Share

BAB 10. Luka Lama Yang Belum Sembuh

"Memang nya, kamu ngapain dia mas?" dengan tatapan tajam.

"Kamu keroyok?" tanya nya lagi.

"Bukan Bagas namanya kalau main keroyokan, satu lawan satu lah" jelas Bagas dengan ketus.

Tidak di pungkiri, jika mengungkit kejadian itu, pasti benar-benar membuat Bagas marah dan kecewa lagi kalau mengingat nya.

Terlihat wajahnya yang berubah menjadi merah padam, alisnya saling bertabrakan terlihat tegang.

Di matanya penuh amarah dan kekecewaan.

"Waktu itu, sekitar 3 atau 4 tahun lalu.. Saat aku meminta nya untuk jujur, Namira bilang, kalau dia juga pernah menggugurkan kehamilan nya dengan laki-laki bajingan itu di belakang ku! itu benar-benar di batas dugaan ku."

"Apa?! sampai hamil??" Rani membelalakkan matanya.

"Iya.. Kehidupan ku benar-benar hancur waktu itu, Karena aku berniat meminang nya pada minggu itu. Hampir 3 tahun aku bersamanya, tidak mungkin aku tidak memikirkan masa depanku dengan dia. Padahal, semua yang dia pinta selalu aku turuti. Tapi ternyata dia wanita jalang. Brengsek!"

Rani memandang nya begitu dalam.

Rani merasakan kekecewaan yang begitu besar, yang Bagas rasakan.

"Pantas saja, saat menerima pesan dari Namira dan saat aku kembali menanyakan tentang Namira lagi tadi, wajahnya langsung berubah drastis."

Rani berbicara dalam hati, matanya tak lepas menatap wajah Bagas dari arah samping.

Suasana menjadi hening, Rani sesekali mencoba menempelkan kembali masker mata yang tadi jatuh di kasur. Agar dia juga terlepas dari rasa canggung.

Bagas pun diam membisu. Matanya menatap kosong ke arah balkon. Seperti banyak sekali luka yang belum sembuh.

Suasana yang mencekam dan sedih membuat Rani takut harus melanjutkan pertanyaan nya, atau berhenti sampai disitu. Tapi Rani adalah Rani, rasa penasarannya belum tuntas dan masih menggebu-gebu.

"Mas?" suaranya lirih sekali.

"Hmmm" Bagas bergeming dan hanya alisnya saja yang bergerak ke atas, tanda dia merespon Rani.

"Jujur ya mas, Apa dulu kamu pernah bersetubuh juga dengan Namira?"

"Apa?! ngaco kamu Rani!" Rani terkejut mendengar Bagas sedikit membentak.

Rani melipat bibirnya ke dalam, kaget. Tapi tetap melanjutkan pertanyaan selanjutnya.

"Oh baguslah mas, soalnya kan tiga tahun itu bukan waktu yang sebentar" kata Rani sambil menempelkan masker matanya yang mulai tak rekat lagi, tapi terus mencoba di rekatkan.

"Dulu, Namira memang sering mengajakku untuk menginap di hotel, tapi aku selalu menolak untuk tidur dalam satu kasur bersama nya. Aku sangat menghargai harga diri dia."

Bagas menunduk lesu "tapi apa yang ku jaga, malah merusak dirinya sendiri."

"Lalu, Bagaimana dengan tanggapan mama mas? apa kamu pernah membawanya bertamu kerumah?" tanya Rani lagi.

"Pernah, tapi mama memang kurang suka dengan Namira dari awal."

"Mengapa ngga suka mas? menurut ku Namira cantik kok" timpal Rani.

"Mungkin dari cara dia berpenampilan, dan dari cara dia berbicara. Mama juga pernah bilang, dia kurang nyaman kalau aku membawa Namira bertamu ke rumah. Mungkin itu juga sebuah pertanda untuk ku, kalau Namira memang bukan perempuan baik-baik." jelas Bagas.

"Berapa kali kamu ajak dia?"

"Hanya dua kali sayang, itu saja mama sudah banyak komplain." terang Bagas.

"Setelah aku mengakhiri hubungan dengan Namira, dia selalu mengganggu hidup ku. Mengejar-ngejar memohon maaf dan berharap untuk kembali."

Rani menatap nya sendu.

"Semenjak itu, aku terus menjauh. Ku tutup semua akses."

"Hati ku pun ikut tertutup cukup lama sayang, aku trauma waktu itu."

"Begitu banyak wanita yang mendekati aku, sudah ku coba menerima, tapi hatiku tidak pernah mau terbuka."

Bagas menatap Rani di sampingnya, membelai rambut Rani yang di kuncir setengah.

"Tapi.. hati ku bergetar ketika aku melihat mu waktu itu."

"Ah!! indah sekali rasanya jatuh cinta lagi."

Bagas mendekat menatap mata Rani sangat dalam.

"Hebatnya, Kamu mampu mengobati luka hatiku, tanpa kamu melakukan apapun."

"Dan aku yakin, bahwa inilah jalanku" kata Bagas.

Matanya terlihat berair, hidungnya merah di bagian atasnya seperti menahan tangis.

Rani tak kuasa melihat nya, Rani memeluk Bagas dengan begitu erat. Menepuk-nepuk punggungnya perlahan.

Rani terenyuh mendengarnya.

Hari semakin larut, Rani juga mulai merasa ngantuk.

"Mas, aku ngantuk" katanya sangat manja.

Bagas langsung menyingkirkan laptopnya, membereskan bantal untuk Rani berbaring.

Bagas mengecup kening Rani. Mereka berpelukan di Ranjang.

Semilir angin dari arah pantai terasa dingin sekali..

Bagas yang termenung menerpa luka lama yang belum kunjung sembuh.

Hatinya terlalu sakit untuk mengingat kembali itu semua.

Sesekali Bagas melirik ke arah wajah Rani yang sudah tertidur pulas.

"Wajah yang polos dan sendu, terasa sejuk tiap kali memandang nya."

Bagas kembali pada laptop nya, menghapus semua jejak di internet yang sudah dia telusuri.

Selain rasa sakit, rasa jijik juga menyelimuti tiap kali mengingat Namira.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status