"Ohh tidak, dia Malah asik main handphone dan tidak mendengarkan aku! Oh tidak bagaimana jika benar dia jadi suamiku nanti" Rani bergumam dalam hati dengan tatapan yang menyebalkan melihat sikap pak Bagas.
Tiba-tiba pak Bagas memandang Rani dengan senyuman manisnya dan meletakkan handphone nya.Paras pak Bagas memang membuat Rani selalu salah fokus. Rani yang sedang sebal tak karuan di buatnya mencair dan tersipu."Jangan macem-macem ya pak, lihatnya bisa biasa aja tidak!" Jawab Rani ketus."Baiklah kalau begitu, kita pulang saja yuk. Biar saya yang mengantar kamu, kamu tidak boleh naik taksi."Sambil bergegas pak Bagas membereskan tas nya dan berjalan begitu saja menuju pintu keluar, tanpa menunggu Rani membereskan barang-barangnya.Rani benar-benar tidak habis pikir dengan cara pak Bagas. Tanpa pikir panjang Rani pun membereskan barang-barangnya dan segera mengejar pak Bagas."Tunggu aya pak!" triak Rani dari meja makannya.......Sampainya di depan rumah Rani, pak Bagas turun dan membukakan pintu mobil untuk Rani. Tanpa bilang terimakasih Rani pun turun dari mobil dan berjalan membuka pagarnya, Rani masih merasa sebal dengan pernyataan-pernyataan pak Bagas sejak kencan berlangsung.Saat Rani ingin menoleh ke arah mobil pak bagas, Rani kaget mengapa pak Bagas mengikuti Rani masuk ke dalam pagar. Rani kira pak Bagas sudah melajukan mobilnya pergi."Hah kenapa bapak ikutin saya masuk, bapak ngga pulang?" Tanya Rani keheranan."Ada orang tua saya sedang menemui kedua orang tua mu" sambil melenggang santai pak Bagas malah meninggalkan Rani yang masih diam terpaku memegangi pintu gerbangnya."Apa?" Rani membolakan matanya, dia terheran-heran menatap pak Bagas yang santai sekali memasuki pintu rumahnya.Rani berlari menuju pintu masuk.Betapa terkejutnya Rani saat membuka pintu ada papa, mama, pak Riko dan 2 orang paruh baya, ternyata benar itu kedua orang tua pak Bagas.Pak Bagas yang senyam-senyum duduk di samping mama seperti meledek Rani."Rani, kenapa bengong ayo sini duduk di samping nak Bagas" kata Ratna mama nya Rani.Rani hanya menggeleng gelengkan kepala tak percaya. "Pak Riko! Kenapa tidak memberi tahu ku pak!" Kata Rani dengan nada tinggi dan sedikit di tekan berbisik.Pak Riko hanya memberi isyarat dan menunjuk pak Bagas dengan telunjuknya.Rani berada di dalam rasa yang gundah gulana. Harus senang atau sedih.Senang karena ada pria tampan dan mapan akan menikahinya, atau sedih dengan waktu yang belum 24jam mengenal calon suaminya."Cantik juga calon istrimu Bagas" kata pak Harto papanya Bagas yang menatap kagum pada Rani."Iyaah cantik sekali calon menantu ku" kata Bu Ainun mama nya Bagas.Dengan expresi setengah bingung Rani tersenyum dan bersalaman kepada kedua orang tua Bagas.Pak Bagas langsung menarik lembut tangan Rani untuk duduk di samping nya."Duduk di sini saja sayang" kata Bagas.Rani makin terkejut dan kikuk di buatnya mendengar pak Bagas memanggil nya sayang.Rani sesekali melirik ke arah pak Riko, pak Riko hanya tertawa kecil melihat tingkah pak Bagas dan Rani."Wah wah.. jadi kapan tanggal pernikahan kalian, lebih cepat lebih baik loh!" Kata pak Harto papanya Bagas."Iya aku juga