Clara seketika tercengang. Apa dirinya tidak salah dengar? Apa yang baru saja dikatakan oleh Sebastian? Melahirkan seorang anak? Clara menatap Sebastian dengan tatapan tak percaya.
Clara telah bekerja sebagai asisten pribadi Sebastian selama tiga tahun. Selama itu, Clara belum pernah melakukan hal semacam ini. Meminjam uang dalam jumlah yang sangat besar. Entah bagaimana cara Clara mengembalikannya? Yang terpenting Clara bisa mendapatkan pinjaman.
“Tuan, apa maksud Anda?” Clara mencoba meminta penjelasan lebih.
“Aku rasa kamu cukup pintar dalam memahami kata-kataku, Clara!” cetus Sebastian.
Clara mendongak, menatap Sebastian dengan ujung mata kemerahan.
“Tuan, saya adalah wanita bersuami.” Clara mengingatkan.
Sebastian menyunggingkan senyumnya lalu berkata. “Aku tahu, justru itu aku memilihmu karena kamu sudah tidak virgin.”
Clara ingin menyangkal, akan tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Apa pun alasannya, semua itu adalah hal yang tidak benar. Akan tetapi, Clara sangat membutuhkan uangnya. Dan itu membuat Clara merasa dilema.
“Tuan saya…”
“Sebelum kau bicara, aku harap kau sadar posisimu, Clara. Terima tawaran itu dan dapatkan uangnya!” tegas Sebastian. Dia menyunggingkan senyum tipis. “Atau jika tidak, kau harus angkat kaki dari Abraham Group.”
Clara membulatkan matanya lebar-lebar. Apa maksudnya dengan angkat kaki? Mungkinkah Sebastian akan memecat dirinya? Jika benar, maka itu tidak boleh terjadi. Clara sangat membutuhkan uang itu, dan dia akan mendapatkannya, bagaimanapun caranya.
Tanpa pikir panjang, Clara berkata, “Saya menerima tawaran Anda.”
Mendengar hal itu, Sebastian memiringkan kepalanya, menatap Clara dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Selanjutnya, dia bangkit dari posisinya kemudian menghampiri Clara, diraihnya dagu lancip wanita itu, dan membuatnya menatap dirinya.
“Clara, kamu milikku sekarang,” ucapnya dengan suara dingin. “Mulai saat ini, kamu harus melakukan apa yang aku perintahkan termasuk melayaniku malam ini!”
Setelah mengatakan itu, Sebastian menatap Andrew si kepala pelayan.
Bertahun-tahun bekerja dengan Sebastian, Andrew jelas tahu arti tatapan itu. Segera dia menyuruh para bawahannya untuk melakukan tugasnya.
“Bawa Nona Clara ke atas!”
“Baik, Tuan.”
“Silakan ikut kami, Nona,” ucap salah satu pelayan.
Perlahan Clara berdiri dari posisinya, lalu mengikuti langkah pelayan tanpa lagi menoleh ke belakang. Setelah menaiki anak tangga, Clara sampai di lantai atas. Dia memasuki sebuah kamar yang cukup besar, dengan aroma maskulin yang begitu kuat.
“Tidak mungkin ini kamar Tuan Bastian,” batin Clara. Terlalu sibuk memperhatikan sekitar, Clara terkesiap saat seorang pelayan bersuara.
“Silakan, Nona.”
Clara menatap pelayan yang tengah mengarahkan kedua tangannya ke arah kamar mandi. Dan itu artinya dirinya harus mengikuti ucapannya. Kebetulan sekali Clara memang harus mandi karena tubuhnya basah kuyup oleh air hujan.
Clara memasuki kamar mandi, dan melihat bathub telah terisi penuh oleh air hangat. Clara terkejut saat pelayan menyentuh pakaiannya.
“Biar saya bantu bukakan,” ucap pelayan.
Clara tidak heran dengan kebiasaan orang-orang kalangan atas yang selalu ingin dilayani. Namun, hal itu justru membuat Clara merasa risih, sehingga dia menolak bantuan sang pelayan.
“Terima kasih, tapi aku bisa melakukannya sendiri.”
Pelayan itu mengangguk, sebelum benar-benar meninggalkan Clara, dia berkata. “Pakaian ganti Anda sudah saya siapkan di atas kasur.”
“Baik, terima kasih.” Tak henti-hentinya Clara mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang mereka berikan. Padahal dirinya bukan majikan mereka.
Clara melucuti pakaiannya yang basah dan menjatuhkannya begitu saja, kemudian masuk ke dalam bak mandi. Seketika Clara merasakan kehangatan pada tubuhnya yang sebelumnya terasa beku. Clara bukanlah orang yang berasal dari kalangan atas sehingga hal semacam ini jarang dia lakukan.
