Share

Grigori

"Jangan gegabah, nona. Lakukan seperti yang aku perintahkan. Penawar ini hanya satu, sebagaimana nyawamu." Kata Permaisuri Tiana sebelum ia memerintahkanku keluar dari kamarnya. 

Aku pun kembali ke kamarmu, merenung sendiri. Berapa kali sudah aku ada dalam situasi hidup dan mati? Aku akan memberitahu semuanya pada Erwin. Aku sudah berjanji bahwa aku tak akan memberitahukan apapun padanya. Sekalipun risikonya adalah nyawaku sendiri. 

Erwin kembali ke Istana dua hari kemudian. Dan sebagaimana biasa, ia mengundangku ke kamarnya. 

"Nona, lihat apa yang aku bawakan untukmu. Oh tidak, maksudku... tutup matamu. Aku akan memberimu sebuah hadiah." Kata Erwin begitu aku ada di kamarnya. 

Aku menutup mata. 

Dan aku rasakan ia mengalungkan sesuatu ke leherku, sesuatu yang sangat dingin. Kemudian, ia menuntunku berjalan. 

"Buka matamu." Katanya. 

Di depan cermin, aku bisa melihat hadiah itu adalah sebuah kalung berwarna biru tua berkilauan, bersinar indah, berbentuk hati, yang tampaknya pernah aku lihat. Kalung ini sangat familiar rasanya, tetapi di mana ya aku pernah melihatnya? Aku lupa. Yang jelas, kalung ini sangat indah. 

"Tahukah kau batu apa ini?" 

"Berlian? Safir? Rubi? Zamrud?" 

Aku menebak asal. 

"Batu ini disebut batu bulan. Jauh lebih mahal dan yang paling langka di antara semua batu mulia. Mitosnya, batu ini hanya berasal dari sebuah benua misterius bernama Hargan. Aku memberikannya untukmu sebagai bukti cintaku." 

"Tapi, Erwin. Dari mana kau mendapatkannya?" 

"Yah, aku sudah cerita kan tentang daerah paling timur dari benua ini yang memberontak dan memisahkan diri dari kerajaan? Kami berhasil menaklukannya kembali dalam misi kemarin. Dan aku menemukan ini di sana." 

Aku tersenyum. 

"Terima kasih banyak. Kau membuatku sangat senang, tetapi hadiah yang paling indah sesungguhnya adalah pulangnya engkau dengan selamat." Kataku sembari mengecup pipinya. 

"Aku juga menemukan hal lain." Kata Erwin. 

Aku baru ingin memberitahu Erwin semua yang terjadi selama ia pergi. Tentang racun itu. Namun, aku belum mendapat kesempatan. Erwin kemudian membawaku ke sebuah ruangan tempat menyimpan barang-barang yang ia miliki. Tempat itu tak layak disebut gudang, sebab barang-barang yang disimpan adalah barang-barang mewah dan antik. Kebanyakan adalah pemberian kerajaan lain. Erwin menuntunku ke lukisan-lukisan yang tertutup kain putih. Lukisan-lukisan itu awalnya tak ada di sana. 

"Jadi, selain batu bulan ini, kau juga menemukan lukisan-lukisan di sana?"

"Iya, nona. Dan ini lukisan sangat menarik."

 Kain-kain putih yang menutup lukisan itu terbuka. Dan memang benar, lukisan itu "menarik" sebab lukisan itu berisi gambaran yang seorang lelaki dan wanita yang tampaknya sepasang kekasih. Lelaki di lukisan itu mirip Erwin dan si wanita punya rambut merah dan mata ungu, sepertiku. "Siapa mereka?" Tanyaku. 

 "Aku tidak tahu. Tapi bukankah mereka mirip kita?" 

 "Iya, haha. Mungkin kita reinkarnasi mereka?" Ujarku dengan nada candaan. "Tapi aku sungguh ingin tahu siapa perempuan ini. Aku menemukan begitu banyak lukisan dirinya saat aku kecil dulu. Lukisan itu sudah dimusnahkan ayahku, tetapi aku mengingatnya."  

**** 

Malam itu, aku tak jadi memberitahu Erwin sebab ia tampak antusias menceritakan tentang misi yang berhasil ia selesaikan. Dan malam berikutnya, aku diundang ke acara makan malam bersama keluarga kerajaan. 

"Kau yakin aku boleh ikut?" Kataku pada Erwin. 

Erwin tersenyum dan mengelus rambutku. "Kali ini, biarkan mereka melihat gadisku yang cantik. Tenang saja, nona. Selama aku di sisimu, tak akan ada satu pun yang berani macam-macam padamu." Ujarnya sebelum ia memberi kecupan di keningku. 

Itu adalah untuk pertama kalinya aku keluar dari harem dan menuju ruang makan kerajaan.

Di sana ada meja yang luas dan makanan-makanan yang tampak mewah. Ada banyak sekali pelayan. Aku menggenggam tangan Erwin erat ketika orang-orang yang sudah berkumpul di meja makan itu menatap ke arahku saat aku datang. Aku dan Erwin pun duduk di kursi-kursi yang tersisa. 

"Jadi dia selir kesayanganmu itu?" Tanya pria tua yang memakai mahkota. Ia pasti sang raja. 