sudah ga sabar mau menimang cucu" jawab pak Soni papanya Rani.Rani menatap wajah Bagas dengan sangat dekat, Rani menancapkan pandangannya tepat di bola mata Bagas.Tangan Rani meremas tangan kiri pak Bagas."Kenapa sayang, ngga usah panik begitu" kata Bagas sambil mengelus punggung Rani dengan tangan kanannya.Suara tertawa yang bersautan antara kedua orang tua mereka, melihat tingkah kedua anaknya."Bagaimana kalau bulan depan saja, kan masih ada waktu 1 bulan dari sekarang untuk mempersiapkan semuanya biar tidak terburu-buru" kata pak Harto."Apa?! Bulan depan?" Rani sontak mengeluarkan suaranya."Iya sayang bulan depan, atau kamu mau Minggu depan?" Tanya Bagas dengan suara yang lembut dan tatapan yang penuh cinta."Ih pak Bagas apa sih itu terlalu cepat pak" jawab Rani dengan suaranya yang melengking."Huss Rani, tidak baik juga terlalu lama mengulur-ulur waktu, ikuti saja keputusan dari calon suamimu" kata mama Rani"Apa sih mah, mamah ngga tau" kata Rani dengan expresi cemberut."Ya, begini lah Bu anakku suka malu-malu" Bu Ratna berusaha menutupi maksud Rani."Oh ngga apa-apa sudah biasa anak muda ya" jawab calon mertuanya Rani."oiya mah seperti nya kita sudah cukup lama juga ya bertamu disini, hari juga semakin malam sebaiknya kita pulang, yuk mah kita pulang" pak Harto berdiri sambil menggandeng tangan istrinya.Semua berdiri dan saling bersalaman, pak Riko langsung bergegas menuju parkir mobil lebih dulu dan membukakan pintu mobil.Di ruang tamu kini hanya tersisa mereka berempat.Kedua orang tua Rani pun meminta izin untuk beristirahat ke kamar meninggalkan Rani dan Bagas berdua di ruang tamu.Rani mengejar mamahnya "Mah, dengerin aku deh... aku baru hari ini loh mah bertemu sama pak Bagas. Masa bulan depan langsung nikah ajah sih! itu terlalu cepat mah" Rani membujuk mamanya mendengar kan alasannya."Masa sih, mama sudah kenal nak Bagas dari bulan lalu kok, masa kamu baru kenal hari ini" jelas mama nya Rani."Hah bulan lalu, berarti benar kata-kata pak Bagas di restauran tadi bahwa dia membuntuti aku sejak aku menaruh lamaran di kantornya" gumam Rani dalam hati.Tanpa menghiraukan Rani yang mengoceh tak setuju, mamanya malah meminta Bagas untuk lebih santai di rumah nya."Nak Bagas, nanti kalau kamu butuh sesuatu silahkan panggil Bu Siti di dapur ya, mama dan papa mau istirahat dahulu" jelas Bu Ratna dengan senyum manis yang tak kalah manis dengan senyuman Rani anaknya.Pak Bagas langsung duduk menyender di kursi.Rani menghampiri dan berdiri tepat di hadapan pak Bagas sambil melipat kedua tangannya "pak ini apa-apaan sih, waktu kurang dari 1 bulan ini terlalu mendadak! Dan bagaimana cara bapak bisa mempertemukan kedua orang tua kita dalam waktu yang sesingkat-singkatnya begini! Dan bagaimana untuk hari setelah kita menikah, kita saja belum saling mengenal satu sama lain! dan kapan bapak menemui orang tuaku?!" Rani mengoceh tanpa jeda.Pak Bagas hanya tersenyum melihat Rani yang terus berbicara.Pak Bagas seperti nya benar-benar jatuh cinta pada Rani, dengan mata yang berbinar dan suara yang lembut."Ya beginilah cara ku membuktikan kepada mu kalau aku memang jatuh cinta dan serius untuk