Tiga minggu pun telah berlalu sejak kejadian kelam itu terjadi. Banyak sekali perubahan yang signifikan. Tubuh Elea sudah tidak sekuat sebelumnya. Akhir-akhir ini, wajahnya sangat pucat dan juga mudah lelah. Hal tersebut membuat rasa curiga dari Chloe sangatlah besar.
Pagi ini, wanita itu berinisiatif untuk memeriksa keadaan Elea sambil membawa sebuah kantong plastik. Saat melangkah masuk ke kamar Elea, telinga Chloe dapat mendengar jelas suara orang muntah-muntah di kamar mandi. Dengan cepat, dia pun berjalan ke arah sana dan membuka pintunya paksa.Saat pintu kamar mandi sudah terbuka lebar, netra cokelat Chloe melempar tatapan tajam ke arah Elea yang terduduk di lantai. Tangannya pun mengepal kuat ketika melihat keadaan wanita itu."Jangan coba-coba untuk bersandiwara di depanku dengan berpura-pura sakit! Asalkan kau tahu, tidak akan ada yang bersimpati denganmu di sini. Wanita kotor sepertimu seharusnya tidak pantas berada di tempat ini!" cerca Chloe seraya melempar kantong plastik yang dibawanya.Kantong tersebut mengenai tepat kepala Elea. Wanita itu tidak protes dan langsung melihat isi di dalam benda tersebut. Matanya tiba-tiba membelalak saat melihat ada 4 buah testpack berbeda merek."Cepat kau periksa! Jika apa yang kupikirkan selama ini terjadi, maka habislah riwayatmu!" ancam Chloe. Lalu, wanita itu melenggang pergi dari kamar mandi dan menunggu di luar.Selang beberapa menit, Elea akhirnya telah selesai melakukan pemeriksaan sesuai prosedur. Dia sangat takut sekali, apalagi melihat Chloe yang kembali memasuki kamar mandi. Tangan lentik wanita itu langsung merebut testpack yang dipegang oleh Elea. Padahal, si pemilik belum tahu hasilnya tesnya.Tiba-tiba, tangan Chloe bergetar hebat. Matanya yang dari tadi menajam, sekarang berubah menjadi merah nyalang. Tanpa aba-aba, dia langsung menampar dan menjambak rambut Elea. Sang empunya pun langsung meringis dan mengadu kesakitan."Katakan padaku, siapa yang membuatmu seperti ini?! Anak siapa yang kau kandung ini?!" teriak Chloe dengan histeris. Kemudian, wanita itu mendorong tubuh ringkih Elea sampai dirinya jatuh ke lantai."Jangan katakan kalau kau sedang mengandung anak Hugo. Jika sampai itu terjadi, maka nyawamu dan nyawa anakmu akan jadi ganjarannya!" imbuh Chloe sambil menginjak tangan Elea."Ja–jangan, jangan sakiti anakku...," lirih Elea. Air mata yang sedari tadi ditahannya, kini akhirnya luruh juga.Sayangnya, perkataannya barusan tidak digubris oleh Chloe. Wanita itu malah berjalan keluar dengan cepat sambil berteriak memanggil Hugo. Kebetulan pria itu belum pergi ke kantor.Hugo yang mendengar teriakan serta aduan dari istri pertamanya, merasa tidak percaya dengan apa yang terjadi. Alhasil, dia pun langsung mendatangi kamar Elea bersama dengan Chloe. Sesampainya di sana, dia melihat Elea berdiri di ambang pintu kamar mandi sambil memegang erat testpack di tangannya.Hugo pun menghampiri istri keduanya itu dengan tatapan tajam bak singa yang hendak menerkam mangsanya. "Berikan padaku!" perintahnya dengan nada dingin.Namun sayang, Elea malah menggeleng pelan sambil menyembunyikan testpack ke belakang punggungnya. Hugo mulai tersulut emosi dan langsung merebut benda tersebut secara paksa. Paksaannya itu membuat air mata Elea kembali turun. Hormon kehamilan ini sangat membuatnya menjadi labil dan mudah menangis."Tidak, tidak! Ini tidak seperti yang ka–ah!" pekik Elea saat tangannya dicengkeram kuat oleh Hugo. Hal itu membuat satu testpack jatuh ke lantai. Dengan cepat, Hugo pun melepas cekalannya dan mengambil benda tersebut.Netra hitam legamnya menatap intens testpack yang ada di tangannya. Keheningan pun melanda kamar Elea saat ini. Tidak ada yang membuka suaranya, sampai Chloe berteriak di depan pintu masuk kamar."Dia berselingkuh dengan salah satu mantan pengawal mansion ini!"Elea menggeleng kencang. Kemudian, netra ambernya