Selesai berendam, Clara segera keluar dari air. Lantas dia keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono yang membungkus tubuh seksinya. Dia meraih celana dalam kemudian memakainya, selanjutnya dia mengambil pakaian yang disiapkan oleh pelayan dan seketika membulatkan mata.
“Baju macam apa ini?” gumam Clara. Gaun tipis tembus pandang ini terlihat mengerikan. Clara menggibit bibir bawahnya.
Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Clara.
Sebastian memasuki ruangan dengan jubah tidur satin yang mewah. Tatapannya tertuju pada Clara yang masih mengenakan handuk. Aroma sabun menyapa indera penciumannya, membangkitkan sesuatu dalam diri Sebastian.
Ini pertama kalinya Sebastian melihat Clara dengan rambut basahnya. Sebastian adalah pria normal yang memiliki rasa ketertarikan. Dan dalam hal ini, Clara berhasil membuatnya terkesima hanya dengan hal sepele.
“Rambutmu bagus,” puji Sebastian. Langkah kakinya bergerak mendekati sudut ruangan. Lantas mendudukkan dirinya di single sofa dengan kaki bertumpuk. “Kenapa masih belum berganti baju? Kamu sengaja ingin membuatku menunggu?” imbuhnya.
“Tapi, Tuan. Apa aku harus memakai pakaian seperti ini?” tanya Clara polos.
Sebastian berdecak, raut wajahnya terlihat agak kesal. “Pakai atau aku yang memakaikannya?”
“Saya akan memakai sendiri,” jawab Clara. Dia melangkah ke arah kamar mandi untuk berganti pakaian, akan tetapi suara Sebastian kembali menghentikan langkahnya,
“Tunggu, Clara!”
Clara sontak menoleh ke arah Sebastian lalu bertanya. “Ada apa, Tuan?”
“Kamu mau ke mana?” tanya Sebastian.
“Tentu saja berganti pakaian,” jawab Clara.
Mendengar hal itu, Sebastian menyunggingkan senyumnya, kemudian berkata, “Ganti di sini saja!”
Ketika Clara membuka mata, dia menemukan dirinya dalam ruangan serba putih. Aroma desinfektan sangat menyengat. Dan Clara bisa menebaknya, bahwa ini adalah rumah sakit. Clara memejamkan mata sejenak, berharap ini adalah mimpi, namun, ketika dia membuka mata kembali, dia menemukan ruangan yang sama. Dan artinya ini adalah kenyataan. Ingatan tentang kejadian sebelumnya terekam jelas di benaknya, di mana dirinya mendapat telepon bahwa suaminya mengalami kecelakaan. Dan saat dia memutuskan untuk memastikan sendiri ke tempat kejadian, dia mendapati sebuah kenyataan pahit. Suaminya tidak selamat! Clara kembali terisak. Dia tidak bisa membayangkan bila hidup tanpa Sebastian. Pria itu bukan hanya sekedar sosok suami, melainkan belahan jiwa, penyelamat di kala dirinya terpuruk, dan Clara tidak akan melupakan segalanya yang pernah diberikan Sebastian kepada dirinya. “Bastian, kenapa kamu meninggalkan aku?” Suara tangis Clara semakin keras. Suara pintu terbuka, Rosalia muncul dengan raut w
Gagang telepon yang Clara pegang, terlepas dari genggamannya. Menimbulkan suara yang menarik perhatian Sania. Wanita paruh baya itu seketika menoleh ke arah sumber suara dan melihat Clara berdiri dengan tatapan kosong. “Sayang ada apa?” tanya Sania perlahan berjalan mendekat. “Tidak mungkin!” Clara menggeleng cepat. Dalam sekejap matanya dipenuhi kaca-kaca bening. “Ini tidak mungkin!” Detik selanjutnya Clara menumpahkan air matanya. Sania seketika panik. Dia mendekati menantunya. “Sayang, apa yang terjadi?” Sania mengulangi pertanyaan yang sama. Mendadak Sania jadi ketakutan. Terlebih ketika melihat Clara menjatuhkan bobot tubuhnya ke lantai sembari menangis. Mendadak Kaisar menjadi sangat rewel. Suasana di dalam mansion menjadi genting. Edward yang mendengar suara bising segera menghampiri tuannya dan menanyakan apa yang tengah berlaku. Namun, sepertinya Clara masih enggan mengungkapkannya. Wanita itu malah tenggelam dalam tangisnya. “Clara, tolong jawab kami,” ucap S
