Share

Melahirkan Puta untuk sang Bangsawan
Melahirkan Puta untuk sang Bangsawan
Penulis: Ratu sambi

1. Pertemuan

Tuk tuk tuk!

Suara ketukan jari di ujung meja memecah lamunan Eve Daphni.

“Kau terlalu banyak berpikir.” Suara rendah seorang lelaki yang duduk di seberang meja memaksa Eve untuk segera mengambil keputusan, menandatangani atau menolak sebuah surat perjanjian. “Uang, apartemen, mobil beserta sopir sudah aku persiapkan untukmu. Apa lagi yang membuatmu ragu?”

Isack, lelaki yang tengah duduk di depan Eve dengan gayanya yang elegan menanti sebuah jawaban. Auranya begitu kuat ditambah penampilannya sangat karismatik membuat penampilan Isack semakin mewah.

“Menyebalkan!” gumam Eve Daphni dalam hati. “Kenapa lelaki tampan ini memilihku untuk menjadi istrinya, padahal dia bisa saja memilih perempuan mana pun yang sekasta dengannya.” Kepalanya tertunduk, Eve merenungi nasibnya. “Sial, kenapa aku merasa sangat rendah di depannya?” lanjutnya dalam hati.

Isack berasal dari keluarga bangsawan, pernikahan dan memiliki keturunan yang mampu menjadi penerus keluarga adalah sesuatu yang sangat berharga dan penting. Sayangnya Isack berkali-kali menolak untuk menikahi perempuan yang sudah dijodohkan dengannya.

Sampai pada akhirnya, Hosea sang ayah memutuskan untuk memberikan hak penuh kepada Lael, keponakan Isack yang akan menggantikan kedudukan sebagai penerus keluarga Prhison.

Isack Prhison, pemilik hak penuh atas kekayaan keluarganya sangat keberatan. Menolak keras jika Lael menjadi penerus ayahnya. Mau tidak mau Isack pun mencari cara untuk menyelamatkan seluruh kekayaan keluarga Prhison.

Malam setelah kabar itu menyebar, Isack menemui ayahnya di ruang kerja.

“Ayah?” Suara berat disertai napas menggebu, menjelaskan kekesalan Isack atas keputusan ayahnya. Namun rasa hormat serta kepatuhan seorang anak membuat Isack harus menjaga sikap meski saat ini sedang terbawa emosi.

Tanpa melihat ekspresi wajahnya, Hosea tahu kalau putra semata wayangnya itu datang untuk membahas perihal Lael yang akan menggantikan posisinya. “Sudah terlambat, Isack.” Tangannya sibuk membuka lembaran buku yang tengah dibaca.

“Tidak, itu masih menjadi rencana dan belum diresmikan," sahut Isack.

Hahahaha .... Hosea tertawa lirih. “Kenapa harus dengan seperti ini baru kau mau mengambil keputusan?”

“Karena aku tidak mungkin membiarkan semua ini jatuh ke tangan Lael!” Isack tak terima. Meski begitu, lelaki itu menyampaikannya dengan sikap tenang dan suara rendah.

“Hmm, bukankah Lael keponakanmu? Kalian hidup bersama sejak kecil, di atap yang sama dan apa yang kau dapatkan Lael juga mendapatkannya. Lalu ... apa yang kau takutkan?” Ayahnya berucap tenang, sikap santun darinya menurun kepada Isack.

Isack terdiam sejenak, rahangnya menguat mengendalikan diri. “Meskipun begitu, darah yang mengalir di tubuh Lael berbeda denganku. Ayah tahu jika paman Abram sangat ingin sekali Lael menjadi penerusmu setelah tahu aku menolak untuk menikah.”

Hosea terdiam, paham ke mana arah pembicaraan Isack. “Kalau kau takut seluruh perusahaan Prhison jatuh ke tangan yang salah ... bukankah kau seharusnya memenuhi aturan keluarga Prhison? Lael hanya sementara menjadi pimpinan sampai kau menikah dan memiliki keturunan. Mempelai keluarga calon pengantin perempuan sudah menunggu, kau masih memiliki waktu sampai tiba saatnya pengumuman bahwa Lael yang akan menggantikan Ayah.”

Hening, Isack terdiam sesaat mencerna ucapan ayahnya.

“Kau terlalu banyak membuang waktu, Isack Prhison,” sahut Hosea.

“Beri aku waktu sampai lusa, aku akan membawa calon pengantinku sendiri.” Isack sama sekali tidak tertarik dengan pernikahan. Melihat ibunya kabur dan memilih pergi bersama lelaki lain, meninggalkan dirinya membuat Isack trauma. Menganggap tak ada perempuan yang setia di dunia ini.

“Calon pengantin?” Hosea memastikan.