hal ini, aku tidak main-main ran, dan aku berjanji tidak akan menyakiti mu" jawab Bagas meyakinkan Rani.Pak Bagas berdiri dan menatap mata Rani "aku tidak akan buang-buang waktu, untuk hal sesakral ini jika aku tidak serius denganmu Rani, seiring berjalannya waktu nanti, aku yakin kamu juga akan mencintaiku! atau jika perlu cukup aku yang mencintaimu dalam pernikahan ini! tapi kamu harus tetap jadi istriku!" jelas pak Bagas.Rani bergeming, menatap bola mata Bagas penuh makna.Hidangan yang lezat dan banyak macam nya, tak membuat Rani ingin memakannya, semua orang tua sudah siap duduk di ruang makan. Tapi, lagi dan lagi Rani hanya ingin kentang goreng dan ikan goreng. Langkah Rani terhenti saat Bagas ingin menyiapkan kursi untuk nya duduk. "Mas, aku mau ke kamar aja ya, tolong bilang mba Pinem aku mau kentang sama ikan goreng di bawa ke kamar.. tolong ya mas" tangan kiri Rani terlihat memegang keningnya, sejak beranjak dari kursi tadi. "Kamu pusing ya? aku antar ke kamar ya" jawab Bagas dengan spontan. kedua tangan Bagas spontan merangkul bahu istrinya tersebut dengan sangat hati - hati. "Mah pah, maaf banget nih.. kayanya kalian makan aja duluan, aku temenin Rani ke kamar aja ya.." Bagas yang langsung berpamitan kepada semua tamu. "Kamu pusing ya nak, yaudah ngga apa- apa, yang penting kamu makan juga ya di kamar" celetuk ibu mertua Rani dari atas meja makan. Terlihat Bu Ratna hanya senyum - senyum melihat anak nya yang sangat di jaga oleh Baga
Mesti hari hampir larut, sekitar pukul 22.30 malam. Keluarga itu tetap berkumpul bersama di dalam ruang tamu sesuai permintaan CEO tampan itu. Mereka masih berselimut dengan rasa penasaran yang sama, "Ada apa sebenarnya yaa.." gumam Ratna ibunya Rani. "Mengapa mereka mengundang kesini, tapi mereka berdua tidak ada di rumah?" lanjutnya. Tak ada yang menjawab pertanyaan Bu Ratna, mereka semua sama -sama dalam keadaan yang penasaran. Sepanjang perjalanan menuju rumah Rani, ibunya memang memiliki perasaan tidak enak. Ada feeling terhadap kandungan Rani, Tapi dia tidak mau menerka - nerka, karena Rani juga tidak memberi kabar apapun setelah telfon hari itu. Dia hanya berharap kebaikan untuk putri semata wayang nya. Suara gerbang yang terbuka, terdengar dari dalam rumah. Mobil Bagas terparkir tepat di depan pintu masuk. Terlihat dari dalam, Bagas menggandeng tangan Rani masuk ke dalam rumah, dengan menenteng kantong obat. Ke empat orang tua berbarengan mengernyit kan dahinya
Kedua tangan Rani memegang ponselnya, sibuk memberi nama di kontak barunya, nomor baru Dokter puji.Di sampingnya ada Bagas yang setia merangkul Rani menuju loket pengambilan obat.Walaupun begitu banyak orang berlalu lalang dengan kesibukan dan keresahan nya masing -masing. Tapi, Seluas mata Bagas memandang hanya ada keindahan, dan kebahagiaan.Di dalam pikiran nya entah siapa dulu yang akan di berikan kabar bahagia tentang kehamilan Rani. Orang tua kandung nya atau mertuanya.Sampainya di loket, Bagas menyuruh Rani untuk duduk di kursi kosong yang jaraknya tidak begitu jauh.Sedangkan dia sendiri mengambil obat dengan kertas merah pudar di tangan nya."Kamu tunggu disini ya, biar aku yang kesana" Mata Rani tertuju pada tangan Bagas yang menunjuk ke arah loket obat.Loket itu berjarak kurang lebih 10 meter dari tempat duduk Rani.Baru kali ini seorang CEO yang kaya raya mau terjun langsung, bahkan mengantri. Dari dulu Bagas selalu menyuruh, pak Joko atau pak Riko untuk melakukan ha