"Iya, dia orangnya. Selirku, kekasihku, dan orang paling dekat dalam hidupku, Anna." Kata Erwin. 

"Sebuah kehormatan dapat bertemu denganmu yang mulia." Kataku. 

"Anna tak sekedar cantik, ia juga sangat pintar. Ia bisa membaca dan menulis dengan sangat baik. Ia mengerti berbagai topik, seperti buku-buku, puisi, lagu-lagu, dan bahkan sedikit tentang ramuan obat-obatan. Ia juga pandai menggunakan bahasa latin, lebih pandai dari diriku sendiri." Jelas Erwin pada mereka. 

"Wah, nona. Dari mana kau berasal?" 

"Maaf yang mulia, tetapi aku kehilangan sebagian ingatanku." Kataku padanya. 

"Dari mana pun kau berasal, keluargamu pasti sangat terpelajar. Mungkin seorang bangsawan, raja atau adipati." 

Aku hanya tersenyum. 

Mungkin aku yang tak terbiasa dengan budaya makan mereka, tetapi mereka makan sembari berbicara. Mereka membicarakan satu sama lain. Mereka semua di sini berambut pirang dan bermata biru, seperti Erwin. 

"Lihat dia. Dagunya terlalu panjang, bibirnya seperti retak, dan rambutnya menyala seperti api. Dia tidak cantik, rata-rata menurutku. Tapi aku suka hidungnya, lurus dan mancung sempurna." Kata seorang gadis yang duduk di seberangku. 

Pikirnya aku tak mendengar apa yang ia katakan? Aku berusaha makan, hingga aku menyadari sepasang mata sedang menatapku tajam. Pria itu, ia tak kalah tampan dari Erwin. Rambut pirangnya ia biarkan memanjang hingga ke leher dan sebelah matanya ditutupi dengan penutup mata berwarna hitam. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, tetapi ia terus-menerus menatapku.

"Erwin..." Kataku meremas lengan Erwin. Erwin mendekatkan wajahnya dan aku berbisik ke telinganya :

"Siapa yang duduk di sebelah raja itu? Yang memakai penutup mata di mata kirinya." "Itu kakaknya ayahku, Grigori. Ia tak boleh jadi raja karena cacat matanya, tetapi sekarang ia jadi penasihat ayahku." 

"Oh." 

"Nona, aku rasa dia menatapmu." 

"Iya kan? Kau pun menyadarinya." 

Erwin tertawa. 

"Mungkin ia suka padamu, nona." Kata Erwin. 

Aku tertawa.

Tiba-tiba, sesuatu yang tidak mengenakkan terjadi. Sang raja menghantamkan tangannya ke meja makan dengan keras, membuat semua orang kaget. Piring-piring berisi makanan bergeser dari tempatnya.

"Bawa penyihir itu pergi dari sini." Katanya sembari menunjukku. 

Apa yang terjadi? Tadi ia menyambutku baik-baik. Sekarang, ia mengusirku. 

"Yang mulia..." Kata Erwin. 

Sebelum sempat Erwin melanjutkan kata-katanya, sang raja berteriak : 

"Bawa pelacur kotor itu pergi atau aku akan mencongkel kedua matanya dengan besi panas. Sekali aku mendengar tawanya lagi, aku akan mencabut lidahnya juga." 

Oh tidak, Erwin tampak sangat marah. Aku belum pernah melihat wajah marahnya sebelumnya. Aku menahan lengan Erwin agar tak terjadi antara ayah dan anak itu. "Erwin aku mohon, ayo pergi dari sini." Kataku. 

Erwin mengikuti apa yang aku katakan. Kami pun pergi dari ruang makan. Di lorong istana, Erwin mencoba membuatku tenang.

"Apa yang ia katakan tak benar, nona. Ayahku memang dikenal sebagai orang yang sangat kasar. Dia kalau bicara sering menyakiti hati orang." 

Aku mengangguk dan tersenyum. 

Aku lagi-lagi tak bisa menceritakan tentang racun itu pada Erwin, sebab malam itu ia kembali pergi merayakan kemenangannya di tempat lain di luar istana. 

"Kau yakin tidak mau di antar sampai ke depan harem?" Tanya Erwin. 

Aku menggeleng dan berkata : 

"Pergilah, Erwin. Mereka menunggu dirimu." 

Erwin mencium tanganku sebelum ia berlalu pergi. Kami berjalan ke arah yang berlainan. Erwin berjalan ke lorong yang mengarahkannya keluar istana. Aku berjalan menuju ke harem. 

Di jalan, aku berpapasan dengan pria berambut pirang panjang itu, pamannya Erwin, Grigori. Aku membungkuk hormat padanya sembari bergidik ngeri. Orang ini selalu melihatku dengan tatapan tajam. 

Kemudian, saat aku lanjut berjalan, aku rasa ia berjalan di belakangku. 

"Tenang Anna, mungkin ia hanya satu tujuan denganmu." Pikirku. 

Kemudian, saat jarak kami dekat, ia tiba-tiba mendorong tubuhku ke dinding. Ia mengunci pergerakanku dengan satu tangannya dan membekap mulutku dengan tangannya yang lain. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status