“Iya, sebelum pengumuman nanti ... aku pastikan akan membawa calon pengantinku,” tegas Isack.

~♤~

“Apa?” Lael sangat terkejut mendengar cerita bahwa Isack memiliki calon pengantinnya sendiri. Namun dia mampu mereda sikapnya dengan elegan di depan Hosea, ayah Isack sekaligus paman Lael. Mengingat keluarga Prhison adalah keluarga bangsawan yang sangat terpandang. Maka, Lael dituntut untuk menjaga sikapnya.

“Iya, Isack mengatakan kalau dia akan memperkenalkan calon pengantinnya," jelas Hosea.

“Isack ... tidak mungkin, selama ini aku tidak pernah melihat dia bersama seorang perempuan,” batin Lael.

Ghm! “Lael?”

“I–iya, Paman?”

Hosea terdiam sesaat sebelum melanjutkan ucapannya. “Panggil Noe, suruh menemuiku di ruangan.”

“Baik, Paman.”

~♤~

“Tuan, maaf.” Noe menutup kembali pintu mobil bagian belakang yang baru saja dibuka ketika ingin mempersilakan Isack masuk.

“Kenapa kau menutup pintunya?” Ekspresi Isack tak seperti biasa, penuh guratan di kening masih terbawa suasana tegang setelah percakapannya dengan Hosea, malam itu.

“Tuan Besar memanggil saya. Maaf, bisakah Anda menunggu sebentar?” Kepalanya menunduk, Noe tak berani menatap Isack.

Huuuft! Menghela napas panjang, tangan Isack terulur mengarah ke Noe. “Berikan kunci mobilnya!”

“E–, Tuan ... tapi–"

“Aku bisa menyetir sendiri. Setelah urusanmu dengan ayah selesai, segera kembali ke kantor!” Setelah menyambar kunci mobil dari tangan Noe, Isack segera masuk ke dalam mobil.

~♤~

“Lepas!” Seorang perempuan tengah berseteru dengan kekasihnya di sebuah lobi, di mana ternyata lelaki itu adalah pegawai di perusahaan tersebut.

“Eve! Apa kau sudah gila ... kenapa kau membuat kerusuhan di tempat kerjaku?” Elezar, kekasih Eve itu mencengkeram lengannya kuat. Bermaksud membawa Eve keluar dari lobi tapi perempuan itu terus menolak.

“Lepas!” Menepis tangan Elezar kasar. Tak peduli semua orang tengah menatap mereka, Eve tetap fokus kepada Elezar dengan wajah geram. “Kau bajingan!” pekik Eve. Mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan Elezar.

“Apa-apaan kau! Hentikan Eve, kita bicara di luar.”

“Aku tidak mau, aku tidak akan diam sebelum kau kembalikan kalungku!”

“Kau sudah gila, Eve!” Geram, Elezar mendorong tubuh kekasihnya karena tak bisa lagi menahan diri. “Sialan, perempuan ini membuatku malu!” batin Elezar, merapikan kerah kemeja serta dasi yang terlihat kusut. Karena Eve terus menariknya.

Brugh!

Eve terjatuh hingga tersungkur di lantai, semua orang di lobi mulai mengerumuni.

“Kau benar-benar bajingan! Kembalikan kalungku yang kau jual ... kau pasti memakai uangnya untuk berjudi, kan?” seru Eve, membuat suasana di lobi semakin riuh membicarakan mereka.

“Kau benar-benar gila!” Elezar mengusap wajahnya gusar. Kepalang tanggung, dia pun membalas ucapan Eve. “Sepertinya kau harus tahu kalau aku benar-benar sudah muak denganmu. Dengar ... berapa uang yang aku keluarkan untuk menghidupimu? Setiap bulan aku memberimu hampir setengah gaji yang aku terima. 6 tahun aku mencoba bertahan tapi kau tidak tahu diri!”

Semua orang mulai membicarakan Eve, memandang rendah hingga memberi cap kepada Eve bahwa dia perempuan mata duitan.

Eve Daphni masih terduduk di lantai, diam menikmati rasa malu atas ucapan Elezar. “Tap–“

“Apa, hah! Setiap aku bertanya kau kemanakan uang itu aku bahkan tidak mendapat jawaban. Aku menghidupimu, aku memberikan apa yang kau inginkan bahkan kau melarangku menyentuh tubuhmu aku juga terima!” Napas Elezar menderu, semuanya keluar begitu saja. “Hanya karena aku menjual kalungmu kau sampai menggila seperti ini? Cukup Eve ... aku sudah muak denganmu!”

“El ... Elezar tunggu!” Eve hendak beranjak berdiri mengejar Elezar yang pergi meninggalkan dirinya begitu saja, tapi ternyata kakinya terkilir saat Elezar mendorongnya. “Au!” rintih Eve.