"Mas!!" Rani memanggil Bagas dengan wajah yang mulai tegang, Rani tak sabar mengapa Bagas lama sekali berdiri di depan suster."Mas Bagas..!!" panggilnya lagi.Bagas menoleh ke arah Rani, tapi Bagas hanya melambaikan tangan menandakan tunggu sebentar lagi.Rani menghela nafas melipat kedua tangannya di dada dan menyenderkan tubuh nya di kursi.Rani mulai jengkel.Selang lima menit kemudian Bagas datang. Tanpa memberi Bagas sedikit ruai untuk bicara, Rani langsung lebih dulu menegurnya."Ngobrolin apa sih, lama banget!" Matanya berputar.Rani terlihat jengkel sekali saat itu."Maaf ya sayangku, tadi aku banyak bertanya tentang dokter terbaik di sini, untuk pemeriksaan pertama ini aku ngga mau salah dokter" Bagas mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rani.Tapi Rani membuang mukanya ke arah samping."Maaf ya sayangku" Bagas berusaha membujuk Rani yang sedang ngambek.Tangan kiri Bagas merangkul bahu Rani, sesekali mengelus - elus bahunya, berharap emosinya mereda sebelum namanya di panggil
Rani hanya mengangguk -angguk kepalanya dan duduk di atas kursi.Jus alpukat yang aroma nya sangat menyergap hidung Rani, sudah di hidangkan oleh mba Pinem. Dia terlihat menikmati jus alpukat itu.."Mba temenin aku dong duduk di sini" Mba Pinem yang baru saja ingin pergi ke belakang di tahan oleh Rani untuk duduk di meja makan khusus majikannya itu."Loh serius Bu ngga apa- apa saya duduk disini?" Tubuhnya masih terpaku berdiri di hadapan bangku yang mewah berwarna ke emasan."Loh memangnya ada peraturan ya? pegawai tidak boleh duduk di meja makan?" kata Rani.Mba Pinem tersenyum sedikit."Sudah lah duduk saja mba.. aku ngga mau di tinggal sendirian" wajah nya memohon bibirnya manyun, tapi menjadi tambah imut di lihatnya."Iya iya Bu.. heheh pantas saja pak Bagas setelah menikah banyak berubah ya Bu.. aku yakin perubahan itu pasti datang dari pasangan nya juga" kata mba pinem sambil mendudukkan tubuhnya di kursi mewah itu yang biasanya hanya dia lap - lap dengan kain. "Hmmm... omon
Jam di dinding menunjukkan pukul 11.30 menit.Rani yang sedang duduk di teras balkon melihat pemandangan di sekitar taman. Melihat - lihat bunga- bunga berwarna warni yang indah dan segar terawat.Sesekali dia mengecek ponsel nya. Membuka media sosial Instagramnya yang penuh dengan postingan tentang kehamilan, karena dari kemarin pencarian nya hanya seputar kehamilan."Hmmm... Bukan gamau ke dokter obgyn, tapi aku benar- benar ragu. aku ngga mau ngecewain mas Bagas kalau hasilnya ngga sesuai harapan." Gumamnya dalam hati."Apa aku tanya mama yah, pasti mama tau." Dia kembali membuka ponselnya, menekan nomor mama di ponselnya.Rani mulai mengetik pesan singkat."Mah, apa kabar? semoga mama baik - baik ya.. maaf aku ngga ngabarin hampir seminggu ini, dari kemarin aku sakit, dan sempat di bawa ke dokter dan di infus, nah tapi, orang dirumah nyuruh aku untuk tespek mah dan aku mencobanya mah, tapi hasilnya seperti ini"Rani mengirim foto tespeknya tadi pagi, terpampang ada garis 2, satu