beralih pada sang suami yang setia bergeming di tempat. Dia ingin sekali mendapat perlindungan darinya untuk kali ini saja. Harga diri dan reputasinya sudah terlalu dirusak oleh Chloe."Itu tidak benar! Kumohon, percayalah padaku. Aku tidak pernah melakukannya dengan siapa pun, selain di–" (ucapan Elea terpotong karena seseorang menyerobotnya)."Cukup, jangan berbicara apa pun lagi! Tunggu sampai daddy dan mommy datang, supaya semuanya akan lebih jelas," potong Hugo cepat.Wajah Elea berubah menjadi pias saat mendengar penuturan dari suaminya. Tubuhnya tiba-tiba bertambah lemas. Ingin sekali dirinya mengungkapkan semuanya. Namun, lidahnya menjadi kelu."Apa kau tidak percaya padaku?" tanya Elea lirih. Isakan-isakan kecil pun keluar dari mulutnya.Setelah mengatakan itu, Hugo menghela napasnya berat. Dalam hati kecilnya, dia ingin sekali mendekap tubuh Elea ke dalam pelukannya. Namun sayang, ego pria itu sangatlah besar. Rasa iba dan khawatirnya pun berubah menjadi benci."Tidak," jawab Hugo singkat. Raut wajahnya sangat datar dan tak menunjukkan adanya emosi apa pun.Sementara itu, Elea langsung mengusap air mata yang turun deras ke pipinya dengan kasar. "Sampai kapan? Sampai kapan kau tidak akan pernah memercayaiku?!" sergahnya emosi.Mendengar hal itu, Hugo lantas membalikkan badannya dan berjalan cepat ke arah pintu. Sebelum benar-benar keluar dari kamar Elea, pria itu berkata, "Untuk selamanya."Tubuh Elea serasa membeku di tempat. Dia mengepalkan tangannya di ujung baju. Setelah kepergian Hugo, Chloe langsung menghampiri wanita itu."Jangan coba-coba memengaruhi suamiku! Dia tidak akan mungkin jatuh dan percaya pada pelacur sepertimu! Setelah ini, keluarga Cornelius pun akan tahu semuanya. Kemudian, kau akan segera diusir dan bagian terburuknya...," Chloe menjeda ucapannya sejenak, "...kau beserta anakmu akan mati di tangan mereka!" imbuhnya sambil mendesis.Setelah mengatakan itu, Chloe melenggang pergi untuk menyusul Hugo. Kepergian wanita itu membawa angin sesak bagi Elea. Dia sangat ketakutan sekarang.Keluarga Cornelius sangat tidak toleran terhadap pengkhianat. Akan tetapi, Elea kan tidak melakukan hal seperti yang dituduhkan. Semuanya hanyalah kepalsuan dan fitnahan belaka.Namun, untuk menyelamatkan nyawa yang bersemayam di dalam dirinya, Elea rela melakukan apa pun, termasuk pergi jauh dari tempat ini. Wanita itu langsung bergegas menuju lemari untuk mengambil perhiasan dan sejumlah uang yang pernah diberikan oleh Hugo. Jumlahnya sangat banyak dan mungkin cukup untuk menghidupi dirinya sampai lahiran.Tekad Elea sudah bulat untuk pergi. Dia merasa tidak ada tempat yang aman untuk dirinya dan juga calon bayinya di sini. Untungnya, hari ini ada jadwal belanja bulanan. Alhasil, Elea dapat menumpang satu mobil dengan para pelayan yang bertugas.Hugo dan Chloe juga sedang berada di kamar. Jadi, mereka tidak tahu kalau Elea kabur dari mansion. Selama di dalam mobil, wanita itu terus mendapat tatapan sinis dari dua pelayan setia Chloe. Untung saja, hal tersebut tidak bertahan lama karena mereka sudah sampai tujuan.Dua pelayan Chloe langsung bergegas masuk ke dalam supermarket. Sementara itu, Elea malah pergi ke pintu masuk samping supermarket untuk menghindari penjaga dan supir Hugo. Dia pun mencegat taksi untuk mengantarnya pergi ke bandara."Mommy janji akan menjaga dan memberi kasih sayang yang utuh untukmu. Kita tidak perlu daddymu untuk bertahan dari kerasnya kehidupan ini. Mommy juga bertekad untuk jadi ibu sekaligus ayah yang baik," batin Elea seraya menitihkan air matanya saat berada di dalam taksi.Sebuah mobil Rolls Royce memasuki pekarangan mansion Hugo. Ternyata itu adalah mobil George dan Melda–orang tua Hugo. Mereka datang berkunjung karena ada urusan yang cukup penting.Setelah memarkirkan mobil, George dan Melda berjalan masuk ke dalam mansion. Namun, perjalanan mereka