“Apa?” Clara menatap Sebastian tak percaya.
“Clara, kamu sungguh membuatku kesal!” Kehilangan kesabaran, Sebastian berdiri dari duduknya. Melangkah cepat menghampiri Clara.
Clara termundur ke belakang. “Tuan, Anda mau apa?” tanya Clara takut-takut.
“Diam dan patuh!”
Ucapan Sebastian membuat Clara diam seribu bahasa. Dia hanya bisa pasrah ketika Sebastian melepas simpul tali handuk kimono yang dia kenakan. Detik selanjutnya, kain yang membungkus tubuhnya itu terjatuh ke lantai, menampilkan tubuh seksi menawan Clara yang hanya mengenakan pakaian dalam.
Sebelah sudut Sebastian tertarik ke samping ketika melihatnya. Dia merasa desiran aneh menjalar ke sekujur tubuhnya.
“Sepertinya kamu lebih bagus tanpa mengenakan ini.” Sebastian merengkuh pinggang Clara, dan menarik tengkuk wanita itu lalu mendaratkan kecupan di bibir.
Clara terkesiap, serangan ini begitu mendadak. Meski begitu, dia tidak berniat menolak sentuhan yang Sebastian berikan.
Puas dengan permainan bibir, Sebastian beralih pada anggota tubuh lainnya. Posisi ini membuat Sebastian tidak nyaman. Dia menggiring Clara ke atas kasur dan kembali menyerangnya.
Kali ini dia bermain-main dengan dua buah keranuman milik Clara. Tangan Sebastian memutar, meremas dan memilin. Bagai bayi besar, Sebastian begitu menikmati ujung yang telah mencuat.
Clara meloloskan lenguhannya akibat ulah Sebastian. Tanpa sadar, tangannya meremas rambut Sebastian dan menyebut nama pria itu dengan rintihan penuh kenikmatan.
“Tuan, Sebastian!”
Sebastian telah terkurung hasrat, segera melancarkan aksinya. Kain segitiga yang menutupi area kewanitaan Clara diturunkan, dia segera menyatukan miliknya dengan milik Clara. Saat memasukinya, Sebastian merasakan sesuatu yang sangat mengejutkan.
“Clara, kamu masih perawan?”
Clara terpejam. Air mata Clara lolos begitu saja. Satu-satunya mahkota yang dia jaga hanya untuk sang suami kini terenggut sudah. Meski semua terjadi bukan karena keinginannya. Akan tetapi, Clara tetap merasa bersalah. Rasa sakit akibat area intimnya yang diterobos secara paksa tak sebanding dengan rasa sakit dalam hatinya.
“Mohon pelan sedikit, Tuan.” Clara merasa tubuhnya seolah terbelah.
Sebastian memang sudah bergerak pelan, akan tetapi, ini yang pertama kali bagi Clara. Jelas saja wanita itu akan kesakitan.
Sementara Sebastian merasa terkejut kala mendapati Clara masih virgin saat pertama kali memasukinya. Seperti yang dia tahu, Clara telah menikah satu tahun yang lalu. Siapa sangka wanita itu masih perawan.
“Mppphhhhh!” Suara desahan Clara menggema di ruangan. Tanpa sadar menikmati permainan panas bersama Sebastian. Malam pertama yang seharusnya dia lakukan bersama sang suami, justru dihabiskan bersama pria lain yang tak lain adalah bosnya sendiri.
Yang Clara sesalkan adalah, Clara melakukan semua ini karena uang. Kenyataan bahwa Clara juga menikmatinya membuat Clara mengumpati diri sendiri. Sebagai wanita yang telah bersuami, bohong jika Clara tidak ingin disentuh, namun karena kondisi suaminya yang tidak memungkinkan. Membuat Clara harus menerima sentuhan dari pria lain.
Clara hanyut dalam permainan penuh hasrat hingga melupakan William.
Sebastian mempercepat ritme gerakanannya.
“Ahhhhhh!” suara lenguhan panjang dari bibir keduanya terdengar nyaring sebagai tanda bahwa permainan telah mencapai puncak.
Sebastian merunduk, mengecup kening Clara dan berucap, “Terima kasih, Clara. Aku sangat puas!”
Clara memejamkan mata. Dalam hati menolak perlakuan Sebastian terhadap dirinya, namun reaksi tubuh Clara berbeda. Dia merasa bahwa Sebastian melakukannya dengan sangat lembut dan penuh cinta. Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari William, suaminya.
