Rani malah diam membisu di hadapan pak Bagas, karena dia bingung harus menjawab apa.
"Mengapa kamu diam saja ran?" tanya pak Bagas."Maaf pak, saya bingung mau jawab apa." kata Rani sambil menundukan kepalanya."Kalau begitu sebaiknya kamu kembali keruang kerjamu."Pak Bagas menyuruh Rani kembali ke ruang kerja. Di dalam ruang kerja, Rani hanya bengong memikirkan jawaban apa yang harus di katakan nanti jika Bagas menanyakan kembali hal yang sama.Sampai akhirnya ada yang mengetuk pintu.Tok.. tok.. tok.."Iya, silahkan masuk" jawab Rani.Rani melihat ke arah pintu, betapa terkejutnya Rani yang datang adalah pak Bagas.Rani langsung beranjak berdiri "ada apa pak?" Tanya Rani pura-pura lupa dengan janjinya."Ada apa katamu? Aku datang kesini untuk menagih jawabanmu Rani" kata Bagas.Rani menoleh ke arah jam dinding dan melirik ke arah pak Bagas "masih jam 4 sore pak, belum waktunya pulang" kata Rani."Saya CEO nya disini loh" Bagas menghampiri Rani dan duduk di bangku Rani, Rani yang sedang berdiri spontan menyingkir ke arah samping."Ayo cepat kemas barang mu, aku akan mengajak kamu makan di restoran mewah bintang lima" kata pak Bagas dengan gaya bicara yang angkuh dan jutek.Rani malah diam seribu bahasa. "Mana ada orang mengajak berkencan dengan cara yang jutek seperti itu" gumam Rani dalam hati."Ran, kamu mendengar ku tidak sih?" Pak Bagas sedikit meninggikam suaranya."Oh iya pak maaf" Rani langsung membereskan barang-barangnya."Oiya pak saya izin ke toilet sebentar ya" kata Rani sambil menggendong tas ranselnya yang berisi laptop."Tas ranselnya ngga usah dibawa juga ran, mau apa ke toilet bawa laptop" kata pak Bagas"Oh iya ya pak" Rani kembali menurunkan tas ranselnya dengan canggung.Dia segera keluar ruangan menuju toilet.Sebenernya Rani ke toilet hanya untuk mengulur-ulur waktu. Ada perasaan takut juga dibawa pergi oleh pak Bagas, apalagi pak Bagas orangnya ketus dan jutek."Duuhh gimana ya, apa kabur aja ya? Tapi laptop ku ada di ruangan, aduh!" Rani menepak keningnya."Bagaimana jika aku di culik! lalu aku di sekap dan di mutilasi, oh tidaaakk... bagaimana ini ya tuhan" Rani sangat panik di dalam toilet."Lagi kenapa aku harus menarik bajunya sih tadi... sampai-sampai aku terjebak pertanyaan konyol ini.""Tapi kalau di lihat-lihat, Pak Bagas ganteng sih, harum lagi dan dia kaya pula, tapi dia serius gak ya sama aku? masa iya aku?" Rani menatap dirinya di cermin toilet.Tanpa berpikir lagi Rani mengeluarkan parfume dari tas kecil yang diselempangnya. Rani menyemprotkan parfume ke seluruh tubuhnya.Rani juga mempoles bibirnya dengan lipcream berwarna nude dan sedikit memoles kan bedak di wajahnya......Rani dan pak Bagas sedang dalam berjalanan menuju restauran dengan mobil MBW milik pak Bagas.Rani duduk di kursi depan tepat di samping pak Bagas.Sepanjang perjalanan, sampai mereka berdua berada di dalam restauran mewah bintang lima, tidak ada sepatah katapun yang mereka berdua ucapkan. Mereka saling diam membisu.Pelayan restauran pun selesai menyajikan makanan di hadapan mereka berdua."Rani.. ayo di makan jangan diam saja dari tadi" kata pak Bagas."Eh iya baik pak" kata Rani yang langsung mengambil sendok dan garpu di hadapannya.Rani langsung menyantap makanan yang di sajikan dengan sangat nikmat tanpa jaim sedikit pun di hadapan pak Bagas.Kebetulan Rani memang juga sedang lapar karena jarak restaurannya cukup jauh. Pak Bagas pun senyum-senyum melihatnya."Rani, apa kamu mau jadi istriku?" Dengan mendadak dan santainya pak Bagas menanyakan pertanyaan serius sambil memotong steak daging di piringnya.Rani tiba-tiba saja tersedak mendengar pertanyaan pak Bagas."Uhuk uhuk uhuk" Rani menutup mulutnya spontan takut makanannya muncrat keluar.Pak Bagas dengan sigap berdiri dan memberikan minum dan tisyu kepada Rani."Pelan-pelan dong ran, di kunyah dulu dong kalau makan"Rani yang masih tersedak membolakan matanya dengan spontan "pak Bagas ini memang aneh" Rani bergumam dalam hati. Jelas-jelas Rani sampai tersedak karena pak Bagas tiba-tiba melamar nya.Pak Bagas mengusap bibirnya dengan tisyu dan menyingkirkan makanan di