Sera melepaskan mantel berbulunya yang langsung diambil alih oleh pelayan yang berjaga di depan pintu. Masuk ke dalam sembari menggosok telapak tangannya. Cuaca sedang sangat dingin sekarang.
Sera berhenti ketika melihat Xander berjalan menuruni tangga.
"Kau sudah pulang?" Xander berjalan menghampiri istrinya. Berdiri tepat di depannya. Tangannya terulur mengusap pipi Sera dengan tatapan penuh arti.
Sera tersenyum. Tapi matanya tidak bisa berbohong ada kesedihan di sana. Ia tidak rela membagi suaminya dengan wanita lain. Tapi demi seorang anak, ia harus melakukannya. Sera langsung memeluk Xander. Sangat erat.
Xander balas memeluknya tak kalah erat. Tangannya mengusap rambut belakang Sera.
"Bagaimana harimu tanpaku?" tanya Sera dengan alis terangkat setelah pelukan mereka terlepas.
"Aku rasanya sudah ingin menjemputmu tadi malam. Baru tanpamu sebentar saja aku sudah sangat merindukanmu."
Sera terkekeh geli. Suaminya ini pintar sekali bermanis lidah. Tawanya perlahan terhenti saat melihat Tania juga menuruni tangga tidak lama setelahnya.
Sera menghampiri Tania yang berjalan dengan langkah pelan. "Apa kau sakit?" tanyanya melihat wajah wanita itu yang terlihat pucat.
Tania langsung menunduk saat tanpa sengaja bertemu tatap dengan Xander. Wanita itu kemudian menggeleng.
"Aku...." Tania tidak jadi berucap ketika matanya menangkap sesuatu di luar mansion. "Apa itu salju?" tanyanya sambil menunjuk butiran berwarna putih yang berjatuhan dari luar jendela.
Sera menoleh. Kemudian mengangguk. Pantas saja cuaca terasa sangat dingin. Ternyata turun salju. Salju pertama tahun ini.
"Aku akan keluar!" Tania berseru senang. Tanpa menunggu respon siapapun, ia langsung berlari keluar.
Sera mengatupkan bibirnya kembali. Tadinya ingin melarang Tania karena wanita itu terlihat tidak baik-baik saja. Tapi belum ia berbicara, Tania sudah pergi. Sera menggelengkan kepalanya.
"Ambilkan mantel untuknya." Xander memerintah salah satu pelayan. Tapi pandangannya mengarah pada Tania. Melihat wanita itu dari kejauhan yang tampak berputar-putar dengan tangan direntangkan.
Ini adalah pertama kalinya Tania bisa bermain salju. Meski tinggal di negara yang memiliki musim salju, ia tidak pernah merasakan bermain salju dan membuat boneka dari salju.
Tania tersenyum lebar. Tidak peduli dengan hawa dingin di sekitarnya. Ia terlalu senang.
*****
"Molly!" Tania berlari mengejar anak anjingnya yang melewati pintu mansion. Langsung mengangkatnya dan kembali membawanya masuk, karena di luar sangat dingin. Ia saja hanya bermain salju sebentar tadi, karena tidak tahan dengan hawa dinginnya.
"Tunggu di sini, ok?" Tania meletakkan anjingnya di sofa. Kemudian pergi untuk mengambil makanan anjing. Tapi saat ia kembali, anjingnya sudah tidak ada di tempatnya.
Tania menggerutu pelan sambil mencari anjingnya di sekitaran sofa. Hewan peliharaannya itu benar-benar akan diusir dari rumah ini jika tingkahnya masih banyak saja. Molly-nya itu memang tidak bisa diam.
"Tania!"
Tania yang berjongkok untuk mencari anjingnya di kolong meja, mendongak saat Sera memanggilnya dari balkon lantai dua.
"Apa yang sedang kau lakukan?!"
"Eung...mencari Molly."
"Dia masuk ke kamarku. Kemarilah!"
Tania melebarkan mata. Baru ditinggal sebentar, dan anjingnya sudah sampai di tempat yang seharusnya tidak boleh didatanginya. Xander pasti akan marah.
Tania bergegas naik ke lantai atas. Menggumamkan kata maaf pada Xander yang memberikan tatapan tajamnya sebelum mengambil anjingnya yang duduk dengan nyaman di karpet berbulu di depan televisi.
"Kalian akan pergi?" Tania bertanya ketika menyadari pasangan suami istri itu memakai pakaian rapi. Tapi jelas bukan Xander yang ditanyainya, melainkan Sera.
Sera mengangguk. "Kau mau ikut?" tawarnya. Salah satu rekan bisnis Xander mengadakan pesta, dan mereka diundang untuk menghadirinya.
"Aku?" Tania langsung menggeleng cepat. Menolak. Tatapan Xander saat ia tidak sengaja melihatnya sangat terlihat keberatan. Lagipula, apa yang akan dilakukan Tania nanti di sana?