“Besok, kamu pergilah ke dokter obgyn, periksakan kondisi rahimmu, aku ingin kamu segera mengandung anakku!” titah Sebastian.
“Baik, Tuan.” Clara juga berpikir bahwa lebih cepat lebih baik. Mengandung bukanlah hal yang mudah. Clara juga harus berpikir bagaimana cara untuk menghindari kedua orang tua William selama dirinya mengandung anak Sebastian.
Selesai melakukan permainan panas, Clara berpamitan ke kamar mandi. Dia menatap dirinya melalui pantulan di cermin. Jejak kemerahan terlihat nyaris di semua anggota tubuhnya. Dalam sekejap, Clara telah berubah menjadi seorang penghianat.
Bagaimana tidak, suaminya telah berjuang di antara hidup dan mati, tetapi dirinya justru bertukar peluh bersama pria lain, bahkan menerima tawaran untuk mengandung benih pria itu. Clara merasa dirinya benar-benar sangat buruk. Clara juga merasa dirinya telah gagal menjadi istri.
Clara hanya berharap apa yang dia lakukan ini tidak sia-sia. Demi kesembuhan William, dia rela menukar harga dirinya dengan uang.
Sementara di kamar, Sebastian menyunggingkan senyumnya kala melihat noda merah yang terdapat pada sprei tempat tidur, hal itu menandakan bahwa Clara benar-benar masih perawan. Oleh karena itu, Sebastian akan memperlakukan Clara dengan layak sebagai hadiah karena telah memberikan keperawanannya kepada dirinya.
Saat keluar dari kamar mandi, aroma daging panggang menyentuh indera penciuman Clara. Dia tertegun ketika melihat meja telah terisi penuh dengan makanan, dia memandang Sebastian yang sudah mengenakan kembali jubah tidurnya.
Dengan senyum lebarnya Sebastian berkata, “Kemari, ayo makan. Setelah ini kita akan bermain ronde selanjutnya.”
“Apa?”
Ketika Clara membuka mata, dia menemukan dirinya dalam ruangan serba putih. Aroma desinfektan sangat menyengat. Dan Clara bisa menebaknya, bahwa ini adalah rumah sakit. Clara memejamkan mata sejenak, berharap ini adalah mimpi, namun, ketika dia membuka mata kembali, dia menemukan ruangan yang sama. Dan artinya ini adalah kenyataan. Ingatan tentang kejadian sebelumnya terekam jelas di benaknya, di mana dirinya mendapat telepon bahwa suaminya mengalami kecelakaan. Dan saat dia memutuskan untuk memastikan sendiri ke tempat kejadian, dia mendapati sebuah kenyataan pahit. Suaminya tidak selamat! Clara kembali terisak. Dia tidak bisa membayangkan bila hidup tanpa Sebastian. Pria itu bukan hanya sekedar sosok suami, melainkan belahan jiwa, penyelamat di kala dirinya terpuruk, dan Clara tidak akan melupakan segalanya yang pernah diberikan Sebastian kepada dirinya. “Bastian, kenapa kamu meninggalkan aku?” Suara tangis Clara semakin keras. Suara pintu terbuka, Rosalia muncul dengan raut w
Gagang telepon yang Clara pegang, terlepas dari genggamannya. Menimbulkan suara yang menarik perhatian Sania. Wanita paruh baya itu seketika menoleh ke arah sumber suara dan melihat Clara berdiri dengan tatapan kosong. “Sayang ada apa?” tanya Sania perlahan berjalan mendekat. “Tidak mungkin!” Clara menggeleng cepat. Dalam sekejap matanya dipenuhi kaca-kaca bening. “Ini tidak mungkin!” Detik selanjutnya Clara menumpahkan air matanya. Sania seketika panik. Dia mendekati menantunya. “Sayang, apa yang terjadi?” Sania mengulangi pertanyaan yang sama. Mendadak Sania jadi ketakutan. Terlebih ketika melihat Clara menjatuhkan bobot tubuhnya ke lantai sembari menangis. Mendadak Kaisar menjadi sangat rewel. Suasana di dalam mansion menjadi genting. Edward yang mendengar suara bising segera menghampiri tuannya dan menanyakan apa yang tengah berlaku. Namun, sepertinya Clara masih enggan mengungkapkannya. Wanita itu malah tenggelam dalam tangisnya. “Clara, tolong jawab kami,” ucap S