hadapannya.Rani pun terlihat sudah agak tenang dari tersedaknya tadi.Tak di sangka Pak Bagas mengeluarkan sebuah box emas berisi cincin permata, dan membukanya di hadapan Rani."Rani, mau kah kamu jadi istriku?"Lagi-lagi Rani membolakan matanya, rasanya tidak dapat di percaya.Ini terlalu singkat bagi Rani. "Bapak bercanda ya? Kita baru saja kenal loh pak. Bapak juga belum mengenal saya, dan begitupun sebaliknya" kata Rani."Aku jatuh cinta sejak pandangan pertama dengan mu Rani, dan aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, semenjak aku melihat kamu, wajahmu dengan jelas mengganggu di setiap waktu. Aku adalah orang yang cuek terhadap perempuan Rani, sudah lama aku tidak merasakan getaran cinta ini lagi" jelas pak Bagas.Rani mengernyitkan keningnya tak percaya."Jatuh cinta sejak kapan pak? Tadi siang saja moment kita bertemu bukan momen yang indah" jelas Rani.Pak Bagas memajukan wajahnya ke arah Rani dan memandang Rani begitu dalam."Sejak kamu turun dari taxi saat kamu menaruh lamaranmu di kantorku, aku sengaja menyuruh Riko untuk mencari tau tentang kamu" jelas pak Bagas."Aku juga sempat mengikuti kamu saat kamu arah pulang, cat rumah mu warna putih dan coklat kan dengan pagar berwarna coklat senada dengan temboknya?" Sambung pak Bagas.Rani membolakan matanya lagi tak percaya."Aku juga tau nama akun media sosial mu" kata pak Bagas sambil menunjukkan akun media sosial milik Rani dari handphonenya.Rani menggeleng-gelengkan kepala tak percaya."Jika kamu menerima lamaran ku, aku akan menikahi mu bulan depan" kata Bagas."Hah! Bulan depan? Orang tua kita saja tidak saling kenal pak, aku juga tidak tau karakter bapak seperti apa? masa bapak sudah bilang bulan depan saja. aku bukan perempuan gampangan ya pak" Jawab Rani dengan wajah cemas."Besok kita pertemukan saja kedua orang tua kita" kata bagas "gampang sekali orang ini mengatakan itu" gumam Rani dalam hati."Bagaimana Rani, apa aku kurang meyakinkan mu?" Tanya Bagas karna melihat tingkah Rani dengan raut wajah cemas dan bingung."Tidak semudah itu pak! Pernikahan juga bukan hal main-main" nada bicara Rani mulai meninggi.Tapi pak Bagas seperti tidak mendengar gertakan dari Rani, dia malah asik dengan handphone nya.Hidangan yang lezat dan banyak macam nya, tak membuat Rani ingin memakannya, semua orang tua sudah siap duduk di ruang makan. Tapi, lagi dan lagi Rani hanya ingin kentang goreng dan ikan goreng. Langkah Rani terhenti saat Bagas ingin menyiapkan kursi untuk nya duduk. "Mas, aku mau ke kamar aja ya, tolong bilang mba Pinem aku mau kentang sama ikan goreng di bawa ke kamar.. tolong ya mas" tangan kiri Rani terlihat memegang keningnya, sejak beranjak dari kursi tadi. "Kamu pusing ya? aku antar ke kamar ya" jawab Bagas dengan spontan. kedua tangan Bagas spontan merangkul bahu istrinya tersebut dengan sangat hati - hati. "Mah pah, maaf banget nih.. kayanya kalian makan aja duluan, aku temenin Rani ke kamar aja ya.." Bagas yang langsung berpamitan kepada semua tamu. "Kamu pusing ya nak, yaudah ngga apa- apa, yang penting kamu makan juga ya di kamar" celetuk ibu mertua Rani dari atas meja makan. Terlihat Bu Ratna hanya senyum - senyum melihat anak nya yang sangat di jaga oleh Baga
Mesti hari hampir larut, sekitar pukul 22.30 malam. Keluarga itu tetap berkumpul bersama di dalam ruang tamu sesuai permintaan CEO tampan itu. Mereka masih berselimut dengan rasa penasaran yang sama, "Ada apa sebenarnya yaa.." gumam Ratna ibunya Rani. "Mengapa mereka mengundang kesini, tapi mereka berdua tidak ada di rumah?" lanjutnya. Tak ada yang menjawab pertanyaan Bu Ratna, mereka semua sama -sama dalam keadaan yang penasaran. Sepanjang perjalanan menuju rumah Rani, ibunya memang memiliki perasaan tidak enak. Ada feeling terhadap kandungan Rani, Tapi dia tidak mau menerka - nerka, karena Rani juga tidak memberi kabar apapun setelah telfon hari itu. Dia hanya berharap kebaikan untuk putri semata wayang nya. Suara gerbang yang terbuka, terdengar dari dalam rumah. Mobil Bagas terparkir tepat di depan pintu masuk. Terlihat dari dalam, Bagas menggandeng tangan Rani masuk ke dalam rumah, dengan menenteng kantong obat. Ke empat orang tua berbarengan mengernyit kan dahinya
