Share

Bab 7 Sentuhan Malam Pertama

"Jangan lakukan hal bodoh ini hanya karena aku …."

Pemilik alis tebal itu tak meneruskan kalimatnya. Ucapannya membuatku jadi berpikir penuh tanda tanya. Aku apa? 

Lalu, tangannya menghapus lembut jejak air mataku yang sedari tadi tak mau berhenti mengalir. Hanya saja, percuma ia hapus, kenyataannya tak mau berhenti.

"Maaf," bisik Den Abimanyu lirih.

Mata lelakiku kini sudah basah sama halnya denganku. Sementara, bibirnya menempel di pipiku.

Jantungku ini seakan berhenti terpompa. Bahkan saluran pernapasanku pun seolah tersumbat. Aku bisa mati kalau begini, dengan cara Den Abimanyu mendekatiku.

"Setelah makan, kamu minum obat dan beristirahatlah," titahnya.

Kepalanya dijauhkan dari wajahku. Sekali lagi, Den Abimanyu mengusap pipiku dengan lembut, lalu tangannya menggenggam erat jemariku.

Lelaki tinggi tegap itu langsung berdiri menjauh setelah memastikan air mataku berhenti mengalir. Kuiringi langkahnya yang berbalik memunggungiku, semakin lama semakin menjauh. Kuelus dada yang terus berdebar-debar menetralkan detaknya. 

"Den Abimanyu barusan menyentuhku," batinku. 

Tak dapat aku pungkiri jika ada benih cinta yang bergetar dalam hati ini. Tapi, bisakah cinta ini bersatu dengan jiwanya mengingat kedudukkan Nyonya Nadia ada diposisi tertinggi. Wanita yang lahir dari keluarga konglongmerat itu tak mungkin mau membagi suaminya dengan yang derajatnya lebih rendah.

***

Kututup jendela sebelum angin malam menembus masuk ke dalam. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Suara jangkrik dan binatang malam mengiringi perjalanan waktu yang semakin berputar cepat.

Dari balik tirai aku masih bisa menyaksikan sinar bulan yang merasuk ke celah-celah lubang angin. Mataku menatap dari balik kaca yang transfaran keindahan bulan purnama yang bersinar penuh.

Indah, tapi tak tergapai tanganku. Sama halnya dengan Den Abimanyu lelaki yang sangat sempurna, namun  tak dapat kumiliki. Kalau boleh aku masuk ke dalam hatinya ingin kulihat di sana, apakah ada nama Salma terukir indah di dalamnya. 

Aku rela, meski bagianku hanya lima persen saja. Sedangkan yang lainnya buat Nyonya Nadia.  Bagiku sudah luar biasa, mendapat perhatian kecil meski hanya sesaat saja.

Sesekali kudengar suara jangkrik bernyanyi merdu. Mungkin binatang malam itu hendak menemani wanita yang sedang kesepian ini menahan rindu pada lelakinya. Apalah daya kasihku tak sampai padanya yang sekarang mungkin sedang memadu kasih dengan belahan jiwanya.

Aduhai Salma, mengapa kamu tak pernah jera menunggu kekasihmu datang? Apakah tidak lelah dirimu menerima duka darinya yang hanya menyentuhmu sekali dua kali saja.

Kuhempaskan tubuhku di atas ranjang memejamkan mata yang terasa lelah, berharap bercinta dengan kekasih pujaan hatiku meski itu dalam mimpi. Meski ranjang yang aku tiduri begitu luas, tetap saja terasa sempit seperti hatiku yang sedang merindukan kehadiran Den Abimanyu. 

"Salma," samar kudengar suara Den Abimanyu di luar kamar memanggilku

Refleks aku bangun dari tidur dan menarik handel pintu mendatangi sumber suara yang tadi menyapaku.

"Den Abimanyu!" 

Sosok yang mampu menggetarkan detak jantungku kini sudah berdiri tegak dihadapanku. Netranya mengunci pandanganku dengan gerakkan yang tak dapat aku jabarkan. 

Den Abimanyu selangkah demi langkah maju mendekatiku, hingga jarak kami nyaris tak ada batas. Tubuhnya rapat menghimpitku dan tidak ada lagi penghalang yang menjadi pemisah antara kami berdua. Tangannya mengunci gerakkanku.

Tubuhku terbang, jiwaku melayang kala lelaki yang sangat kurindukan berbisik di telingaku. "Malam ini aku akan menghabiskan waktu bersammu."

Malam ini, kuserahkan ragaku seutuhnya untuk Den Abimanyu. Lelaki yang sudah menyatu dalam jiwaku. Aku serahkan kesucianku hanya untuknya meski hati ini menolak sentuhannya. Tak dapat kutolak  bila aku jantuh cinta pada ketampanannya. Pria gagah, sempurna di mata para wanita. 

Desahan napasku, menyatu dengannya seiring gerakan erotis yang dilakukannya. Satu-persatu Den Abimanyu melepas kancing bajuku hingga tanpa sadar aku sudah tanpa sehelai benang pun. 

"Aku akan melakukannya pelan-pelan, Salma. Kamu harus bisa menahan rasa sakitnya sebentar saja," ucapnya berbisik. 