berhenti di ruang tengah. Di sana, sudah terlihat Hugo duduk di sofa bersama Chloe."Ada urusan apa kau memanggil kami berdua ke sini, Nak? Dan di mana Elea?" tanya Melda beruntun. Pertanyaannya barusan membuat wajah Hugo dan Chloe mendadak muram."Cepat panggilkan Elea!" perintah Chloe pada seorang pelayan. Sesaat setelah itu, tidak ada yang membuka pembicaraan lagi. Sampai akhirnya, pelayan yang diutus oleh Chloe tadi kembali.Wajah pelayan itu terlihat sangat pucat. "Nona Elea tidak ada di kamarnya, Nyonya. Saya sudah mencari ke seluruh ruangan, tapi saya tidak menemukan apa pun," ujarnya sambil mengatur napas. Semua orang yang ada di ruang tengah pun langsung terlonjak. "Ke mana dia pergi? Oh, atau jan
Lima tahun kemudian...Tahun demi tahun telah terlewati. Namun, pencarian Hugo tidak membuahkan hasil. Selama itu pula, dia hanya menjadi orang yang gila kerja sampai membesarkan perusahaannya berkali-kali lipat. Akan tetapi, semua itu masih terasa hambar baginya.Hugo memang terkenal sekeras batu. Namun, semua orang tidaklah tahu bahwa hati kecilnya masih mengharapkan seseorang yang telah dia sakiti secara fisik maupun batin. Selama ini, dia hanya hidup berdampingan dengan lembah penyesalan."Tuan, 10 menit lagi kita akan sampai di perusahaan Glory Company," ucap Jay yang berhasil menarik kesadaran Hugo. Saat ini, mereka berdua berada di London dan sedang melakukan perjalanan ke perusahaan kliennya.Hugo pun hanya mengangguk kecil, lalu membuang pandangannya ke arah jendela. Netra hitam legamnya meneliti pemandangan sekitar. Tidak ada yang menarik menurutnya, hingga pandangannya menangkap segerombolan anak kecil di depan gapura sebuah sekolah. Mereka terlihat riuh sekali. Tak sedikit
Perkataan dari Angel kemarin begitu membekas di benak Elea. Dia bahkan kurang tidur karena memikirkan hal tersebut semalaman. Alhasil, dia terlambat bangun pagi ini. Untung saja, sang putri segera membangunkannya."Nanti pulang sekolah, kalian dijemput oleh nenek, ya. Mommy sedang ada pekerjaan penting di kantor," ujar Elea saat sudah berada di dalam mobil.Angel dan Axel pun langsung mengangguk kecil sebagai tanda jawaban. Tidak ada satu pun yang membuka suaranya kembali selama di perjalanan. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hal tersebut berlangsung hingga mobil sampai di depan gerbang sekolah."Baik, selamat belajar, Anak-anak! Jangan nakal dan menurut pada guru, ya," pesan Elea pada Axel dan Angel yang hendak membuka pintu mobil."Dan satu lagi... Mommy harap pulang sekolah nanti tidak ada luka atau memar baru di tubuh Axel ataupun Angel. Maafkan Mommy, ya karena belum bisa memberi keadilan untuk kalian. Tapi tenang saja, Mommy akan berusaha mengurus semuanya dan memind
"Arggh, silau! Tutup tirai jendelanya...," rengek Hugo yang masih memejamkan matanya.Sementara Jay, langsung menatap malas ke arah pimpinannya yang seperti anak kecil itu. Sejujurnya, dia agak jengah menghadapi pria itu. Seenaknya sendiri, otoriter, dan juga keras kepala.Tadi pagi, Hugo bahkan melewatkan meeting penting bersama klien. Alhasil, dia pun kena peringatan dari Helton. Untung saja, pria itu mau memberinya kesempatan dengan meeting ulang di restoran malam ini."Tuan, lebih baik Anda segera bangun sekarang. Anda terkena peringatan dari Tuan Helton dan juga klien kita yang satunya lagi. Anda tidak mau merugi dalam kerja sama ini, kan?" ancam Jay.Perkataan dari pria itu barusan tampaknya berhasil memengaruhi Hugo. Buktinya, dia pun langsung terbangun sambil memegangi kepalanya. Netra hitamnya lantas menatap ke arah sang asisten dengan tajam."Sialan, kenapa kau tidak membangunkanku?!" umpat Hugo.Jay segera menarik napas dalam. "Saya sudah mencoba membangunkan Anda beberapa k