Sebastian tiba di gedung tempat diadakannya acara ulang tahun putranya. Sebelumnya dia sudah memberitahu Ramon bahwa dirinya akan datang. “Saya bisa saja menjemput Anda, Tuan.” Ramon segera menyambut kedatangan Sebastian. Dia merasa tidak enak hati karena telah membiarkan pria itu datang sendiri. “Tidak masalah, aku sudah lama tidak mengendarai mobil sendiri,” ujar Sebastian. Keduanya lantas memasuki ballroom. Beberapa orang tampak berlalu lalang. Sibuk menyiapkan dekor dan keperluan lainnya. Sebastian mulai mengamati, sesekali mendengar Ramon yang menjelaskan detail pengerjaan proyek ini. “Secara keseluruhan, persiapan baru mencapai 60 persen, Tuan,” ucap Ramon. Sebastian mengangguk paham. Seperti yang dia lihat, pengerjaan dekorasi baru separuh berjalan. Sementara acara jatuh pada esok hari. Sebastian tidak terlalu khawatir. Sebab semua dilakukan oleh orang-orang yang profesional. Sementara di sebuah sudut ruangan. Seseorang tampak memperhatikan mereka secara diam-dia
Perjamuan di rumah tua berjalan dengan lancar dan penuh khidmat. Senyum serta canda tawa mewarnai acara makan siang hari itu. Tidak ada yang tidak tersenyum, semua orang tampak bersenang-senang. Para pria tampak sibuk membicarakan masalah pekerjaan dan bisnis. Sementara para wanita tak jauh-jauh dari soal dapur. Sania terlihat antusias mendengarkan penjelasan Rosalia tentang suatu resep masakan. Dan rupanya, kemampuannya memasak selama ini jauh di bawah wanita itu. Lucia yang turut mendengarkan pun hanya bisa menghela napas panjang. Pasalnya, selama ini dirinya tidak pernah memasak. Dia selalu mengandalkan pelayan. “Sepertinya di sini hanya aku yang tidak pandai memasak,” rutuknya dengan wajah suram. Hal itu membuat semua orang menatap ke arahnya. Clara yang duduk di dekat Lucia, meraih jemari wanita itu. “Bibi pikirkan kesehatan saja, jangan pikirkan yang lain,” tegur Clara. Lucia memandang Clara, dia menemukan ketenangan setelah mendengar ucapan wanita itu. Ternyata benar, ke
Setelah pertemuan dua keluarga itu, hubungan mereka semakin erat terjalin. Jika kemarin keluarga Abraham datang mengunjungi keluarga Rein. Kini giliran keluarga Rein yang datang mengunjungi keluarga Abraham. Hari itu bertepatan dengan kepulangan Luois dan Lucia dari luar negeri serta Dareen yang juga turut kembali. Perjamuan dilakukan di rumah tua, tempat Maxime Abraham tinggal. Sejak pagi, para pelayan sibuk berlalu-lalang menyiapkan ruangan serta hidangan. Sania yang biasanya berada di mansion Sebastian, kini sejak pagi sudah sampai di rumah tua guna mengurus masalah persiapan. Dia menentukan menu makanan, serta memastikan semua rencana terealisasi dengan benar. Lucia memang belum sembuh benar, namun wanita itu turut membantu meski hanya pekerjaan kecil seperti membuat garnis atau memilih anggur di gudang. “Kamu jangan terlalu bekerja keras. Kamu harus banyak beristirahat,” tegur Sania kepada Lucia yang kini sibuk memilih anggur. “Ini tidak berat, lagi pula dokter tidak memper
Clara segera menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara tangis putranya. Dia segera mencuci tangan kemudian mengusapnya dengan kain. Rosalia yang mendengar itu pun tampak terkejut. Dia segera memandang putrinya. “Itu suara Kaisar,” katanya dengan raut wajah kaget. “Ya, Bu. Aku akan memeriksanya dulu.” Clara segera beranjak meninggalkan dapur belakang. “Ya, Baiklah.” Clara muncul ketika Sania membaringkan Kaisar di atas sofa. Aroma tak sedap membuat wanita itu secara spontan memeriksa bagian bokong Kaisar. Seketika itu dia menepuk keningnya. “Astaga, dia buang air besar,” ujar Sania yang seketika membuat semua orang tertawa. Clara segera menghampiri putranya, mengambil perlengkapan bayi yang dia letakkan di sofa. “Itu artinya dia suka berada di sini,” ujar Maxime sembari menumpuk kedua tangan di atas ujung tongkat. “Benar, kata pepatah memang seperti itu,” timpal Leonard. “Bagaimanapun ini adalah rumah kakeknya juga, sudah pasti dia akan betah.” Kaisar sudah dibersihkan d