Kedua tangan Rani memegang ponselnya, sibuk memberi nama di kontak barunya, nomor baru Dokter puji.Di sampingnya ada Bagas yang setia merangkul Rani menuju loket pengambilan obat.Walaupun begitu banyak orang berlalu lalang dengan kesibukan dan keresahan nya masing -masing. Tapi, Seluas mata Bagas memandang hanya ada keindahan, dan kebahagiaan.Di dalam pikiran nya entah siapa dulu yang akan di berikan kabar bahagia tentang kehamilan Rani. Orang tua kandung nya atau mertuanya.Sampainya di loket, Bagas menyuruh Rani untuk duduk di kursi kosong yang jaraknya tidak begitu jauh.Sedangkan dia sendiri mengambil obat dengan kertas merah pudar di tangan nya."Kamu tunggu disini ya, biar aku yang kesana" Mata Rani tertuju pada tangan Bagas yang menunjuk ke arah loket obat.Loket itu berjarak kurang lebih 10 meter dari tempat duduk Rani.Baru kali ini seorang CEO yang kaya raya mau terjun langsung, bahkan mengantri. Dari dulu Bagas selalu menyuruh, pak Joko atau pak Riko untuk melakukan ha
"Mas!!" Rani memanggil Bagas dengan wajah yang mulai tegang, Rani tak sabar mengapa Bagas lama sekali berdiri di depan suster."Mas Bagas..!!" panggilnya lagi.Bagas menoleh ke arah Rani, tapi Bagas hanya melambaikan tangan menandakan tunggu sebentar lagi.Rani menghela nafas melipat kedua tangannya di dada dan menyenderkan tubuh nya di kursi.Rani mulai jengkel.Selang lima menit kemudian Bagas datang. Tanpa memberi Bagas sedikit ruai untuk bicara, Rani langsung lebih dulu menegurnya."Ngobrolin apa sih, lama banget!" Matanya berputar.Rani terlihat jengkel sekali saat itu."Maaf ya sayangku, tadi aku banyak bertanya tentang dokter terbaik di sini, untuk pemeriksaan pertama ini aku ngga mau salah dokter" Bagas mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rani.Tapi Rani membuang mukanya ke arah samping."Maaf ya sayangku" Bagas berusaha membujuk Rani yang sedang ngambek.Tangan kiri Bagas merangkul bahu Rani, sesekali mengelus - elus bahunya, berharap emosinya mereda sebelum namanya di panggil
Rani hanya mengangguk -angguk kepalanya dan duduk di atas kursi.Jus alpukat yang aroma nya sangat menyergap hidung Rani, sudah di hidangkan oleh mba Pinem. Dia terlihat menikmati jus alpukat itu.."Mba temenin aku dong duduk di sini" Mba Pinem yang baru saja ingin pergi ke belakang di tahan oleh Rani untuk duduk di meja makan khusus majikannya itu."Loh serius Bu ngga apa- apa saya duduk disini?" Tubuhnya masih terpaku berdiri di hadapan bangku yang mewah berwarna ke emasan."Loh memangnya ada peraturan ya? pegawai tidak boleh duduk di meja makan?" kata Rani.Mba Pinem tersenyum sedikit."Sudah lah duduk saja mba.. aku ngga mau di tinggal sendirian" wajah nya memohon bibirnya manyun, tapi menjadi tambah imut di lihatnya."Iya iya Bu.. heheh pantas saja pak Bagas setelah menikah banyak berubah ya Bu.. aku yakin perubahan itu pasti datang dari pasangan nya juga" kata mba pinem sambil mendudukkan tubuhnya di kursi mewah itu yang biasanya hanya dia lap - lap dengan kain. "Hmmm... omon
Jam di dinding menunjukkan pukul 11.30 menit.Rani yang sedang duduk di teras balkon melihat pemandangan di sekitar taman. Melihat - lihat bunga- bunga berwarna warni yang indah dan segar terawat.Sesekali dia mengecek ponsel nya. Membuka media sosial Instagramnya yang penuh dengan postingan tentang kehamilan, karena dari kemarin pencarian nya hanya seputar kehamilan."Hmmm... Bukan gamau ke dokter obgyn, tapi aku benar- benar ragu. aku ngga mau ngecewain mas Bagas kalau hasilnya ngga sesuai harapan." Gumamnya dalam hati."Apa aku tanya mama yah, pasti mama tau." Dia kembali membuka ponselnya, menekan nomor mama di ponselnya.Rani mulai mengetik pesan singkat."Mah, apa kabar? semoga mama baik - baik ya.. maaf aku ngga ngabarin hampir seminggu ini, dari kemarin aku sakit, dan sempat di bawa ke dokter dan di infus, nah tapi, orang dirumah nyuruh aku untuk tespek mah dan aku mencobanya mah, tapi hasilnya seperti ini"Rani mengirim foto tespeknya tadi pagi, terpampang ada garis 2, satu