"Jika di sini kau akan sendirian. Jadi ikut saja," ucap Sera. Setelah itu menoleh pada Xander. "Tidak apa-apa kan, X?"
"Terserah padamu," jawab Xander dengan nada tidak benar-benar setuju. Ia hanya menuruti kemauan istrinya.
Sera tersenyum, sebelum kemudian meraih tangan Tania. "Ayo. Aku akan mendandanimu." Wanita itu menarik tangan Tania ke kamarnya sebelum Tania sempat menolak. Jadi wanita itu hanya pasrah saja.
Sera langsung membuka lemari pakaian Tania begitu sampai di kamar. Mencari pakaian yang sekiranya cocok dan memberikannya pada Tania. "Pakai ini."
Tania menerimanya dengan ragu. "Apa tidak ada pakaian yang lain?"
"Kenapa? Ini cocok untukmu." Sera memilihkan Tania sebuah gaun bernuansa floral white dengan potongan dada rendah. Menurutnya sangat sesuai di kulit putih Tania. "Cobalah dulu." Ia memutar Tania dan mendorong punggungnya ke kamar mandi.
Tania mencobanya, dan ia benar-benar tidak nyaman setelah memakainya. Wanita itu keluar dari kamar mandi dengan tangan memegang kerah lehernya.
"Benar kan apa kataku. Gaun itu terlihat sangat pas di tubuhmu." Sera menyingkirkan tangan Tania untuk melihat pakaian yang melekat di tubuh wanita itu. Kemudian menariknya duduk di meja rias. Mulai mendandaninya.
Sera memberikan riasan tipis di wajah Tania, karena tanpa riasan pun wajah wanita itu sudah terlihat cantik. Sedangkan rambut panjang wanita itu dibuat bergelombang dan dibiarkan tergerai. Lalu ditambahkan beberapa hair pins di sisi kanan rambutnya.
"Sudah, selesai." Sera tersenyum sumringah. Merasa puas dengan hasil dari mendandani Tania.
Setelah itu, Sera mengajak Tania kembali turun, karena Xander pasti sudah menunggu. "Xander, ayo."
Xander yang menunggu di sofa, duduk sambil bermain ponsel, mendongak karena suara Sera. Tatapannya langsung mengarah pada wanita di sebelah Sera. Memandangnya dari atas sampai tanpa ekspresi.
"Tania sangat cantik bukan?" kata Sera, karena menyadari Xander yang tidak juga mengalihkan tatapan pada Tania.
Xander melengos. "Jelek. Apalagi bajunya."
Sera seketika melotot. Tidak terima hasil keterampilan tangannya dikritik. Tidak ada yang namanya jelek jika ia yang melakukannya. Sera sangat pandai merias dan mendandani. Jika menjadi seorang penata rias, ia yakin akan laku keras.
"Matamu sepertinya harus diperiksakan," ucap Sera mengejek Xander. Lalu menggandeng Tania untuk keluar lebih dulu.
*****
Sejak Limousine yang membawa mereka sampai di gedung tempat acara berlangsung, Tania tidak melepas cekalan tangannya pada Sera. Terlalu banyak orang yang membuat wanita itu merasa tidak nyaman.
"Kami akan menemui pemilik acara dulu. Kau tunggulah di sini."
Tania terpaksa melepaskan tangan Sera. Membuat dirinya berdiri sendiri didekat meja prasmanan. Sambil menoleh ke sekitar, karena tidak ada yang bisa dilakukannya.
"Setelah melihatmu, tidak akan ada yang tahu bahwa kau sebenarnya adalah seorang pelacur."
Tania berbalik. Terkejut dengan siapa yang berada di belakangnya. Pria di bar yang akan menyewanya ketika itu. Dia ada di sini sekarang.
"Kau terlihat sangat berbeda. Terlihat semakin cantik," ucap pria itu dengan tatapan menggoda. "Dia pasti merawatmu dengan baik bukan?"
Tania diam. Tidak berniat menjawab.
"Tunggu, apakah istrinya tahu jika kau menjadi simpanan Xander Artadewa?" Pria itu tampak berpikir. Dia menatap Xander dan Sera dari kejauhan.
Tania tetap diam. Tangannya mencengkeram erat sisi gaunnya.
"Sebelum istrinya tahu, pergilah dari Xander. Dan datang padaku. Aku bisa membayar berapapun yang kau minta."
Mata Tania berkaca-kaca. Dan tanpa mengatakan apapun ia langsung pergi dari sana dengan langkah cepat.
Tania pergi ke kamar mandi. Berdiam di sana sebentar, menatap pantulan dirinya di cermin.
Apakah karena tidak memiliki apapun, Tania bisa dihina seenaknya seperti ini? Ia juga memiliki harga diri. Tania ingin menangis rasanya.
Tania menghapus air matanya yang menetes. Membasuh tangannya di wastafel. Kemudian keluar dari kamar mandi. Dan seketika itu Tania terlonjak kaget karena pria tadi kembali mengikutinya. Berdiri di depan pintu kamar mandi.