Hari pun berganti malam, dan malam pun menghampiri pagi. Langit masih gelap gulita.Rani yang masih berada dalam pelukan CEO tampan itu menatap jam dinding yang persis berada di samping foto pernikahan mereka berdua di dalam kamar megah nya itu.Jam menunjukkan pukul 04.50 pagi."Masih subuh, hmmm aku deg - deg an mau tespek" Rani bergumam sendiri di dalam hatinya.Dia mengambil ponsel di laci yang berada di samping dipan nya itu, membuka google dan mengetik di pencarian tanda - tanda wanita hamil.Rani membaca dengan seksama, ada beberapa poin yang memang sedang di rasakan oleh Rani. "Tapi ngga semua poin aku rasain sih, kalau begini hamil ngga ya?" Dia meletakkan jari telunjuknya di dagu.Dia benar - benar polos untuk hal begini. Ini lah pengalaman yang tidak akan terlupakan oleh Rani. Pengalaman menggunakan tespek.Rani mencoba menggeser suaminya itu dari sisi nya. Dia berjalan pelan ke arah toilet, mengambil handuk yang di gantung dekat pintu kamar mandi. Rani menatap wajah bant
Barang yang di tunggu- tunggu akhirnya sampai juga di tangan Rani.Rani menaruhnya di atas wastafel toilet.Rani terpaku menatap cermin di dinding itu, raut wajahnya tersirat mengandung harapan besar.Suara dan gerak gerik mba Pinem terngiang -ngiang di telinga dan khayalan Rani, ("Biar lebih akurat, di pakai waktu ibu pipis pertama kali saat bangun tidur Bu, nah caranya seperti ini nanti")Wadah untuk menampung air pipis Rani pun sudah di siapkan bersama tespek tersebut.Sesekali Rani mengambil dan menimang box kotak berwarna putih biru, dengan tulisan Sensitif digital pregnancy test itu.Ragu yang melanda Rani, terselimuti dengan rasa penasaran nya.Jantungnya berdebar.."Besok akan aku coba deh, semoga hasilnya sesuai ekspektasi ku dan mas Bagas" gumam nya dalam hati.Rani kembali menatap cermin, menatap wajahnya yang polos tanpa polesan make up sedikit pun.Dia mencoba mengelus pipinya, dia mengingat - ingat dua bulan lalu, dia masih sangat ragu dengan Bagas.Tapi takdir berkata la
Pagi itu, Rani tiba- tiba saja seperti tidak sakit.Wajahnya terlihat fresh seperti tidak terjadi apa - apa tadi malam.Dia bangun jam tujuh pagi, bergegas ke dapur untuk membantu mba Pinem memasak.Mba Pinem yang sedang mencuci buah, melihat Rani yang datang sangat sehat merasa aneh."Loh Bu ngapain ke dapur, nanti kecapean Bu" kata mba Pinem menahan tangan Rani yang akan menceburkan tangannya ke dalam baskom isi buah."Aku udah ngga apa-apa kok mba, Alhamdulillah sehat. Kayanya obatnya cocok. Sini biar ku bantu. Hari ini aku juga ngga di izinin untuk masuk kerja sama mas Bagas." Mba Pinem ragu - ragu memberikan baskom isi buah itu, tapi dia tidak bisa menolak jika itu majikannya yang memaksa."Masak apa hari ini mba? " Tanya Rani pada mba Pinem yang sedang mengelap bagian kompor."Saya masak sayur bayam bening, ada ikan gurame goreng, perkedel kentang, saya juga masak gulai ayam kok Bu" jelas mba Pinem."Wah masak sebanyak itu, jam segini udah selesai ya mba""Kalau mba pulang kamp