Kupejamkan  mata menikmati sentuhan demi sentuhan yang ia lakukan. Aku tenggelam dalam samudra kenikmatan yang ia ciptakan malam ini, dan tak mampu keluar dari dasarnya.

Terpenjara dalam satu kata cinta. Meski jiwaku terbelenggu dalam ikatan sementara aku lupa kalau cinta ini seperti tak ada logika yang membuatku gila.

Seorang Salma, lupa dengan kedudukkannya. Ia lupa kalau cintanya hanya untuk sementara demi melahirkan anak dari keturunan seorang pria besar seperti Den Abimnyu. Yah, aku rela walau cinta Den Abimanyu hanya sementara.

Penyatuan jiwa ini membuatku lupa dalam gelora asmara yang membara. Kurasakan hal yang sama pada Den Abimanyu yang bukan hanya sekedar menunaikan kewajiban saja, tapi lebih dari itu ia menginkanku. Ibarat serigala kelaparan ingin segera mengenyangkan perutnya.

Sprei yang tertata rapi, kini sudah ternoda bercak darah. Seorang Salma sudah kehilangan kesuciannya. Bantal dan selimut pun sudah tak ada di posisinya, sudah jatuh berserakkan di atas lantai. 

Percintaan yang dilakukan Den Abimanyu membuatku gila, untung aku bisa mengimbangi gerakannya. Sampai sesaat kemudian aku sadar sudah kehilangan mahkota yang paling berharga.

"Aku mencintaimu, Salma. Terimakasih sudah membuatku bahagia malam ini."

Den Abimanyu membisikkan kata cinta hingga membuatku terbang melayang ke angkasa. Kata cinta itu membuat daun telingaku terasa panas. Meski apa yang di katakannya dusta aku rela. Andai pun setelah ini aku hamil dan ia tak menyentuhku lagi juga tak mengapa.

"Salma, kaulah pemenangnya. Sikap dinginku ini sudah mengalahkan hasratku untuk tak mendekatimu."

Seulas senyum menghias di bibir tipis itu. Kembali Den Abimanyu mengecup keningku dengan lembut dan membisikkan kata mesra. Dan kemudian ia menenggalamkan kepalaku di dadanya. 

Setelah kedua raga ini merasa lelah memadu cinta, kami saling menatap melempar senyum. Aku menunduk dengan malu menatap lelaki yang barusan saja menyentuhku. 

Runtuh, runtuh sudah tekadku untuk tak mencintainya. Terbukti aku tak bisa menolak sentuhannya yang begitu menggelora hingga membuat dadaku berdebar hebat. Dan aku pun tak mampu menahan diri untuk menolak setiap gerakkan yang ia lakukan dalam menyusuri lekuk tubuhku.

Kalau sudah begini, bagaimana aku tak jatuh cinta dengannya. Lelaki, tampan yang terlihat sempurna itu begitu gagah di mataku bagai seekor kuda jantan yang berani maju di Medan perang. 

***

Esok harinya aku mandi keramas dan begitu juga dengan Den Abimanyu. Sebelum akhirnya kami turun ke bawah untuk menemui nyonya besar. 

"Selamat pagi, Mami," sapa Den Abimanyu menarik kursi meja makan. 

Nyonya Besar Kinanti hanya tersenyum saat menatapku. Rambut basah, dan tubuh yang wangi membuat ia semakin tertawa puas. 

"Hem … pagi juga, Anakku," jawabnya singkat.

Sebuah hidangan pagi sudah tersiapkan di atas meja makan dan tertata dengan sempurna. Tak lupa juga dipersiapkan ramuan khusus untukku yang sudah tersedia di hadapanku.

"Salma, minum ramuan ini untukmu! Biar kamu cepat hamil dan benih dalam rahimmu bisa bertahan," ucap Nyonya Besar Kianti. 

Aku dan Den Abimanyu saling berpandangan satu sama lain. Mungkin nyonya besar sudah tahu kalau tadi malam kami sudah menghabiskan waktu bersama dalam satu kamar.

"Ramuan apa ini, Mami?" tanya Den Abimanyu memperhatikan isinya.

"Ramuan agar Salma segera hamil dan cepat memberikan Mami seorang cucu," kata nyonya besar menyuapkan roti tawar ke dalam mulutnya.

Aku hanya diam tak menimpali pembicaraan nyonya besar dan Den Abimanyu. Sedikit demi sedikit kunikmati makananku yang sudah tersedia di hadapanku. 

Tak lama kemudian muncul Ibu membawakan jus jeruk ke meja makan. Ia menuangkan ke gelas nyonya besar dan Den Abimanyu. Sekilas bisa kulihat wajah wanita yang sudah dua puluh lima tahun membesarkanku itu tersenyum menatapku lekat. 

"Silahkan diminum, Den jus jeruknya!" ucap Ibu selesai menuangkan jus itu.

"Hem."

Den Abimanyu hanya menjawab deheman saja.

Setelah selesai melayani kami, Ibu kemudian kembali ke belakang membawa gelas kosong dengan nampan. Ramuan yang tadi disediakan sudah aku tandaskan isinya dengan cepat. 

***

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status