Tania cukup terkejut. Tapi ia berusaha menutupinya. "Minggir," tekannya ketika pria itu menghalangi jalannya.
"Aku tiba-tiba ingin bermain denganmu." Pria itu mencekal tangan Tania untuk dibawa ke sudut dinding. Mengurungnya dengan kedua tangan.
"Lepaskan!" Tania berteriak. Mencoba melepaskan diri.
"Aku yakin Xander tidak akan masalah jika kau menghabiskan waktu denganku. Lagipula aku adalah rekan bisnisnya," bisik pria itu dengan wajah didekatkan pada Tania.
Tania berontak. Berusaha mendorong pria itu menjauh. Tapi percuma. Dia bahkan tidak bergerak sama sekali.
Tania mulai ketakutan, dan wanita itu hanya bisa memejamkan mata ketika pria itu mulai menggerayangi tubuhnya. Ia sudah berteriak. Tapi di tempat seperti ini, tidak akan ada yang mendengarnya. Sementara semua orang berada di dalam ballroom.
"Kau akan menyukainya cantik."
Tania membulatkan mata ketika pria itu merobek bagian depan gaunnya. Wanita itu menjerit. Tapi pria itu langsung membungkam bibir Tania dengan bibirnya. Tania hanya bisa menangis pasrah. Menunggu seseorang datang menolongnya.
"Lepaskan tangan kotormu darinya."
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
Xander melangkah masuk ke dalam ruangan yang ditempati Tania. Istrinya akhirnya dipindahkan ke ruangan lain. Tubuhnya sudah tidak lagi ditempeli dengan berbagai alat penunjang hidup. Dia bahkan sudah membuka matanya sekarang. Tania tengah menatap Xander dengan mata sayunya. Bibir pink alaminya tampak pucat. Sementara bahunya dililit dengan kain kasa. Dengan lemah, wanita itu mencoba tersenyum pada Xander."Xander...."Xander menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak. "Sakit sekali ya?" ucapnya menyerupai bisikan. Meski sudah sadar, Xander tahu Tania tidak baik-baik saja. Dia masih kesakitan. Tania tampak seperti ingin berbicara. Tapi terlalu lemah untuk melakukannya. Satu kata saja sudah cukup sulit.Xander membelai rambut Tania. Menggeleng. "Tidak perlu bicara apa-apa dulu. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat.""Dimana baby Lio? Apa dia tidak mencariku?" tanya Tania dengan nada sangat pelan. Napasnya terengah. Xander harus benar-benar mendengarkan dengan baik. "Hm
Xander membopong tubuh lemah Tania keluar. Berjalan cepat memasuki pelataran rumah sakit. Para dokter dan perawat sudah bersiap. Membawa Tania ke ruang operasi untuk segera ditangani."Maaf, Tuan. Tapi Anda diizinkan untuk ikut masuk."Xander mengepalkan tangan. Menghembuskan napas berat, dia tidak membantah. "Selamatkan istriku apapun yang terjadi," ucapnya sebelum pintu ruangan tertutup.Xander duduk di kursi depan ruangan itu. Tangannya terkepal kuat. Raut emosi menumpuk di wajahnya. Penampilan Xander sudah berantakan. Kemeja putihnya sudah bercampur dengan warna merah. Xander sudah sangat siap membunuh orang.Lelaki itu. Jangan harap Xander akan melepaskannya. Jika sampai Tania kenapa-kenapa, ia pastikan Abraham Denovan akan mendapatkan perlakuan yang setimpal.Xander menoleh ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat. Alex dan Angeline berjalan cepat menghampirinya. Lio berada di gendongan Angeline. Tangisnya terdengar kencang.Xander berdiri dan ingin mengambil putranya
Xander mengeratkan mantel hijau tebal di tubuh Tania, sebelum merangkul pinggangnya dan berjalan bersama keluar mansion."Mommy dan Daddy?" Tania menoleh sekilas ke belakang untuk melihat apakah mereka sudah siap atau belum. Lio juga bersama mereka."Mommy dan Daddy akan menyusul. Kita ke bendara lebih dulu."Tania mengangguk. Xander membukakan pintu mobil, dan Tania masuk ke dalam. Ketika lelaki itu juga akan masuk, Christian datang. Xander menatap Tania. Memberitahukan dengan gerakan bibir sebelum berjalan sedikit menjauh dari mobil. Ada sesuatu yang tidak beres. Terlihat dari ekspresi Christian."Tuan, Abraham menghilang.""Maksudmu?" Xander mengernyit."Posisinya masih bisa dilacak sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi setelah itu dia menghilang. Dia meninggalkan mansionnya dan pergi entah ke mana," jelas Christian. Xander memang meminta Christian untuk mengawasi Abraham. Setelah dia membuat kejutan besar yang sudah pasti menghancurkan karirnya, Abraham tidak akan tinggal dia