“Axel…Angel!”Miranda berteriak sembari melambaikan tangan pada kedua anak Elea. Si kembar pun menoleh dan membalas lambaian tersebut dengan senyuman.“Nenek!” balas Angel. Lalu, gadis cilik itu berlari kecil ke arah bibi Elea. Berbeda dengan Angel, Axel malah diam saja dan hanya berjalan santai dengan raut wajah datar. Namun, Miranda tidak merasa kaget ketika putra Elea berbuat seperti itu. Dirinya berpikir bahwa anak tersebut memiliki pikiran yang lebih dewasa dan realistis dibandingkan saudarinya.“Baiklah semuanya, ayo kita naik ke mobil. Hari ini, Nenek akan mengajak kalian makan siang di luar,” ajak Miranda dan dibalas sorakan oleh Angel seorang.Mereka bertiga pun segera naik ke mobil dan benda tersebut melaju menembus jalanan kota London yang terlihat senggang siang ini. Selama di perjalanan, keadaan mobil tidak hening sama sekali. Ada sesosok malaikat cantik yang bernyanyi dengan riangnya sambil melihat ke arah jendela.Beberapa detik kemudian, nyanyiannya itu malah berubah
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 19:30 tepat. Rombongan Elea pun sudah tiba di tempat tujuan, yaitu Glorious Restaurant milik keluarga McKenzie. Malam ini, wanita itu memakai gaun panjang tanpa lengan berwarna navy yang membentuk lekuk tubuhnya. Sementara itu, Teresa memakai gaun panjang berwarna hitam. “Wah, lebih cepat dari perkiraanku. Selamat datang di restoranku, Nyonya Spencer dan Nona Tere,” sambut Helton di pintu masuk ruangan VIP. Kebetulan pria itu juga baru datang. “Terima kasih atas sambutanmu, Tuan McKenzie. Aku sangat menghargai waktu. Lebih baik datang cepat daripada terlambat,” jawab Elea seraya tersenyum kecil. Helton pun membalas senyuman tersebut. Mata hazelnya sedari tadi tak berhenti menatap wanita yang ada di depannya kini. Sungguh, Elea malam ini sangatlah cantik dan memesona. Aura elegannya sangat terasa sekali. “Baiklah, mari masuk, Nona-nona!” ajak Helton, lalu membukakan pintu untuk Elea dan Tere. Setelah pintu terbuka, mata amber milik Elea langsung t
“Calm down, Dude. Aku pikir tidak baik jika membahas hal tersebut sekarang. Benar kan, Nyonya Spencer?” Helton mencoba untuk mengalihkan topik. Dia takut bahwa Elea akan tersinggung karena pertanyaan barusan. Selama dia mengenal wanita itu, dirinya tidak pernah tahu soal suaminya. Bahkan, banyak kabar bilang bahwa Elea tidak punya suami. Sementara itu, napas Elea mulai terasa sesak. Entah kenapa dunia ini sempit sekali. Dia tidak ingin seorang pun tahu soal kehidupan anaknya, khususnya Hugo. Wanita itu takut jika pria tersebut akan bertindak nekat setelah ini. “Ah, iya. Apakah aku boleh izin ke kamar mandi sebentar?” tanya Elea tiba-tiba untuk menghindari perdebatan yang akan terjadi. “Tentu saja. Silahkan,” balas Helton. Setelah mengatakan itu, Elea pun langsung pergi ke luar menuju toilet yang berada di ujung lorong. Dia mengunci dirinya di dalam toilet untuk meredakan perasaannya. Takut, sedih, marah, dan kenangan masa lalu bercampur aduk menjadi satu. “Bagaimana ini? Kenapa
“Oh, ya ampun, El. Selamat pagi, masuklah dulu,” sapa Miranda saat melihat Elea berada di depan rumahnya. Pagi ini, wanita itu ingin menjemput putra dan putrinya. Dia sudah berjanji untuk mengajak mereka berjalan-jalan ke taman. Ya, bisa dibilang sebagai family time. “Terima kasih, Bi. Ngomong-ngomong, apa si kembar merepotkanmu kemarin?” tanya Elea sambil melangkahkan kaki ke arah dapur, mengikuti Miranda. Mendengar hal tersebut, langkah wanita paruh baya itu seketika berhenti. Kemudian, dia menghadap ke arah Elea dengan tatapan sendu. Raut wajahnya juga mendadak berubah. “Mereka tidak merepotkan, El. Hanya saja…,” ujar Miranda sambil menggantung ucapannya, lalu meneruskannya kembali, “Angel menanyakan soal daddynya.”Napas Elea langsung tercekat. Dia sudah menebak akan ada hari di mana si kembar akan menanyakan soal pria itu. Akan tetapi, entah mengapa ketakutan tiba-tiba merasuki jiwanya. Terlebih lagi, kejadian kemarin masih membuatnya syok. Sementara itu, Miranda melihat per