Satu persatu orang di lobi mulai pergi, kembali melanjutkan aktivitas mereka.

Tak tak tak!

Suara langkah sepatu pantofel yang kemudian berhenti di depannya menarik perhatian Eve. “Siapa?” batinnya. Masih berusaha menahan rasa sakit di pergelangan kaki.

“Kau baik-baik saja?” Lelaki itu berdiri di depan Eve Daphni yang duduk di lantai.

“Suaranya begitu berat, tapi ... sepertinya aku pernah mendengar suara ini,” batin Eve. Masih tertunduk, enggan mengangkat wajahnya karena malu. Hingga tubuhnya tersentak, dikejutkan ketika lelaki tersebut menggunakan jas untuk menyelimuti tubuhnya.

Lelaki itu dipaksa membungkuk ketika menutupi Rose menggunakan jasnya. “Hei,” ucapnya lembut dengan suara berat. “Sampai kapan kau akan di sini?”

Eve menatap tangan lelaki di depan yang terulur kearahnya. Perlahan kepalanya terangkat menatap wajah lelaki yang tak asing di mata. “Eh, dia ... tidak, aku pasti salah orang. Tapi sepertinya aku pernah melihat lelaki ini. Di mana?” batin Eve, pikirannya dibuat meracau oleh lelaki yang telah menolongnya.

“Kau bisa berdiri?” Lelaki itu adalah Isack Prhison. Bermaksud pergi mengunjungi tempat proyek, tapi sebelumnya dia datang ke tempat kerja untuk melihat laporan tapi justru di perlihatkan dengan kerusuhan di lobi perusahaannya. “Kau tidak mungkin duduk di sini terus, kan? Ayo, aku akan membantumu berdiri.”

Meski masih kebingungan mengingat ingat di mana dia pernah melihat wajah itu, Eve menyambut uluran tangannya. “Aduh!” rintih Eve ketika hendak berdiri, merasakan sakit di kaki.

“Kakimu terkilir?" Isack menekuk dua lututnya saat hendak membantu Eve berdiri.

"Tunggu, apa yang sedang Anda lakukan?" Eve tersentak, Isack merengkuh tubuhnya dalam pelukan.

"Kau tidak bisa jalan, tenanglah ... aku hanya ingin membantumu." Isack melangkah menuju sofa yang tersedia di lobi.

"Hmm, dia sangat wangi," batin Eve. Pipinya merona merah. "Lelaki ini sangat hangat, perlakuannya begitu berbeda dengan Elezar yang kasar padaku," lanjutnya dalam hati.

"Sementara kau duduklah di sofa.” Isack meletakkan Eve di sofa secara hati-hati. Setelahnya mengambil ponsel dan menghubungi Noe. “Halo, Noe? Tolong bawakan peralatan P3K ke lobi,” ucap Isack kepada Noe setelah panggilan tersambung. “Tidak, aku baik-baik saja. Bukan aku yang terluka. Tapi seseorang."

Sementara itu, Eve hanya diam mendengarkan percakapan lelaki yang tengah berdiri di depannya. Pikirannya dibuat melayang, berusaha mengingat keras di mana dia pernah melihat wajah lelaki itu.

“Maaf, sudah membuat Anda menunggu lama.” Noe baru saja datang membawa kotak P3K di tangan.

“Terima kasih.” Isack mengambil kotak dari tangan Noe, tanpa berpikir panjang dia tunduk di depan Eve setelah mengeluarkan Taping untuk kaki Eve yang terkilir.

“Tuan, biarkan saya saja yang melakukannya.” Noe hendak mengambil alih untuk merawat luka Eve karena dia tak mungkin membiarkan Isack tunduk di hadapan orang lain.

“Tidak apa-apa, ini sudah modern dan kau masih saja mengikuti aturan ayahku?” ucap Isack, tangannya sibuk menggunting Taping sebelum direkatkan di kaki Eve.

“Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?” batin Eve dibuat bingung, pikirannya pecah terbagi antara Elezar, kakinya yang terluka dan wajah lelaki yang membuatnya penasaran. “Tapi, kenapa lelaki ini sampai mau repot membantuku?”

“E, maaf Tuan. Tapi seorang bangsawan seperti And–“ ucap Noe terputus.

Ssshhhtt! Kepalanya sedikit menoleh, Isack meminta Noe untuk diam dengan caranya yang elegan.

“Maaf.” Noe memilih diam, menundukkan kepala.

“Tunggu!” pekik Eve dalam hati. Mendengar Noe membahas perihal seorang bangsawan, akhirnya dia teringat suatu kejadian di mana dia pernah bertemu dengan Isack. "Jangan bilang lelaki ini ....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status