidurnya agar lebih nyaman, kemudian keluar kamarnya, dan kembali ke ruang kerjaku, untuk mengecek beberapa laporan dari para orang-orang kepercayaanku. 

Besok adalah hari minggu, aku akan mengajak Denis berkeliling di taman bermain. Setidaknya dalam sebulan aku akan menyempatkan 2 atau 3 hari untuk seharian bersama Denis. Sebagai orang tua tunggal untuk anakku, aku berusaha semaksimal mungkin menjalankan peranku sebagai ayah sekaligus ibu untuknya. 

Tidak mudah memang, bahkan sering kali aku abai akan perkembangannya. Pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran, kadang membuatku lupa, ada seorang bocah kecil yang selalu menunggu kepulanganku di depan pintu. Denis, putra sematawayangku yang kini berusia 5 tahun. Satu-satunya penyemangatku dalam menjalani hidup. 

Senyum ceria Denis, membuatku ikut tersenyum. Saat ini dia sedang bermain di sekitar ayunan dengan teman-teman seusianya. Menerawang ke waktu lalu, tidak terasa 3 tahun sudah perpisahan itu terjadi, ah ... sudahlah.

"Papaaaa, aku laparrrr!" seru Denis dari kejauhan sambil berlari ke arahku.

"Anak Papa sudah lapar? Ayo ... Denis mau makan apa?"  ujarku sembari mengangkatnya ke dalam gendonganku. 

"Es krimmm!" serunya dengan semangat.

"Baiklah, ayo kita pergi ke cafe seberang!" ujarku sembari mencium pipinya menuju mobil yang aku parkirkan di area dekat taman.

"Papa jangan cium pipi Denis terus," ucapnya saat aku memakaikannya sabuk pengaman. Dengan bibirnya yang maju beberapa centi, dia terlihat sangat menggemaskan. 

"Kenapa?" tanyaku dengan wajah serius.

"Denis sudah besar, Papaaa," ucapnya dengan nada panjang di akhir kata. 

"Oke, baiklah," ucapku dengan menunjukkan ibu jari ke arahnya, dan Denis pun tersenyum lebar. 

Saat aku menuntun Denis masuk ke dalam cafe, semua mata memandang ke arah kami. Hal itu sudah biasa bagiku, tapi tidak bagi Denis. Denis merasa risih dan menggenggam erat jemariku yang menuntunnya. Saat kami duduk di kursi pun, mata-mata mereka masih sedikit-sedikit mencuri pandang ke arah kami. Aku yang memiliki darah campuran dan Denis yang mewarisi ketampananku, membuat beberapa pasang mata, memandang kami dengan kagum. 

"Papaaaa, aku ingin eskrimm!" Denis berteriak di sela aku yang sedang membuka-buka menu cafe. 

"Oke, oke, Papa akan memesankannya untukmu," ucapku, sepertinya Denis sudah tidak sabar. 

"Excuse me, i want this one and this one."

Aku memanggil salah seorang waiters yang melewati mejaku dan Denis, kemudian menunjuk pesanan yang kami inginkan dalam buku menu. 

Aku memesankan Denis Ice cream waffle avocado, karena dia sangat menyukai buah dengan isi berwarna hijau itu. Tidak lama, pesanan kami pun datang, Denis terlihat sangat senang. Es krim yang dihias sedemikian rupa dengan berbagai macam topping, mencuri perhatiannya.

Untukku, aku hanya memesan cappuccino hangat dengan waffle premium chocolate, keduanya adalah paket menu favoritku. Aku tersenyum melihat Denis, dia terlihat sangat senang, pipinya yang gembil terdapat sedikit coklat yang menempel. 

"Denis, ada coklat di pipimu, Sayang," ucapku sembari mengulurkan tangan ingin membersihkannya, tetapi dengan cepat dia menolak. 

"Papa, aku sudah besar. Aku bisa membersihkannya sendiri," balasnya sembari berusaha membersihkan pipinya dengan baju yang dikenakan. 

"Sayang, kamu bisa menggunakan tisu untuk membersihkannya," nasihatku dan memberikan dua lembar tisu ke arahnya. Denis pun menerima dan membersihkan pipinya.

"Denis, makanlah yang tenang ya!" ujarku memberitahu Denis. 

"Baik, Papa," jawabnya menurut.

Setelah aku dan Denis menghabiskan makanan, aku pun menuju kasir untuk membayar. Saat bangkit dari tempat dudukku dan berjalan beberapa langkah, ada seorang gadis yang menabrakku dari arah belakang, aku mengetahui dia seorang gadis dari suaranya yang langsung mengatakan 'maaf'. Aku pun yang merasa dia sengaja menabrakkan diri denganku, segera berbalik dan ingin sedikit menegurnya. 

Untuk beberapa saat, mataku lekat memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dalam hati aku berkata 'gadis yang sangat sederhana'. Dia terus meminta maaf dengan raut wajah yang sangat merasa bersalah. Karena enggan menanggapinya, aku berbalik dan kembali meneruskan langkahku menuju kasir. 

Setelah selesai membayar,  aku pun yang merasa terburu-buru, sebab tidak ingin meninggalkan Denis terlalu lama dengan cepat berbalik badan. Betapa terkejutnya aku, secara tidak sengaja aku menabrak seorang gadis yang juga sedang berdiri antri di belakangku, sampai dia terjungkal, dan aku pun refleks menangkapnya. Kami terdiam untuk beberapa saat, sampai dia menginterupsi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status