Sebastian tiba di gedung tempat diadakannya acara ulang tahun putranya. Sebelumnya dia sudah memberitahu Ramon bahwa dirinya akan datang. “Saya bisa saja menjemput Anda, Tuan.” Ramon segera menyambut kedatangan Sebastian. Dia merasa tidak enak hati karena telah membiarkan pria itu datang sendiri. “Tidak masalah, aku sudah lama tidak mengendarai mobil sendiri,” ujar Sebastian. Keduanya lantas memasuki ballroom. Beberapa orang tampak berlalu lalang. Sibuk menyiapkan dekor dan keperluan lainnya. Sebastian mulai mengamati, sesekali mendengar Ramon yang menjelaskan detail pengerjaan proyek ini. “Secara keseluruhan, persiapan baru mencapai 60 persen, Tuan,” ucap Ramon. Sebastian mengangguk paham. Seperti yang dia lihat, pengerjaan dekorasi baru separuh berjalan. Sementara acara jatuh pada esok hari. Sebastian tidak terlalu khawatir. Sebab semua dilakukan oleh orang-orang yang profesional. Sementara di sebuah sudut ruangan. Seseorang tampak memperhatikan mereka secara diam-dia
Perjamuan di rumah tua berjalan dengan lancar dan penuh khidmat. Senyum serta canda tawa mewarnai acara makan siang hari itu. Tidak ada yang tidak tersenyum, semua orang tampak bersenang-senang. Para pria tampak sibuk membicarakan masalah pekerjaan dan bisnis. Sementara para wanita tak jauh-jauh dari soal dapur. Sania terlihat antusias mendengarkan penjelasan Rosalia tentang suatu resep masakan. Dan rupanya, kemampuannya memasak selama ini jauh di bawah wanita itu. Lucia yang turut mendengarkan pun hanya bisa menghela napas panjang. Pasalnya, selama ini dirinya tidak pernah memasak. Dia selalu mengandalkan pelayan. “Sepertinya di sini hanya aku yang tidak pandai memasak,” rutuknya dengan wajah suram. Hal itu membuat semua orang menatap ke arahnya. Clara yang duduk di dekat Lucia, meraih jemari wanita itu. “Bibi pikirkan kesehatan saja, jangan pikirkan yang lain,” tegur Clara. Lucia memandang Clara, dia menemukan ketenangan setelah mendengar ucapan wanita itu. Ternyata benar, ke
Setelah pertemuan dua keluarga itu, hubungan mereka semakin erat terjalin. Jika kemarin keluarga Abraham datang mengunjungi keluarga Rein. Kini giliran keluarga Rein yang datang mengunjungi keluarga Abraham. Hari itu bertepatan dengan kepulangan Luois dan Lucia dari luar negeri serta Dareen yang juga turut kembali. Perjamuan dilakukan di rumah tua, tempat Maxime Abraham tinggal. Sejak pagi, para pelayan sibuk berlalu-lalang menyiapkan ruangan serta hidangan. Sania yang biasanya berada di mansion Sebastian, kini sejak pagi sudah sampai di rumah tua guna mengurus masalah persiapan. Dia menentukan menu makanan, serta memastikan semua rencana terealisasi dengan benar. Lucia memang belum sembuh benar, namun wanita itu turut membantu meski hanya pekerjaan kecil seperti membuat garnis atau memilih anggur di gudang. “Kamu jangan terlalu bekerja keras. Kamu harus banyak beristirahat,” tegur Sania kepada Lucia yang kini sibuk memilih anggur. “Ini tidak berat, lagi pula dokter tidak memper
Clara segera menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara tangis putranya. Dia segera mencuci tangan kemudian mengusapnya dengan kain. Rosalia yang mendengar itu pun tampak terkejut. Dia segera memandang putrinya. “Itu suara Kaisar,” katanya dengan raut wajah kaget. “Ya, Bu. Aku akan memeriksanya dulu.” Clara segera beranjak meninggalkan dapur belakang. “Ya, Baiklah.” Clara muncul ketika Sania membaringkan Kaisar di atas sofa. Aroma tak sedap membuat wanita itu secara spontan memeriksa bagian bokong Kaisar. Seketika itu dia menepuk keningnya. “Astaga, dia buang air besar,” ujar Sania yang seketika membuat semua orang tertawa. Clara segera menghampiri putranya, mengambil perlengkapan bayi yang dia letakkan di sofa. “Itu artinya dia suka berada di sini,” ujar Maxime sembari menumpuk kedua tangan di atas ujung tongkat. “Benar, kata pepatah memang seperti itu,” timpal Leonard. “Bagaimanapun ini adalah rumah kakeknya juga, sudah pasti dia akan betah.” Kaisar sudah dibersihkan d